• Jumat, 18 Juli 2025

Soal Pembangunan Superblok, Walhi Sebut Ada Pelanggaran Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Kamis, 18 Januari 2024 - 08.12 WIB
216

Tampak pembangunan perumahan dan ruko (superblok) di eks hutan kota di pinggir kanan-kiri Jalan Soekarno-Hatta diduga telah melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Foto: Radar TV News

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung menyebut pembangunan perumahan dan ruko (superblok) di eks hutan kota di pinggir kanan-kiri Jalan Soekarno-Hatta telah melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Karena hingga kini belum memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri mengatakan, sejak dulu pihaknya sudah menolak adanya alih fungsi lahan hutan kota yang dilakukan oleh pihak swasta. Karena jumlah ruang terbuka hijau (RTH) di Bandar Lampung saat ini sangat minim.

“Adanya rencana pembangunan perumahan dan ruko di eks hutan kota oleh PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB) adalah sebuah kemunduran dalam paradigma pembangunan. Pemkot Bandar Lampung melihat kepentingan ekonomi atau bisnis di atas segalanya dengan mengesampingkan persoalan lingkungan hidup,” kata Irfan, Selasa (16/1/2024).

Ia mengungkapkan, proyek pembangunan tersebut akan menjadi salah satu potensi pengrusakan lingkungan hidup terutama untuk ruang terbuka hijau dan ini bisa menjadi bencana bagi warga sekitar.

"Bencana yang berpotensi besar terjadi adalah banjir dan polusi akibat adanya pembangunan di lahan bekas hutan kota itu," jelasnya.

Ia menyarankan kepada Pemkot Bandar Lampung menyegel lokasi tersebut agar tidak ada aktivitas lanjutan dan harus ada papan peringatan.

“Karena pembangunan itu belum ada izin lingkungannya termasuk Amdal. Dan ini adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kita juga minta pemkot untuk bisa mengupayakan agar tidak dibangun lagi," tegasnya.

Ia pun minta Pemkot bisa mengembalikan lahan tersebut menjadi taman hutan kota seperti sedia kala. Mengacu pada UU No. 32/2009 tersebut, dalam Pasal 22 ayat (1) disebutkan setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal.

Lalu, dalam Pasal 109 disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000 (tiga miliar rupiah).

Selain itu, dalam Pasal 91 ayat (1) juga disebutkan masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Organisasi peduli lingkungan lainnya, Mitra Bentala Lampung juga memprotes adanya peralihan lahan hutan kota menjadi pusat bisnis dengan dibangunnya perumahan dan ruko oleh PT HKKB.

Mitra Bentala menuding Pemkot Bandar Lampung tidak tegas menyikapi adanya pembangunan tersebut. Terlebih, pembangunan itu belum memiliki Amdal.

"Pemkot Bandar Lampung terkesan tidak tegas dari awal dengan adanya pembangunan perumahan dan ruko oleh PT HKKB di lokasi eks hutan kota itu,” kata Manajer Advokasi dan Kajian Mitra Bentala Lampung, Mashabi, Selasa (16/1/2024).

Mashabi mengatakan, ada dugaan pembiaran dari Pemkot sehingga aktivitas pembangunan perumahan dan ruko di eks hutan kota berjalan terus.

"Akibatnya tentu saja merusak lingkungan hidup, dan resapan air terganggu. Bisa dilihat saat ini jika hujan turun maka akan terjadi genangan dan banjir di wilayah pemukiman warga setempat," tegasnya.

Ia mengungkapkan, masyarakat setempat tentu kini tidak bisa hidup nyaman dan tenang dampak adanya pembangunan tersebut. “Saya menilai tidak tepat ada aktivitas pembangunan di eks hutan kota oleh pihak pengembang saat ini. PT HKKB diduga juga belum melakukan kajian-kajian lingkungan dan sosial kemasyarakatan,” ujarnya.

Ia berharap Pemkot bisa bertindak tegas untuk menghentikannya dan memberikan sanksi kepada pengembang sesuai aturan yang ada, termasuk memulihkan kembali keberadaan lahan penghijaun yang dulu pernah ada.

Sebelumnya diberitakan, masyarakat yang berada di Kelurahan Way Dadi, Way Dadi Baru, Kecamatan Sukarame, dan Way Halim Permai, Kecamatan Way Halim, Bandar Lampung, terancam mengalami tragedi kemanusiaan dengan adanya pembangunan perumahan dan ruko di eks hutan kota.

