Soal Pembangunan Superblok, Walhi Sebut Ada Pelanggaran Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Tampak pembangunan perumahan dan ruko (superblok) di eks hutan kota di pinggir kanan-kiri Jalan Soekarno-Hatta diduga telah melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Foto: Radar TV News
Kupastuntas.co, Bandar
Lampung - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung menyebut pembangunan
perumahan dan ruko (superblok) di eks hutan kota di pinggir kanan-kiri Jalan
Soekarno-Hatta telah melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Karena hingga kini belum
memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Direktur Walhi Lampung,
Irfan Tri Musri mengatakan, sejak dulu pihaknya sudah menolak adanya alih
fungsi lahan hutan kota yang dilakukan oleh pihak swasta. Karena jumlah ruang
terbuka hijau (RTH) di Bandar Lampung saat ini sangat minim.
“Adanya rencana
pembangunan perumahan dan ruko di eks hutan kota oleh PT Hasil Karya Kita
Bersama (HKKB) adalah sebuah kemunduran dalam paradigma pembangunan. Pemkot
Bandar Lampung melihat kepentingan ekonomi atau bisnis di atas segalanya dengan
mengesampingkan persoalan lingkungan hidup,” kata Irfan, Selasa (16/1/2024).
Ia mengungkapkan, proyek
pembangunan tersebut akan menjadi salah satu potensi pengrusakan lingkungan
hidup terutama untuk ruang terbuka hijau dan ini bisa menjadi bencana bagi
warga sekitar.
"Bencana yang
berpotensi besar terjadi adalah banjir dan polusi akibat adanya pembangunan di
lahan bekas hutan kota itu," jelasnya.
Ia menyarankan kepada
Pemkot Bandar Lampung menyegel lokasi tersebut agar tidak ada aktivitas
lanjutan dan harus ada papan peringatan.
“Karena pembangunan itu
belum ada izin lingkungannya termasuk Amdal. Dan ini adalah pelanggaran
terhadap Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Kita juga minta pemkot untuk bisa mengupayakan agar tidak
dibangun lagi," tegasnya.
Ia pun minta Pemkot bisa
mengembalikan lahan tersebut menjadi taman hutan kota seperti sedia kala.
Mengacu pada UU No. 32/2009 tersebut, dalam Pasal 22 ayat (1) disebutkan setiap
usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki Amdal.
Lalu, dalam Pasal 109
disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa
memiliki izin lingkungan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun
dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000 (tiga miliar rupiah).
Selain itu, dalam
Pasal 91 ayat (1) juga disebutkan masyarakat berhak mengajukan gugatan
perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk
kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
Organisasi peduli
lingkungan lainnya, Mitra Bentala Lampung juga memprotes adanya peralihan lahan
hutan kota menjadi pusat bisnis dengan dibangunnya perumahan dan ruko oleh PT
HKKB.
Mitra Bentala menuding
Pemkot Bandar Lampung tidak tegas menyikapi adanya pembangunan tersebut.
Terlebih, pembangunan itu belum memiliki Amdal.
"Pemkot Bandar
Lampung terkesan tidak tegas dari awal dengan adanya pembangunan perumahan dan
ruko oleh PT HKKB di lokasi eks hutan kota itu,” kata Manajer Advokasi dan
Kajian Mitra Bentala Lampung, Mashabi, Selasa (16/1/2024).
Mashabi mengatakan, ada
dugaan pembiaran dari Pemkot sehingga aktivitas pembangunan perumahan dan ruko
di eks hutan kota berjalan terus.
"Akibatnya tentu
saja merusak lingkungan hidup, dan resapan air terganggu. Bisa dilihat saat ini
jika hujan turun maka akan terjadi genangan dan banjir di wilayah pemukiman
warga setempat," tegasnya.
Ia mengungkapkan,
masyarakat setempat tentu kini tidak bisa hidup nyaman dan tenang dampak adanya
pembangunan tersebut. “Saya menilai tidak tepat ada aktivitas pembangunan di
eks hutan kota oleh pihak pengembang saat ini. PT HKKB diduga juga belum
melakukan kajian-kajian lingkungan dan sosial kemasyarakatan,” ujarnya.
Ia berharap Pemkot bisa
bertindak tegas untuk menghentikannya dan memberikan sanksi kepada pengembang
sesuai aturan yang ada, termasuk memulihkan kembali keberadaan lahan penghijaun
yang dulu pernah ada.
