• Kamis, 25 April 2024

Kisah Prof Irwan Dekan FP Unila, dari Balap Liar Sampai Jadi Guru Besar

Rabu, 30 November 2022 - 21.10 WIB
2.7k

Guru Besar sekaligus Dekan Fakultas Pertanian Unila, Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa. M.Si saat diwawancarai di ruangannya. Foto: Muhaimin/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Siapa sangka, Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa. M.Si atau akrab disapa Prof Irwan, yang saat ini merupakan salah satu guru besar sekaligus Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung (Unila), pada masa mudanya pernah mengikuti balap liar.

Bila mengingat masa lalunya, pria kelahiran Jakarta, 20 Oktober 1961 ini tidak pernah terbayang kalau dirinya akan menjadi seorang profesor seperti sekarang ini.

Bahkan, untuk sampai pada tahap melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi saja di luar jangkauan pikirannya.

Ia menceritakan bagaimana pergaulannya pada masa sekolah di Jakarta tepatnya terjadi pada tahun 70-an.

Semasa SMA, Prof Irwan bukan termasuk siswa berprestasi, ia kerap membolos jika guru yang mengajar mata pelajaran di kelas tidak disukainya.

"Dulu di terminal Bus Lapangan Banteng kita tempat nongkrongnya sama teman-teman," katanya, Rabu (30/11).

Sambil duduk santai di ruangan Dekan Fakultas Pertanian Unila, Ia menceritakan dirinya sering sekali melakukan aksi kebut-kebutan di jalanan.

Hal tersebut sudah menjadi kegiatan rutin bahkan sampai bisa dikatakan sangat sering melakukan kebut-kebutan di jalan raya.

"Kalau sudah malam minggu knalpot kita ganti yang gede itu kan suaranya biar seru jadinya kalo suaranya gede untuk balapan," ujarnya.

Sambil sedikit tertawa ia menyampaikan kalau dirinya sampai sering mengalami kecelakaan dan bahkan pernah terjun ke sungai Ciliwung.

Tidak hanya itu saja, dirinya juga pernah menggelinding dari atas jembatan Tomang Raya dikarenakan rantai dari sepeda motornya yang putus saat sedang kebut-kebutan di jalan raya.

Orangtua Prof Irwan bukan tidak menegur perilakunya itu, tetapi karena kehidupan Jakarta yang keras maka nasehat kedua orang tuanya pun tidak mempan.

Karena perilaku liarnya tersebut Prof Irwan tidak pernah menyandang prestasi yang membanggakan di masa sekolahnya dulu.

Namun, beruntunglah setelah tamat SMA Prof Irwan tunduk dan patuh pada kemauan kedua orangtuanya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.

"Lanjut kuliah tapi kamu jangan di Jakarta," ucap Prof Irwan sambil menirukan perkataan orang tuanya.

Orang tua Prof Irwan menaruh harapan besar agar anak pertamanya ini kelak akan menjadi seorang sarjana yang patut dicontoh oleh keempat orang adiknya.

Menurut Prof Irwan, latar belakang pendidikan kedua orangtuanya telah mendorong dirinya untuk dapat mengenyam pendidikan tinggi.

Ayahnya sempat merasakan bangku kuliah di Universitas Indonesia (UI) namun terpaksa berhenti karena keterbatasan biaya, sedangkan ibunya hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Kedua orang tuanya lalu memilih profesi berwirausaha di Jakarta dan lambat laun ekonomi keluarga pun mulai membaik.

Berkat dorongan orang tua ia kemudian memutuskan kuliah dengan pilihan UI dan IPB (Institute Pertanian Bogor) tapi sayang ia gagal di kedua kampus favoritnya tersebut.

Akhirnya Prof Irwan memilih Universitas Lampung (Unila) yang bukan merupakan pilihan utama (perintis III) sebagai pilihan selanjutnya.

Prof Irwan ingin melanjutkan kuliah di kampung halaman sang ibu yaitu Universitas Sriwijaya, tapi mengingat Jakarta ke Lampung lebih dekat maka dia memutuskan lebih memilih Lampung daripada Palembang.

Pada tahun 1980 Prof Irwan berkuliah di Universitas Lampung tepatnya di Fakultas Pertanian.

Irwan sempat tinggal bersama sepupunya selama satu tahun, tapi kemudian memilih menjadi anak kosan ketika dirasa sudah bisa berdaptasi dengan lingkungan barunya.

Hidup sendiri tanpa orang tua memberikan kesadaran baru bagi seorang Irwan muda, dia merasa sangat beruntung dipertemukan dengan teman- teman yang baik sehingga ia ketular menjadi orang baik pula dengan aktif di kelompok belajar dan kegiatan organisasi kampus.

Bagi Prof Irwan, berteman dengan anak-anak yang agamis telah membuat dirinya menjadi sosok yang jauh lebih baik dibandingkan masa-masa sekolahnya dulu.

"Kalau saya bergaul di lingkungan yang tidak baik, pasti saya paling tidak baik. Jadi beruntung saya kuliah di FP Unila memiliki teman-teman dan lingkungan yang baik," terangnya.

Meskipun di tengah kesibukan kuliah, Prof Irwan masih bisa aktif di organisai kampus dan dia pernah menjabat ketua Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) Fakultas Pertanian dan Ketua I Watala FP Unila, nilai akademiknya terbilang baik yaitu mendapatkan 3 terbaik di setiap tingkatan.

Tak heran ketika lulus sarjana pria berusia 61 tahun ini memperoleh predikat lulusan terbaik Fakultas Pertanian pada tahun 1985.

Baru menyandang gelar sarjana, Prof Irwan langsung mendapatkan tawaran sebagai tenaga pengajar di Universitas Lampung, saat itu banyak tawaran dari kantor pemerintahan dan perusahaan swasta namun ia memilih menjadi dosen di FP Unila.

Menurut Prof Irwan, menjadi seorang dosen memiliki banyak kesempatan untuk melanjutkan pendidikan. Selain itu, ia lebih menyukai pekerjaan yang dinamis dan tidak monoton.

Setelah satu tahun mengajar, pada tahun 1986 surat keputusan (SK) PNS Prof Irwan sebagai dosen keluar, empat (4) tahun berselang ia kembali melanjutkan pendidikan melalui beasisswa TMPD di IPB yang dulunya (S-1) ia tidak diterima, dan akhirnya la lulus S-2 tahun 1994 dengan memperoleh penghargaan lulusan terbaik dengan IPK 4,0.

Meskipun sudah berkuliah tidak menyurutkan hobinya untuk kebut-kebutan dijalan raya. Bahkan, dirinya sampai kecelakaan di Bundaran Gajah, Tanjung Karang, Bandar Lampung.

"Itu karena seneng ngebut, saya kecelakaan disitu (Bundaran Gajah) sampai tulang iga saya bengkok," imbuhnya.

Meski begitu, ia mengakui sampai saat ini jika membawa motor di jalan raya dirinya masih suka kebut-kebutan.

"Masih sering saya kalo bawa motor di jalan raya itu kebut-kebutan. Makanya motor saya tinggal disini (Fakultas Pertanian Unila)," jelasnya.

Motor tersebut hanya dipergunakan untuk kegiatan di dalam kampus saja tidak untuk keluar kampus.

Prof. Irwan sendiri dikukuhkan menjadi guru besar pada tahun 2009. Dimana saat itu Unila masih dipimpin oleh Prof. Muhajir. (*)