• Rabu, 23 Juli 2025

Banyak Member ATG/ATC Dirugikan, Pengamat: Menunjukkan Literasi Keuangan Masih Rendah

Rabu, 30 Maret 2022 - 22.28 WIB
182

Foto: Ist.

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pengamat Ekonomi Universitas Lampung (Unila), Asrian Hendi Caya menilai, banyaknya member trading Auto Trade Gold (ATG) dan Auto Trade Crypto (ATC) yang dirugikan menunjukkan literasi (keterampilan dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah) keuangan masih rendah.

"Hasil suvey otoritas jasa keuangan (OJK) menunjukkan indeks literasi keuangan sebesar 38 persen," ujarnya, saat dikonfirmasi, Rabu (30/3/2022).

Kelemahan itu seringkali dimanfaatkan. Namun masalahnya adalah ada antusias yang besar untuk mendapat keuntungan yang besar dan cepat. Walau sudah sering terjadi, tapi masih sering terulang.

"Artinya antusiasme jauh lebih besar, ketimbang kekhawatiran terhadap risiko yang memang karena lemah literasi, sehingga sering abaikan atas risiko ini," sambungnya.

Disisi lain jelasnya, pengawasan juga cenderung lamban, sehingga sudah keburu ramai dan banyak korban baru ketahuan dan ditanggapi. Apalagi dengan digitalisasi aspek legalitas sering tidak terakses oleh masyarakat.

"Tapi kegiatan investasi ini tidak memengaruhi aktivitas ekonomi. Karena uang tetap beredar," kata Akademisi itu.

Sementara Pengamat Ekonomi dari Center For Urban and Regional Studies (CURS), Erwin Octavianto menyampaikan, para investor ini dari awal harus mengetahui mana trading yang legal dan yang ilegal. Hal ini tentu penting dan mudah diketahui.

"Jadi kalau kita mau menggunakan investasi legal itu pasti ada semacam saran. Artinya perbedaan antara investasi yang ilegal dan non ilegal ini sangat jelas. Apa namanya dari aspek jaminan, kenyamanan dan keamanan dalam berinvestasi atau melakukan kegiatan trading tersebut, sehingga uangnya juga terjamin," ucapnya.

Akan tetapi kata Erwin, memang ini balik lagi karena investasi legal itu tidak serta merta menjanjikan pendapatan yang besar dan secara tiba-tiba bisa naik sampai dua tiga kali lipat dalam waktu yang singkat, model investasi legal yang memang bisa diperhitungkan secara analisa.

"Tapi kalau misalnya investasi ilegal itu kan lebih ke judi. Dimana kalau misalnya judi, mau pasang berapa misalnya memang lagi untung-untungan satu berbanding sekian gitu, tapi kalau dia menang mendapatkan keberuntungan gitu. Tapi kalo misalnya tidak beruntung maka ya kalah," sebut Erwin.

Lanjutnya, sebagian besar investasi ilegal ini biasanya sudah di setting model trading nya. Mungkin, di awal-awal akan ada keuntungan sekian-sekian, namun di akhir atau di waktu- waktu tertentu dihabiskan.

"Nah ini sama dengan dirugikan dalam tanda kutip dirugikan secara mendadak. Sehingga membuat masyarakat kaget dan bingung mau ngapain lagi dan gak bisa dicairkan, karena ada hal-hal tertentu yang ternyata disyaratkan tidak bisa tercairkan gara-gara A B C dan lainnya," ungkapnya.

"Maka ini yang kemudian harus dihindari investor dalam berinvestasi. Jadi menghindari resiko yang tidak wajar, yang tidak normal, itu juga menjadi hal yang harus dipertimbangkan," sambungnya.

Dalam hal ini tegasnya, peran pemerintah juga harus tegas untuk melarang beberapa situs-situs atau browser atau trading yang beredar secara umum, yang diperkirakan akan memberi dampak negatif terhadap investasi di sebuah negara tersebut.

"Jangan hanya kita menyebut itu ilegal kemudian pemerintah tidak melarangnya atau tidak menutupnya, maka hal-hal seperti ini akan selalu terjadi. Ya hampir sama lah seperti kasus si Indra Kenz dan sebagainya itu," ujar dia.

Padahal memang setahun dua tahun sebelumnya, Indra Kenz itu sudah memberikan warning atau peringatan kepada investornya bahwa ini ilegal bahwa ini hampir mirip dengan judi. Ini hanya pilihannya hanya beberapa opsi pilihan saja, kalau dalam bertrading. Jadi kalau misalnya sekali keputusan bisa untung bisa rugi.

"Padahal di dalamnya juga ada permainan tradingnya juga gitu ya. Pada saat ramai membeli tiba-tiba investor dijatuhkan harganya lalu gak bisa dijual gitu. Kemudian pas dia dijual kemudian harganya dinaikkan lagi. Pas lagi dibeli diturunkan lagi. Artinya investor rugi dan malah aviliator tersebut atau yang membuat robot treding tersebut malah untung gitu," ungkapnya.

Oleh karenanya, ini menjadi pelajaran berharga buat para investor khususnya investor muda, karena ini kemanyakan milenial. (*)