Korupsi Retribusi Sampah Rp 6,9 Miliar, Sahriwansah Terancam Minimal 4 Tahun Penjara

Foto: Ilustrasi.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung, Sahriwansah didakwa menilep uang retribusi sampah sebesar Rp6.925.815.000. Modus yang dipakai adalah dengan membuat karcis tagihan palsu.
Sahriwansah bersama anak buahnya Haris Fadillah mantan Kabid Tata Lingkungan dan Hayati mantan Pembantu Bendahara Penerimaan DLH Bandar Lampung, menjalani sidang perdana berbarengan dalam perkara dugaan korupsi retribusi sampah DLH Bandar Lampung di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjung Karang, Kamis (8/6/2023).
Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Lingga Setiawan yang merupakan Ketua PN Tanjung Karang.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Sri Aprilinda Dani mengatakan ketiga terdakwa terlibat dalam kasus korupsi retribusi sampah di DLH Bandar Lampung selama TA 2019 sampai dengan 2021.
Ketiga terdakwa dinilai melakukan pemungutan retribusi pelayanan kebersihan di Kota Bandar Lampung tidak sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan. Selanjutnya, uang hasil pemungutan tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
Sri Aprilinda Dani mengatakan, asal mula dugaan korupsi retribusi sampah pada DLH Bandar Lampung muncul saat target retribusi sampah tidak tercapai. Tahun 2019, target retribusi sampah senilai Rp 12 miliar. Namun terealisasi Rp 6,9 miliar.
Tahun 2020 target Rp 15 miliar terealisasi Rp 7,1 miliar. Dan tahun 2021 target Rp 20 miliar dan terealisasi hanya Rp 8,2 miliar.
Saat itu, Sahriwansah memimpin rapat dengan seluruh UPT Kecamatan di Bandar Lampung, dan meminta kepada mereka untuk mendata seluruh objek potensi sampah di wilayahnya masing-masing.
Kemudian, terdakwa Haris Fadillah memerintahkan Hayati untuk datang ke CV Tawakal guna mencetak karcis tagihan sampah bulanan dan harian. Hayati memesan karcis sampah secara bertahap setiap tahunnya.
Padahal, perjanjian kerja dengan CV Tawakal hanya dibuat satu kali. Setiap karcis retribusi sampah diperforasi oleh Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Bandar Lampung sebagai bukti pembayaran retribusi sampah dan sebagai salah satu mekanisme pengendalian pendapatan dan pemungutan retribusi sampah.
"Bahwa dari jumlah karcis retribusi pelayanan persampahan yang di perforasi tersebut, ternyata tidak semuanya berasal dari karcis yang dicetak secara resmi oleh Dinas Lingkungan Hidup Bandar Lampung, sesuai kontrak di CV Tawakal. Namun terdapat karcis yang dicetak secara tidak resmi dengan tidak ada kontrak pengadaannya dengan CV Tawakal," kata jaksa Sri Aprilinda Dani.
Seharusnya lanjut JPU, seluruh karcis retribusi sampah yang telah diperforasi dikelola oleh bendahara barang DLH Bandar Lampung untuk dicatat proses keluar masuknya. Namun atas perintah Sahriwansah sebagian dikelola oleh Hayati tanpa dicatat proses keluar masuknya.
Ternyata, karcis retribusi sampah bulanan yang telah diperforasi oleh Hayati diserahkan kepada masing-masing penagih dari DLH dan UPT pengelolaan sampah di masing-masing kecamatan tanpa berita acara serah terima, dan hasil pemungutan atas perintah Sahriwansah tidak disetorkan ke kas daerah. "Namun digunakan untuk kepentingan pribadi," kata jaksa.
Sedangkan retribusi sampah bulanan dari UPT diserahkan kepada Hayati. Selain itu, uang setoran tersebut juga ternyata digunakan oleh kepala UPT untuk kepentingan masing-masing. Termasuk UPT menyerahkan langsung uang setoran retribusi sampah ke Sahriwansah.
Hayati menerima uang setoran retribusi sampah senilai Rp2,6 miliar tahun 2019 hingga 2021. Seharusnya uang setoran diserahkan oleh pemungut kepada Bendahara Penerimaan DLH.
