• Kamis, 15 Mei 2025

Diskorsing dan DO, Empat Mahasiswa Gugat Rektor ke PTUN

Kamis, 24 Juni 2021 - 15.08 WIB
461

Empat mahasiswa Teknik Sipil Universitas Teknokrat Indonesia yang didampingi LBH, menggugat Rektornya Nasrullah Yusuf, ke PTUN Bandar Lampung, Kamis (24/6/2021). Foto: Ist.

Sri

Bandar Lampung, Kupastuntas.co - Empat mahasiswa Teknik Sipil Universitas Teknokrat Indonesia yang diberikan sanksi DO dan Skorsing pada 8 Juni 2021 lalu, telah menggugat Rektor, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandar Lampung, Kamis (24/6/2021).

Gugatan dengan nomor 23,24,25 dan 26/G/2021/PTUN.BL dilayangkan oleh lembaga bantuan hukum (LBH) Bandar Lampung sebagai kuasa dari empat mahasiswa.

Direktur LBH Bandar Lampung, Chandra Muliawan, mengatakan yang menjadi objek gugatan tersebut adalah Surat Keputusan DO dan Skorsing yang diterbitkan oleh Rektor Universitas Teknokrat.

"Gugatan ini adalah salah satu upaya hukum yang dilakukan empat mahasiswa, setelah upaya-upaya non litigasi dilakukan," ujarnya.

Karena sebelumnya kata Dia, pada tanggal 22 April 2021 telah dilakukan upaya mediasi, namun kampus tetap kukuh dengan keputusannya untuk memberikan sanksi dengan dalih melanggar ketentuan akademik.

Namun jelasnya, klarifikasi yang diberikan pihak kampus keenyataannya sangat berbeda dengan apa yang menjadi dasar objek gugatan. Bahwa yang menjadi dasar penerbitan SK tersebut sangat mengada-ada dan sama sekali tidak berdasar. 

"Kampus menuduh mahasiswa yang tergabung di dalam Hima Teknik Sipil yang mendirikan sekretariat di luar kampus, telah menggagu ketentraman dan ketertiban masyarakat, serta berpotensi menjadi kegiatan yang bersifat ekstrimisme dan radikalisme," jelasnya.

Padahal, pendirian sekret di luar kampus tentu beralasan, karena pihak kampus sendiri tidak menyediakan sekret khusus yang dapat digunakan untuk kegiatan organisasi dan kemahasiswaan. Pihak Hima sendiri telah melakukan upaya permohonan sekret khusus namun tidak digubris oleh pihak kampus. 

"Bukan memberikan fasilitas bagi kegiatan organisasi dan kemahasiswaan serta menjamin kebebasan akademik, berekspresi dan berserikat. Tapi pihak kampus justru memberangus hak dasar mahasiswa yang semestinya dijamin, dilindungi dan dihormati oleh pihak kampus," tuturnya.

Upaya dengan mengajukan gugatan ke PTUN diambil sebagai langkah strategis yang dilakukan oleh LBH Bandar Lampung sebagai pendamping hukum untuk mendapatkan kepastian dan penyelesaian yang berkeadilan bagi mahasiswa yang menjadi korban kediktatoran kampus. 

"Namun sangat disayangkan, saat ini baru pada agenda sidang kedua, mahasiswa diduga telah mendapatkan intervensi dalam bentuk intimidasi dan iming-iming dari pihak kampus melalui senior ke empat mahasiswa teknik sipil tersebut. Dugaan intimidasi dan iming-iming pencabutan sanksi akan dilakukan dengan syarat menyutujui dan menandatangani surat pernyataan bahwa telah mengakui kesalahan dan mencabut gugatannya," ungkapnya.

Dengan adanya upaya tersebut, LBH Bandar Lampung sangat mengecam karena telah mengingkari proses-proses hukum formil. Padahal sebelumnya kita telah membuka pintu komunikasi seluas-luasnya kepada pihak kampus, untuk mempertimbangkan apa yang menjadi tuntutan mahasiswa tersebut. 

"Bahwa mahasiswa merupakan korban pelanggaran HAM karena dicap mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat dan melakukan kegiatan yang berpotensi ekstrimisme dan radikalisme sehingga harus kehilangan hak atas pendidikan, bereskpresi, berserikat dan berkumpul," tandasnya. (*)

Editor :