Jokowi Buka Keran Ekspor Pasir Laut, Pemprov Lampung Mengaku Khawatir

Kepala Bidang Pengelolaan Ruang Laut, Sadariah. Foto: Echa/kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pemerintah Provinsi Lampung melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) mengaku ada rasa khawatir terkait terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo pada 15 Mei 2023 lalu.
Dalam aturan tersebut, pemerintah memperbolehkan pasir laut untuk diekspor. Hal ini diatur dalam dalam pasal 9 ayat Bab IV butir 2, pemanfaatan pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha dan ekspor.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Lampung Liza Derni, melalui Kepala Bidang Pengelolaan Ruang Laut, Sadariah mengatakan, pihaknya telah mendapatkan informasi terkait diterbitkan nya aturan tersebut, bahkan informasi tersebut sudah diketahui saat mengikuti Rakor Teknis di Jakarta beberapa waktu lalu.
"Sebenarnya ada kekhawatiran terhadap adanya peraturan tersebut, karena jelas dalam Perda kita Nomo 1 Tahun 2018 tentang RZWP3K tidak ada alokasi ruang untuk pertambangan dilaut, sementara aturan yang ada saat ini sangat bersebrangan dan bertolak belakang dengan Perda kita," kata Sadariah, saat dikonfirmasi, Senin (5/06/2023).
Baca juga : Dilarang Sejak 2007, Jokowi Terbitkan PP Izinkan Ekspor Pasir Laut
Sebab menurutnya, selama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah berkomitmen dan mempunyai 5 program prioritas diantaranya penangkapan ikan terukur, penambahan luasan kawasan konservasi, budidaya yang berkelanjutan, pembersihan sampah plastik laut dan pengawasan sumber daya laut.
"Karena Kementerian telah berkomitmen untuk menuju ekologi biru yaitu ekologi yang berkelanjutan dengan pengelolaan Pesisir yang mengedepan kan aspek ekologi nya yaitu pengelolaan yang berkelanjutan, jadi dengan lima program prioritas itu saja sudah bersebrangan dengan adanya PP yang ada saat ini," tambahnya.
Meskipun PP tersebut telah diterbitkan, namun hingga saat ini belum ada peraturan turunan yang dikeluarkan oleh Kementerian. Peraturan turunan yang dimaksud biasanya berupa PermenKP yang dikeluarkan oleh Kementerian Kaluatan dan Perikanan untuk diatur bagaimana formula dalam pelaksanaan dan teknisnya.
"Mudah-mudahan tidak berseberangan dengan Perda yang sudah kita buat. Kemudian apabila nanti turunan PermenKP yang dikeluarkan bertentangan dengan Perda yang ada kita akan berkoordinasi kembali dengan Kementerian," ujarnya.
Baca juga : Jokowi Izinkan Ekspor Pasir Laut, Dinilai Dapat Kacaukan Pengelolaan Wilayah Pesisir yang Berkelanjutan
Sebab lanjutnya, Perda yang ada saat ini sudah melalui persetujuan dari Kementerian, sementara di dalam Perda tersebut tidak ada alokasi sedimentasi pasir dan apabila ada pengusaha yang akan masuk harus ada regulasi kemana arah ruang zona yang akan dialokasikan untuk para penguasaha tersebut.
"Kabarnnya KKP akan membentuk tim khusus untuk melakukan kajian yang melibatkan lintas Kementerian baik Kementerian Lingkungan Hidup, TNI angkatan Laut dan pihak terkait lainnya, dimana mereka akan membuat kajian teknis dimana saja Peraturan itu bisa diterapkan dan diambil sedimentasinya dengan tenaga ahli yang mereka punya untuk turun ke masing-masing Provinsi," tambahnya.
Pada dasarnya Perda yang ada saat ini sudah mengakomodir untuk perlindungan ekosistem Pesisir dan Laut dengan tidak mengalokasikan penambangan di laut, karena dampak yang akan ditumbulkan akan berisiko cukup signifikan terhadap tangkapan nelayan, ekosistem dan Sumber Daya Alam, tetapi jika ada kebijakan dari pemerintah pusat tentu akan ditinjau kembali.
