• Jumat, 26 April 2024

Kisah Ning Lestari, Warga Lamtim yang Menjadi TKW di Taiwan

Jumat, 30 Juli 2021 - 17.11 WIB
242

Lestari, Eks pekerja Buruh Migran Indonesia yang saat ini menekuni usaha mikro produksi tahu. Foto: Agus/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Timur - Menjalani usaha rumahan dengan memproduksi tahu, lebih nyaman dan terasa damai ketimbang bekerja menjadi Buruh Migran Indonesia (BMI) ke Luar Negeri, Jumat (30/7/2021).

Hal tersebut dikatakan seorang perempuan 39 tahun bernama Ning Lestari, warga Desa Labuhanratu VII, Kecamatan Labuhanratu. 

Suara khas tahu dalam tempat penggorengan menyeruak dalam dapur pembuatan tahu tempat Ning Lestari. Tangan ibu tiga anak itu bergerak cepat memilah tahu-tahu dalam nampan untuk dimasukan kedalam wajan penggorengan. 

Serok yang digenggamnya menari lincah membolak balikan ratusan tahu yang sudah mulai berubah warna kecoklatan, menandakan sudah masak dan siap di angkat dari penggorengan.

Waktu menunjukan 15.39, Azan Ashar terdengar samar dari musala. Sementara enam nampan terisi tahu menunggu untuk digoreng, Ning Lestari bekerja gesit.

"Sebelum Covid-19 terjadi, sehari saya menghabiskan 60 kilogram kedelai. Namun sekarang hanya 30 kilogram kedelai. Karenak an sekolah pada tutup sementara, tahu tahu buatan saya sebagian dibeli pedagang jajanan di sekolah-sekolah," kata Ning.

Sebelum menekuni usaha rumahan, dirinya pernah menjadi Buruh Migran Indonesia (BMI) di Taiwan selama tiga tahun, namun sama sekali tidak mendapatkan hasil maksimal.

"Iya 2012 lalu saya ke Taiwan, di sana kerja sebagai rumah tangga waktu memang gajih sebulan Rp4,5 juta. Tapi gaya hidup di sana yang tidak terkontrol sehingga tidak menyimpan banyak uang setelah kontrak kerja habis," lanjutnya.

Dirinya menggambarkan, bekerja di luar negeri tidak seindah yang dilihat dalam dunia media sosial, yang mana banyak mengaploud jalan-jalan di taman, makanan enak dan sebagainya. Namun, menurutnya, menjadi TKW seperti kerja tidak ada istirhatnya.

"Kata siapa jadi TKW enak, memang saya akui gajih besar tapi risiko juga besar. Apa risikonya ? jauh dari keluarga anak dan suami itu pasti. Belum lagi kalau majikannya jahat," ujarnya.

Ia mengaku, saat bekerja sebagai buruh migran di Taiwan, anak pertamanya masih duduk di bangku SD dan anak keduanya masih Balita. Artinya merantau dengan meninggalkan dua buah hati cukup terasa sesak dalam batin.

"Tiga tahun tinggalkan anak-anak dan suami untuk mencari nafkah. Pokoknya kerja di luar negeri tidak seindah yang kita lihat di medsos, saya nyaman seperti saat ini," ungkapnya.

Sementara data yayasan Rumah Kreatif Lampung Timur, sedikitnya 162 warga Desa Labuhanratu VII saat ini masih berada di Luar Negeri sebagai pekerja migran dan didominasi bekerja di Taiwan.

Ketua Yayasan Rumah Kreatif, Rumiatun mengaku, dirinya memiliki target sebagai pendamping perempuan dan anak, progres ke depan menginginkan mantan-mantan pekerja migran bisa memiliki usaha rumahan dan menghasilkan agar tidak memiliki ketergantungan menjadi pekerja migran.

"Rata-rata setelah pulang dari luar negeri beberapa bulan di rumah berangkat lagi. Pemikiran seperti itu ingin kami ubah," kata Romiatun.

Secara ekonomi menjadi TKW memang menjanjikan, namun secara psikologis akan memiliki banyak perbuhaan dan berimbas dengan kerukunan intern keluarga. Rumiatun juga mengatakan, tidak sedikit keluarga yang broken hingga berakhir dengan perceraian setelah menjadi pekerja migran.

"Artinya bukan kami menakuti atau tidak suka melihat pekerja migran, tapi harapan kami sebagai aktivis perempuan ingin menjadikan buruh migran itu tidak sebagai pelarian," lanjutnya.

Sementara data dari Rumah Kreatif di Desa Labuhanratu VII, salah satu desa yang menjadi lumbung pekerja migran, dasar itu dikuatkan hampir setiap RT penduduknya bekerja ke luar negeri, dan Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) banyak ditemukan di Kecamatan Labuhanratu.

"Hingga di Kecamatan Labuhanratu ini ada yang namanya pasar rintisan TKW, karena 90 persen pedagangnya eks pekerja buruh migran," kata Ketua Yayasan Rumah Kreatif Al-Farizi, Rumiatun. (*)

Video KUPAS TV : TIGA SANTRIWATI DI WAY KANAN TEWAS TENGGELAM

Editor :