Adu Perspektif, Mau Sistem Pemilu Proporsional Tertutup atau Terbuka

Suasana diskusi dengan tema "Kontroversi Sistem Pemilihan Dalam Pemilu Di Indonesia" di Cafe Lamban Gunung Kota Bandar Lampung. Foto: Yudha/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar
Lampung - Diskusi adu perspektif soal sistem pemilihan umum (Pemilu) proporsional
tertutup dan terbuka digelar di Cafe Lamban Gunung Kota Bandar Lampung yang
diselenggarakan oleh Komunitas Ruang Demokrasi (Rudem), Senin (5/6/2023).
Kegiatan itu mengangkat tema "Kontroversi Sistem Pemilihan
Dalam Pemilu Di Indonesia" dengan narasumber yaitu Akademisi Hukum
Universitas Lampung (Unila) Budiyono, Akademisi FISIP Unila Nanang Trenggono,
serta pengasuh Komunitas Rudem Wendy Melfa.
Dalam pemaparanya, Budiyono berpendapat bahwa dalam UUD 1945
menjelaskan bahwa Presiden, DPR RI, DPD RI dan DPRD dipilih oleh rakyat bukan
partai politik, sehingga selayaknya pemilu di lakukan secara terbuka.
"Belum saatnya perubahan sistem pemilu, seharusnya kita
tidak berpolemik lagi, yang mendekati dengan kedaulatan rakyat adalah pemilu
terbuka," tegasnya.
Saat ini menurut Budiyono, proses tahapan pemilu 2024 tengah
berlangsung sehingga apabila dilakukan perubahan sistem pemilu tentunya akan
menimbulkan situasi politik yang menghangat.
"Apalagi kalau para Bacaleg menuntut secara perdata
atas kerugiaan yang didapatkan atas perubahan sistem pemilu menjadi tertutup,
MK adalah penjaga negara bukan kepala negara, kalau ini sampai terjadi MK
artinya melampaui dari kewenanganya," imbuhnya.
Menurutnya, untuk situasi saat ini sistem pemilu yang paling
tepat adalah sistem pemilu terbuka bukan sistem pemilu tertutup.
"Dulu putusan MK itu menjadi diskusi nenarik karena ada
ide baru, kalau saat ini putusannya mudah ditebak," ucapnya.
Sementara Nanang Trenggono yang juga merupakan eks Ketua KPU
Lampung menilai sistem pemilu terbuka maupun tertutup memiliki keunggulan dan
kelemahaan masing-masing.
"Saya melihat dalam perspektif pragmatis tentang
kebermanfaatannya, kalau tertutup itu adanya stabilitas politik, karena sejak
penetapan calon presiden itu sudah banyak laporan-laporan," ucapnya.
Sehingga menurutnya, sistem pemilu tertutup akan
memungkinkan adanya penurunan pelanggaran kode etik oleh penyelenggara sebab
tidak adanya intervensi dari perseorangan.
Wendy Melfa dalam pemaparannya mengatakan, apapun keputusan
MK terhadap sistem pemilu diharuskan dapat mengakomodir kepentingan 18 partai
politik peserta pemilu, tidak menguntungkan pada suatu kelompok tertentu.
"Ini sangat menghawatirkan atas stabilitas politik yang
menghangat, oleh karena itu kita berharap putusan MK harus bernuansa keadilan
bagi partai yang ingin terbuka dan partai yang ingin tertutup," tukasnya.
Ia juga sepakat bahwa sistem pemilu tertutup dan terbuka
yang pernah dilakukan di Indonesia kedua memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing.
"Saya sepakat bahwa open legal policy bahwa MK punya
kewenangan melakukan judicial review undang-undang, kewenangan ini yang
menjadikan perjalanan pemilu 2024 berdinamika," ucapnya.
"Dunia politik Indonesia menjadi galau apabila tahapan
sudah berjalan, ada judicial review yang putusannya akan memberikan konsekuensi
kecuali putusannya tetap tidak berubah," tutupnya. (*)
Berita Lainnya
-
Rahayu Saraswati Mundur dari DPR RI Usai Pernyataannya Soal Anak Muda Viral di Media Sosial
Kamis, 11 September 2025 -
Korupsi Kepala Daerah di Lampung, Cermin Gagalnya Kaderisasi Parpol dan Mahalnya Biaya Politik
Senin, 08 September 2025 -
Sah! Hanan A Rozak Terpilih Aklamasi Jadi Ketua Golkar Lampung
Minggu, 31 Agustus 2025 -
Dikawal 15 DPD Golkar Kabupaten/Kota, Hanan A Rozak Daftar Calon Ketua Golkar Lampung
Sabtu, 30 Agustus 2025