Ancaman tragedi kemanusiaan dimungkinan terjadi karena PT HKKB telah melakukan penebangan ratusan pohon di lahan hijau yang berada di Jalan Soekarno Hatta tersebut. Dampak penebangan pohon itu diperkirakan telah menghilangkan produksi oksigen sekitar 1.800 ton.

“Penebangan ratusan pohon di eks hutan kota itu akan sangat berdampak bagi kehidupan masyarakat sekitar. Karena dalam satu hektar kawasan penghijauan menghasilkan sedikitnya 200 ton oksigen yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Kalau saat ini ada 9 hektar lahan yang digunduli, berarti perusahaan itu telah menghilangkan produksi sekitar 1.800 ton oksigen,” kata pengamat lingkungan Universitas Lampung, Slamet Budi Yuwono, Selasa (16/1/2024).

Selain itu, lanjut Slamet, hilangnya ratusan pohon penghijauan di kawasan kiri-kanan flyover Sultan Agung-Korpri dan samping kanan serta depan Transmart Lampung itu juga mengakibatkan tidak terserapnya 4.500 ton CO2 (karbon dioksida).

“Karena dalam satu hektar pohon penghijauan itu punya kemampuan menyerap sebanyak 500 ton CO2. Polusi udara dari kendaraan bermotor yang lalu lalang atau aktivitas industri yang ada di sekitar wilayah itu saat ini tidak bisa lagi terserap. Masyarakat sekitar benar-benar terancam mengalami tragedi kemanusiaan akibat pembabatan kawasan ruang terbuka hijau tersebut,” jelasnya.

Menurutnya, keberadaan pohon-pohon yang telah berusia di atas 5 tahun di eks hutan kota yang kini sudah ditebang sangat penting bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Karena memiliki fungsi melindungi erosi, menyerap polutan, dan menghasilkan oksigen.

Slamet menerangkan, masyarakat mengalami kerugian materiil dan immateriil dengan dibabatnya eks hutan kota. Kerugian materiil bisa dihitung dengan dengan harga oksigen di rumah sakit.

“Kalau mau dikonversi ke rupiah untuk jumlah kerugian secara materiilnya, bisa dihitung dari harga oksigen di rumah sakit dikalikan dengan hilangnya pasokan 1.800 ton oksigen. Yang lebih parah adalah adalah kerugian immaterial, ini tidak bisa dihitung karena menyangkut kehidupan masyarakat,” paparnya.

Slamet mendukung sikap masyarakat sekitar yang menolak pembangunan perumahan dan ruko di eks hutan kota karena belum memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

“Saya mengapresiasi apa yang menjadi sikap masyarakat setempat. Karena memang aturannya begitu, sebuah perusahaan harus mengajukan Amdal sebelumnya melakukan kegiatan di lapangan. Harus ada izin lingkungan dulu, dalam hal ini Amdal, baru boleh ada kegiatan di lapangan. Jangan dibalik-balik,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, masyarakat setempat berhak mengajukan class action terutama terkait kejahatan lingkungan. Sehingga nantinya bisa terungkap siapa yang memberi izin lokasi, termasuk pemberi izin atau pelaku penebangan atas pohon penghijauan itu.

“Persoalan ini memang harus disikapi dengan serius, karena ruang terbuka hijau di Bandar Lampung sekarang memang sudah tidak sesuai ketentuan perundang-undangan yang mewajibkan setiap kabupaten/kota memiliki RTH 30 persen dari luas wilayahnya,” imbuhnya.

Ia menyesalkan sikap Pemkot Bandar Lampung yang semestinya memfasilitasi atau melindungi ruang terbuka hijau (RTH), ini justru membiarkan ruang terbuka hijau hancur.

Slamet mengaku, baru mengetahui adanya pembabatan kawasan ruang terbuka hijau di pinggir Jalan Soekarno Hatta, Way Halim, saat melintasi di kawasan tersebut.

“Saya kaget saat lewat daerah itu kok sudah gundul begini. Kemana ratusan pohon penghijauannya. Dahulukan wilayah itu termasuk ruang terbuka hijau. Saya sangat prihatin dengan peristiwa ini,” ungkapnya. (*)

Berita ini telah terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Kamis 18 Januari 2024 dengan judul “Walhi: Ada Pelanggaran Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup”