Komnas PA Minta Jaksa Tinjau Kembali Tuntutan Kasus KDRT ASN di Lambar yang Dinilai Terlalu Ringan

Ketua Komnas Perlindungan Anak (KKPA) Provinsi Lampung Bidang Pemenuhan Hak Anak yang juga mejabat sebagai Direktur Lembaga Pemerhati Hak Perempuan dan Anak (LPHPA) Toni Fisher. Foto: Dok
Kupastuntas.co, Lampung Barat - Permasalahan terkait
tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Arta Dinata oknum ASN pelaku KDRT
yang hanya dituntut 8 bulan dinilai tidak memberikan keadilan bagi korban,
permasalahan tersebut kini masih terus bergulir dan mendapat respon dari
berbagai pihak.
Bahkan permasalahan yang dinilai tidak berkeadilan itu turut
di soroti oleh Ketua Komnas Perlindungan Anak (KKPA) Provinsi Lampung Bidang
Pemenuhan Hak Anak yang juga mejabat sebagai Direktur Lembaga Pemerhati Hak
Perempuan dan Anak (LPHPA) Toni Fisher.
Menurutnya sebagai lembaga yang fokus terhadap pemenuhan hak perempuan dan anak terutama bagi korban kekerasan pihaknya merasa sangat kecewa dengan tuntutan yang hanya 8 bulan tersebut bahkan pihaknya menilai penegakan hukum untuk kasus KDRT masih sangat rendah dan dianggap tidak penting.
BACA JUGA: Kejari
Lambar Beberkan Alasan JPU Tuntut 8 Bulan Oknum ASN Pelaku KDRT
"Terkait pertimbangan yang di sampaikan oleh pihak JPU
yang menyatakan bahwa pihak terdakwa sudah meminta maaf agar tidak menjadi
alasan utama sehingga bisa meringankan perbuatan terdakwa, jaksa harus melihat
juga latar belakang peristiwa tersebut seperti apa hingga korban mendapat
penderitaan yang sangat tidak manusiawi," katanya.
Sebab menurutnya persoalan ada pernyataan memaafkan di saat
persidangan, jangan menjadi alasan meringankan dalam proses penegakan hukum
KDRT. Jika hal tersebut terus dilakukan dirinya meyakini bahwa kepercayaan
masyarakat atas implementasi dan penegakan hukum makin berkurang bahkan tidak
di percaya dan pasti akan ada pelaku yang lain.
"Apa jadinya nasib para perempuan di Lampung Barat atau
para istri disana bila penegakan hukum kasus KDRT sedemikian adanya. Oleh sebab
itu semoga menjadi bahan perhatian bagi penegak hukum dan terutama jaksa yang
sedang menangani kasus ini dan juga menjadi perhatian utama juga bagi Pemda
Lampung Barat," ujarnya.
Iya juga meminta kepada JPU untuk meninjau kembali tuntutan yang telah diberikan untuk memenuhi azas keadilan yang berpihak kepada korban, sehingga nantinya bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat umum jika ada permasalahan yang sama.
BACA JUGA: Tuntutan
8 Bulan Oknum ASN Pelaku KDRT di Lambar Dinilai Ciderai Keadilan Korban
"Penegakan kasusnya tidak main-main, dan saya yakin
pasti menimbulkan kepercayaan masyarakat kepada penegak hukum makin tinggi,
juga bisa menjadi salah satu model dari pencegahan kekerasan yang salah satunya
adalah serius nya penegakan hukum untuk para korban KDRT," ujarnya.
Selanjutnya, dirinya pun sangat berharap perjalanan kasus
ini harus terus menjadi perhatian dari pemerintah daerah Lampung Barat, karena
korban adalah warga masyarakat nya dan ini juga menjadi salah satu indikator
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah daerah.
Terpisah pihak kuasa hukum korban Hilda Rina S.H.,M.H
mengatakan bahwa banyak perkara di persidangan yang pihak terdakwa meminta maaf
terhadap korban dan korban memaafkan tetapi terkadang bukan menjadi
pertimbangan JPU dalam melaksanakan tuntutan.
"Apakah hanya karena korban sudah memaafkan jadi JPU
hanya menuntut 8 bulan? dimana keadilan untuk korban, berarti perkara KDRT
dengan terdakwa Arta ini bisa dijadikan runtutan hukum untuk perkara KDRT
berikutnya, korban sudah jelas menderita secara fisik dan psikis dan ada
buktinya," kata Hilda.
Bukti tersebut bahkan tertuang dalam hasil Asesment dari
Psikolog, Hilda menerangkan korban memang telah memaafkan tetapi tidak untuk
proses hukumnya sehingga pihaknya akan tetap membuat laporan ke Kejaksaan Agung
mengenai tuntutan dari JPU yang dinilai sangat rendah terhadap terdakwa.
"Sebagai pembanding perkara Roni yang menganiaya istri
sirinya pakai KUHP aja 3 tahun tuntutan nya. Ini lex spesialis kok JPU hanya dituntut
8 bulan kan aneh ini sebenarnya ada apa?, jika seperti itu untuk kedepan hanya
dengan meminta maaf kepada korban JPU langsung dapat menuntut rendah terhadap
terdakwa KDRT," tegasnya.
"Dan juga Arta ini minta maaf buka inisiatifnya tapi di karenakan hakim yg bertanya. Itu pun terdakwa nya masih sempat berpikir untuk minta maaf terhadap korban. Jadi harus dibedakan perdamaian dan permintaan maaf," pungkasnya. (*)
Video KUPAS TV : Gubernur Papua Jadi Tersangka Korupsi
Berita Lainnya
-
Nanda-Antonius Komitmen Bangun Pesawaran Lebih Maju dan Sejahtera
Minggu, 18 Mei 2025 -
Punya Riwayat Gangguan Jiwa, Jenazah Pendaki Tewas di Puncak Gunung Pesagi Dijemput Keluarga
Jumat, 16 Mei 2025 -
Terungkap, Pendaki Meninggal di Gunung Pesagi Lampung Barat Warga Tanggamus
Jumat, 16 Mei 2025 -
Permintaan Hewan Kurban di Lampung Barat Meningkat Jelang Idul Adha 2025
Jumat, 16 Mei 2025