Terkait kegiatan ekspor Pasir di Lampung tambahnya, hingga saat ini aktivitas pengerukan tersebut tidak ada, sebab tidak ada ruang bagi pertambangan di laut Lampung.
Dirinya pun tidak mengetahui tujuan ekspor pasir laut tersebut sebab hal itu bukan menjadi kewenangan pihaknya melainkan kewenangan dari pihak Kementerian.
Sementara itu, ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Lampung, Bayu Witara mengungkapkan, dampak diterapkannya PP itu tergantung dari niat untuk mengaplikasikan di lapangan, dan pemerintah harus mengkaji ulang peraturan tersebut karena berhubungan dengan banyaknya biota laut yang akan terdampak.
"Jika pemerintah mengizinkan untuk melakukan ekspor pasir laut tentu nya pemerintah harus melibatkan seluruh elemen masyarakat sebelum menerapkan PP tersebut, khususnya nelayan agar pemerintah bisa mendengarkan keluhan atau masukan dari nelayan dalam mengambil suatu kebijakan," kata dia.
Jika nelayan banyak yang tidak setuju, artinya memang ada faktor-faktor yang menyebabkan nelayan keberatan. Sehingga pemerintah harus lebih bijak dalam menerbitkan sebuah peraturan terlebih jika erat hubungan nya dengan kepentingan masyarakat umum.
"Karena tidak semua peraturan bisa diterapkan di tengah masyarakat bawah, secara umum jika dampak dari PP tersebut bisa memberikan dampak positif dan tidak membuat gejolak ditengah masyarakat bawah khususnya di sektor perikanan kami tidak masalah," terangnya.
Pihaknya pun belum bisa memberikan komentar apakah nantinya dengan peraturan yang diterbitkan itu akan berdampak terhadap hasil tangkapan nelayan atau tidak, tetapi yang pasti apabila dengan adanya peraturan itu menimbulkan gejolak dan banyak nelayan yang tidak setuju pihaknya pun akan secara tegas menolak itu.
"Karena jika nelayannya oke-oke saja tentu kami juga tidak melarang, tetapi ketika memang nelayan banyak yang tidak setuju, saya akan berpihak ke nelayan itu dan saya akan tetap berjuang bersama teman-teman nelayan yang lain," tambahnya.
Ia menekankan bahwa jika aktivitas ekspor pasir laut tersebut nantinya memiliki dampak positif bagi masyarakat khususnya para nelayan maka pihaknya memastikan akan menolak secara tegas PP itu untuk diterapkan di masyarakat bawah.
"Sehingga kami berharap kepada pemerintah ketika memang akan menerapkan PP ada baiknya pemerintah aktif turun ke bawah untuk melakukan sosialisasi terlebih dahulu dan melakukan pendekatan persuasif terhadap masyarakat sehingga masyarakat akan memahami dan merasa dilibatkan dalam mengambil sebuah keputusan tetapi ketika memang masyarakat tidak setuju lebih baik jangan diterapkan," pungkasnya. (*)
Video KUPAS TV : Angkutan Online Menjamur, Penghasilan Angkot Kian Merosot
Berita Lainnya
-
Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Lampung Capai 396, KPAI Tekankan Kerja Kolaboratif Semua Elemen
Minggu, 06 Juli 2025 -
213 Ribu Warga Lampung Terima Program Makan Bergizi Gratis
Minggu, 06 Juli 2025 -
Peserta BPJS Kesehatan Gratis Ditanggung Pemprov Lampung Terus Berkurang, Ikut Bayar Iuran Peserta Mandiri Rp 7 Ribu per Bulan
Minggu, 06 Juli 2025 -
Topeng, Tarian dan Jejak Keratuan: Kala Lampung Berbicara Lewat Festival Krakatau
Minggu, 06 Juli 2025