Merajut Asa di Atas Tumpukan Pasir

Sepidah bersama rekannya saat mengisi pasir ke truk di tambang Pekon (Desa) Kerang, Kecamatan Batu Brak. Foto: Echa/kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Lampung Barat - Dalam menjalani kehidupan tentu tidak ada yang ingin mengalami hidup susah dan berlelah-lelah bekerja mencari nafkah.
Namun karena keadaan, beberapa orang harus rela banting tulang mencari rupiah agar bisa bertahan hidup ditengah kerasnya himpitan ekonomi. Bukan hanya mencukupi kebutuhan, bahkan mencukupi kebutuhan diri sendiri pun sangatlah susah.
Terkadang apa pun dilakukan agar bisa menghasilkan rupiah tidak pilah pilih, apa pun pekerjaan selagi itu halal dan membawa berkah akan di kerjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang kian hari kian susah.
Seperti yang ada di Pekon (Desa) Kerang Kecamatan Batu Brak, yang mayoritas masyarakat nya menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai kuli angkut di tambang pasir. Sebab selain bertani tidak ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan oleh masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pria, wanita, tua, muda banyak yang bekerja menjadi kuli untuk sekedar mendapatkan uang jajan hingga demi mencukupi kebutuhan untuk bisa tetap makan sehari-hari.
Bahkan disana banyak sekali lansia yang sudah tidak seharusnya bekerja menjadi kuli masih terlihat kuat mencari rejeki di atas tumpukan pasir yang menjadi salah satu kebutuhan dasar bangunan itu.
Pekerjaan seorang kuli angkut umumnya dilakukan oleh laki-laki dengan fisik dan mental yang masih kuat agar pekerjaan berat yang dilakukan bisa cepat selesai, namun lain halnya yang ada di desa tersebut kakek dengan umur memasuki kepala tujuh pun masih kuat menjadi kuli angkut.
Seperti yang dijalani oleh Sepidah (67) seorang wanita lansia warga Pekon (Desa) Kerang, Kecamatan Batu Brak di usianya yang sudah tidak lagi muda, nenek dengan 1 orang anak tersebut masih tetap bersemangat dalam mencari nafkah dengan menjadi kuli angkut pasir di tambang pasir yang ada di Desa setempat.
Dengan tubuh renta nya setiap pagi pukul 08:00 WIB dia harus berjalan dari rumah nya yang masih sangat sederhana menuju tambang pasir yang berjarak kurang lebih setengah kilometer, dengan membawa sebuah sekop tua yang selalu menemaninya dalam menjalankan aktivitas sehari-hari di tambang pasir tempat ia bersama warga lainnya mencari nafkah.
Dia mengaku sudah bekerja sebagai kuli angkut pasir selama puluhan tahun, banyak pahit manis kehidupan yang telah ia lalui, selain menjadi kuli Sepidah juga merupakan seorang petani kopi bersama suaminya.
Namun di saat musim panen telah berakhir ia menjadikan kuli angkut sebagai pekerjaan utamanya bersama suaminya karena hasil panen kopi yang ia dapat tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Sepidah menceritakan bahwa upah nya dalam mengangkut pasir tidak lah banyak, dalam satu kubik pasir yang di angkut dirinya bersama warga lain, hanya diberikan upah sebesar Rp10.000 di bagi banyak nya warga yang ikut mengangkut pasir tersebut, semakin banyak pasir yang di angkut semakin banyak upah yang didapat.
"Kalau misalnya orang 5 yang muat (Ngangkut) pasirnya di bagi saja Rp10000 bagi 5 berarti kita masing-masing hanya dapat Rp2000 per kubiknya, biasanya satu dump truk itu muatan nya 4 kubik jadi Rp40000 di bagi 5 jadi Rp8000 sekali muat tidak banyak tetapi harus tetap di syukuri masih ada pemasukan setiap harinya," katanya, saat ditemui kupastuntas.co, Senin (1/8/2022).