Terdapat pemungutan retribusi pelayanan persampahan DLH Bandar Lampung dari tahun 2019 hingga 2021 yang disetorkan langsung oleh wajib retribusi ke rekening kas umum daerah.
"Namun karcis retribusi pelayanan persampahan tetap dikeluarkan, tapi tidak diterima oleh wajib retribusi tersebut yaitu sebesar Rp.4.299.000.000. Sehingga total kerugian negara berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara sebesar Rp 6.925.815.000,” kata jaksa.
Ia melanjutkan, Sahriwansah ternyata tidak melaksanakan kegiatan pendaftaran dan pendataan wajib retribusi, pembuatan buku induk wajib retribusi, penetapan Nomor Pokok Wajib Retribusi Daerah (NPWRD) dan penetapan retribusi melalui Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD).
DLH juga tidak memiliki data induk wajib retribusi, nomor pokok wajib retribusi daerah, surat ketetapan retribusi daerah sesuai dengan penetapan dari kepala dinas, sehingga tidak diketahui potensi pendapatan nyata dari hasil pemungutan. Serta terjadi tumpah tindih atau ketidakjelasan wilayah pemungutan retribusi serta besaran nilai retribusi yang harus dipungut.
Jaksa mendakwa Sahriwansah, Haris Fadillah dan Hayati dengan pasal 2 dan 3 juncto pasal 18 UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke KUHP dan pasal 64 KUHP. Ketiga terdakwa terancam hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Menanggapi surat dakwaan tersebut, terdakwa Sahriwansah menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi atau keberatan. "Kami tidak ajukan eksepsi Yang Mulia, nanti saja kita lihat di persidangan selanjutnya," ucap Penasihat Hukum Sahriwansah, Nanang Solihin.
Menurut Nanang Solihin, eksepsi tidak substansi. Substansi ada di dalam pledoi atau pembelaan. “Benar atau tidak benarnya nanti kita buktikan di fakta persidangan," katanya.
Ditanya kenapa alasan Sahriwansah menyelewengkan uang retribusi sampah, Nanang Solihin mengaku belum bisa menjawab. "Itu tidak bisa dibicarakan sekarang karena harus ada pembuktian dari keterangan saksi," katanya usai sidang.
Sebelumnya diberitakan, Sahriwansah telah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp2,69 miliar melalui penyidik Kejati Lampung. Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung, Hutamrin mengatakan, titipan kerugian negara sebesar Rp2,69 miliar tersebut untuk perkara korupsi retribusi sampah di DLH Bandar Lampung TA 2019-2021.
"Kami menerima penitipan uang dari tersangka Sahriwansah sebesar Rp2,69 miliar. Ini uang titipan kerugian negara, untuk jumlah pengembalian uang kerugian negara akan diputuskan di pengadilan nanti," kata Hutamrin, Senin (27/3/2023).
Ia mengungkapkan, Kejati Lampung sebelumnya juga telah menerima titipan kerugian negara dari pembantu bendahara penerima Hayati sebesar Rp108 juta dan Rp478 juta dari UPT lainnya.
"Sejauh ini total penitipan kerugian negara berjumlah Rp3,28 miliar. Jadi masih ada sisa Rp3 miliar lebih. Mudah-mudahan ada itikad baik dari yang lainnya," ucap Hutamrin. (*)
Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Jumat, 09 Juni 2023 dengan judul "Perkara Korupsi Retribusi Sampah DLH Bandar Lampung"
Berita Lainnya
-
Peneliti ITERA Temukan Senyawa dari Murbei Berpotensi Sebagai Obat Antikanker Serviks
Senin, 07 Juli 2025 -
Dukung Program Tiga Juta Rumah, Pemkot Bandar Lampung Bebaskan BPHTB untuk Warga Kurang Mampu
Senin, 07 Juli 2025 -
Tingkatkan PAD, Pemkot Bandar Lampung Tambah 300 Tapping Box
Senin, 07 Juli 2025 -
Penunjukan Firsada Jadi Komisaris Utama Bank Lampung Lewat Fit and Proper Test OJK
Senin, 07 Juli 2025