• Minggu, 16 Juni 2024

Dinas PPPA Bandar Lampung: Tindak Pencegahan Lebih Utama dari Penanganan Pada Kasus Kekerasan Anak

Minggu, 02 Mei 2021 - 14.45 WIB
237

Dinas PPPA Kota Bandar Lampung. Foto: Doc/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kepala Bidang Pemenuhan dan Perlindungan Hak Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kota Bandar Lampung, Dora menyebutkan bahwa dalam kasus kekerasan anak, bukan penanganan yang menjadi tujuan adanya Dinas PPPA, tapi pencegahanlah yang menjadi utama supaya kasus tidak makin banyak.


"Sejak Januari hingga April 2021, tercatat ada 5 kasus di dinas PPPA," kata Dora ketika dimintai keterangan, Minggu (2/5/2021).

Dora mengatakan bahwa memang ada beberapa lembaga yang menangani kasus kekerasan pada anak di Bandar Lampung, jadi tidak semua laporan masuk ke dinas PPPA.

"20 kasus yang tercatat oleh provinsi mungkin termasuk kasus yang ada di lembaga-lembaga lain," katanya lagi.

Ia juga mengaku senang dengan adanya lembaga-lembaga yang peduli dan mau mengurusi masalah-masalah anak. Sehingga masalah dapat cepat terselesaikan.

"Jadi kita kerja sama dengan siapa saja yang peduli dengan anak, langsung menangkap masalah dan membantu penyelesaiannya. Kami senang dan malah terbantukan," ungkapnya.

Ia menjelaskan bahwa kasus anak di Kota Bandar Lampung tahun 2021 diantaranya adalah kasus pencabulan dan kekerasan dalam rumah tangga.

"Kalau kekerasan di rumah tangga itu sudah terselesaikan dengan cara kekeluargaan atau damai, karena pihak korban sudah minta cerai dan pelaku sudah berjanji tidak akan mengulangi," jelasnya.

Sedangkan kasus kekerasan seksual terhadap anak, pelaku sudah dikepolisikan, kini tinggal 'trauma healing' terhadap korban yang harus selalu didampingi.

Ia menjelaskan bahwa ditiap kelurahan ada yang dinamakan PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat). Badan ini akan melaporkan setiap kasus anak yang ada dikelurahan langsung ke dinas PPPA.

"Melalui bhabinkamtibmas, silakan melapor jika melihat ada tindak kekerasan pada anak," sarannya.

Ia mengatakan PATBM juga sudah cepat dalam menangani kasus anak, sehingga mereka akan melakukan upaya awal dalam penanganan kasus baru setelah itu melapor pada dinas PPPA.

"PATBM ini sudah 2 tahun berjalan. Yang belum ada di PATBM adalah psikolog, nah kalau sudah ranah ini biasanya kami yang masuk kesana bersama psikolog untuk membantu korban,"

Ia menuturkan bahwa dinas PPPA hanya gencar melakukan kegiatan sosialisasi, karena pekerjaan wajib mereka memang secara non-teknis.

"Artinya semua OPD lah yang melakukan teknisnya. Misalnya begini, kami meminta dinas pendidikan untuk membuat sekolah ramah anak, kami yang berikan indikatornya. Kami minta dinas kesehatan buat fasialitas ramah anak, nanti kami kasih indikatornya, jadi teknisnya bukan kami yang lakukan," paparnya.

Begitupun ketika ada kasus, Dora mengatakan dinas PPPA akan memanggil psikolog dan kepolisian, sehingga mereka tidak turun tangan langsung melainkan hanya melakukan pendampingan dan monitoring hingga kasus selesai.

"Kami juga tidak pungut biaya ya untuk psikolognya atau pendampingan secara hukumnya, karena rata-rata mereka (korban) itu kan dari keluarga yang tidak mampu," tutupnya.(*)

Editor :

"Sejak Januari hingga April 2021, tercatat ada 5 kasus di dinas PPPA," kata Dora ketika dimintai keterangan, Minggu (2/5/2021).

Dora mengatakan bahwa memang ada beberapa lembaga yang menangani kasus kekerasan pada anak di Bandar Lampung, jadi tidak semua laporan masuk ke dinas PPPA.

"20 kasus yang tercatat oleh provinsi mungkin termasuk kasus yang ada di lembaga-lembaga lain," katanya lagi.

Ia juga mengaku senang dengan adanya lembaga-lembaga yang peduli dan mau mengurusi masalah-masalah anak. Sehingga masalah dapat cepat terselesaikan.

"Jadi kita kerja sama dengan siapa saja yang peduli dengan anak, langsung menangkap masalah dan membantu penyelesaiannya. Kami senang dan malah terbantukan," ungkapnya.

Ia menjelaskan bahwa kasus anak di Kota Bandar Lampung tahun 2021 diantaranya adalah kasus pencabulan dan kekerasan dalam rumah tangga.

"Kalau kekerasan di rumah tangga itu sudah terselesaikan dengan cara kekeluargaan atau damai, karena pihak korban sudah minta cerai dan pelaku sudah berjanji tidak akan mengulangi," jelasnya.

Sedangkan kasus kekerasan seksual terhadap anak, pelaku sudah dikepolisikan, kini tinggal 'trauma healing' terhadap korban yang harus selalu didampingi.

Ia menjelaskan bahwa ditiap kelurahan ada yang dinamakan PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat). Badan ini akan melaporkan setiap kasus anak yang ada dikelurahan langsung ke dinas PPPA.

"Melalui bhabinkamtibmas, silakan melapor jika melihat ada tindak kekerasan pada anak," sarannya.

Ia mengatakan PATBM juga sudah cepat dalam menangani kasus anak, sehingga mereka akan melakukan upaya awal dalam penanganan kasus baru setelah itu melapor pada dinas PPPA.

"PATBM ini sudah 2 tahun berjalan. Yang belum ada di PATBM adalah psikolog, nah kalau sudah ranah ini biasanya kami yang masuk kesana bersama psikolog untuk membantu korban,"

Ia menuturkan bahwa dinas PPPA hanya gencar melakukan kegiatan sosialisasi, karena pekerjaan wajib mereka memang secara non-teknis.

"Artinya semua OPD lah yang melakukan teknisnya. Misalnya begini, kami meminta dinas pendidikan untuk membuat sekolah ramah anak, kami yang berikan indikatornya. Kami minta dinas kesehatan buat fasialitas ramah anak, nanti kami kasih indikatornya, jadi teknisnya bukan kami yang lakukan," paparnya.

Begitupun ketika ada kasus, Dora mengatakan dinas PPPA akan memanggil psikolog dan kepolisian, sehingga mereka tidak turun tangan langsung melainkan hanya melakukan pendampingan dan monitoring hingga kasus selesai.

"Kami juga tidak pungut biaya ya untuk psikolognya atau pendampingan secara hukumnya, karena rata-rata mereka (korban) itu kan dari keluarga yang tidak mampu," tutupnya.(*)

Berita Lainnya

-->