Dirinya mengaku dalam sekali angkut biasanya membutuhkan waktu sekitar 30 hingga 40 menit. Dalam sehari Sepidah mengatakan maksimal bisa membawa pulang uang sebanyak Rp50.000 jika mobil sedang ramai, namun jika mobil sedang sepi biasanya hanya membawa uang Rp10.000 hingga Rp15.000 bahkan seringkali tidak mendapat uang karena tidak ada mobil yang masuk dalam sehari.
Dengan tubuh rentanya terlihat sekop demi sekop ia ayunkan tumpukan pasir ke dalam bak mobil secara perlahan. Sesekali ia berhenti untuk menghela sebab tenaga nya tidak lagi cukup kuat untuk menyaingi tenaga warga lain yang masih terlihat gesit dan kuat untuk mengangkut pasir.
Bekerja menjadi seorang kuli memiliki risiko yang cukup besar sebab beban berat yang harus di pikul untuk mengangkut pasir ke mobil membuat badan kerap kali terasa sakit.
Ia menceritakan pernah ada warga yang mengalami patah tulang tertimpa pintu belakang dump truk karena tidak sengaja terlepas bahkan ada yang pernah meninggal dunia karena kelelahan saat sedang mengangkut pasir.
"Tetapi kalau kita hati-hati dan selalu berdoa sebelum bekerja insyaallah kita akan selalu di lindungi oleh Allah, karena setiap pekerjaan tentu memiliki resikonya masing-masing tinggal bagaimana kita mensyukurinya dan menjalankan sesuai dengan kemampuan kita dan yang penting berdoa," ucapnya
Hidup bersama suami, anak dan kedua cucunya Sepidah tak pernah mengeluh tentang kehidupannya saat ini. Sebab ia merasa senang dan bahagia menjalani kehidupannya sekarang, sebab di usianya yang sudah tidak lagi muda ia masih diberikan semangat yang luar biasa untuk tetap mencari rejeki meskipun suami, anak dan cucunya kerap kali melarang nya untuk melakukan aktivitas beresiko tersebut.
"Sering dilarang sama suami, anak-anak, cucu sudah tidak usah bekerja lagi kata mereka tinggal saja dirumah tetapi karena kita dari dulu kan senang bekerja tidak betah kalau hanya diam saja dirumah jadi tidak apa-apa lah saya tetap bekerja agar badan saya juga sehat jika banyak gerak," katanya, dengan raut wajah lelah.
Meskipun semangatnya dalam mencari kebutuhan dunia masih sangat membara Sepidah tidak melupakan kewajiban akhiratnya, ketika adzan Dzhur berkumandang ia segera beranjak dari tambang pasir dengan berjalan kaki untuk pulang menunaikan kewajiban nya sebagai seorang muslim.
"Urusan dunia bukan yang utama, urusan akhirat yang harus kita utamakan apa lagi seperti saya umur sudah tua tidak lagi penting urusan dunia karena bekal kita di akhirat bukan uang tetapi amal baik kita dalam menjalankan perintahnya," ujarnya, saat memberi nasehat seraya meninggalkan tambang. (*)
Video KUPAS TV : Pemuda Dusun Asal Lampung Selatan Ciptakan Motor Elektronik
'Berita Lainnya
-
Nanda-Antonius Komitmen Bangun Pesawaran Lebih Maju dan Sejahtera
Minggu, 18 Mei 2025 -
Punya Riwayat Gangguan Jiwa, Jenazah Pendaki Tewas di Puncak Gunung Pesagi Dijemput Keluarga
Jumat, 16 Mei 2025 -
Terungkap, Pendaki Meninggal di Gunung Pesagi Lampung Barat Warga Tanggamus
Jumat, 16 Mei 2025 -
Permintaan Hewan Kurban di Lampung Barat Meningkat Jelang Idul Adha 2025
Jumat, 16 Mei 2025