Sebelumnya
diberitakan, masyarakat yang berada di Kelurahan Way Dadi, Way Dadi Baru,
Kecamatan Sukarame, dan Way Halim Permai, Kecamatan Way Halim, Bandar Lampung,
terancam mengalami tragedi kemanusiaan dengan adanya pembangunan perumahan dan
ruko di eks hutan kota.
Ancaman tragedi
kemanusiaan dimungkinan terjadi karena PT HKKB telah melakukan penebangan
ratusan pohon di lahan hijau yang berada di Jalan Soekarno Hatta tersebut.
Dampak penebangan pohon itu diperkirakan telah menghilangkan produksi oksigen
sekitar 1.800 ton.
“Penebangan ratusan
pohon di eks hutan kota itu akan sangat berdampak bagi kehidupan masyarakat
sekitar. Karena dalam satu hektar kawasan penghijauan menghasilkan sedikitnya
200 ton oksigen yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Kalau saat ini ada 9
hektar lahan yang digunduli, berarti perusahaan itu telah menghilangkan
produksi sekitar 1.800 ton oksigen,” kata pengamat lingkungan Universitas
Lampung, Slamet Budi Yuwono, Selasa (16/1/2024).
Selain itu, lanjut
Slamet, hilangnya ratusan pohon penghijauan di kawasan kiri-kanan flyover
Sultan Agung-Korpri dan samping kanan serta depan Transmart Lampung itu juga
mengakibatkan tidak terserapnya 4.500 ton CO2 (karbon dioksida).
“Karena dalam satu
hektar pohon penghijauan itu punya kemampuan menyerap sebanyak 500 ton CO2.
Polusi udara dari kendaraan bermotor yang lalu lalang atau aktivitas industri
yang ada di sekitar wilayah itu saat ini tidak bisa lagi terserap. Masyarakat
sekitar benar-benar terancam mengalami tragedi kemanusiaan akibat pembabatan
kawasan ruang terbuka hijau tersebut,” jelasnya.
Menurutnya, keberadaan
pohon-pohon yang telah berusia di atas 5 tahun di eks hutan kota yang kini
sudah ditebang sangat penting bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Karena
memiliki fungsi melindungi erosi, menyerap polutan, dan menghasilkan oksigen.
Slamet menerangkan,
masyarakat mengalami kerugian materiil dan immateriil dengan dibabatnya eks
hutan kota. Kerugian materiil bisa dihitung dengan dengan harga oksigen di
rumah sakit.
“Kalau mau dikonversi
ke rupiah untuk jumlah kerugian secara materiilnya, bisa dihitung dari harga
oksigen di rumah sakit dikalikan dengan hilangnya pasokan 1.800 ton oksigen.
Yang lebih parah adalah adalah kerugian immaterial, ini tidak bisa dihitung karena
menyangkut kehidupan masyarakat,” paparnya.
Slamet mendukung sikap
masyarakat sekitar yang menolak pembangunan perumahan dan ruko di eks hutan
kota karena belum memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).
“Saya mengapresiasi
apa yang menjadi sikap masyarakat setempat. Karena memang aturannya begitu,
sebuah perusahaan harus mengajukan Amdal sebelumnya melakukan kegiatan di
lapangan. Harus ada izin lingkungan dulu, dalam hal ini Amdal, baru boleh ada
kegiatan di lapangan. Jangan dibalik-balik,” ujarnya.
Ia mengungkapkan,
masyarakat setempat berhak mengajukan class action terutama terkait kejahatan
lingkungan. Sehingga nantinya bisa terungkap siapa yang memberi izin lokasi,
termasuk pemberi izin atau pelaku penebangan atas pohon penghijauan itu.
“Persoalan ini memang
harus disikapi dengan serius, karena ruang terbuka hijau di Bandar Lampung
sekarang memang sudah tidak sesuai ketentuan perundang-undangan yang mewajibkan
setiap kabupaten/kota memiliki RTH 30 persen dari luas wilayahnya,” imbuhnya.
Ia menyesalkan sikap
Pemkot Bandar Lampung yang semestinya memfasilitasi atau melindungi ruang
terbuka hijau (RTH), ini justru membiarkan ruang terbuka hijau hancur.
Slamet mengaku, baru
mengetahui adanya pembabatan kawasan ruang terbuka hijau di pinggir Jalan
Soekarno Hatta, Way Halim, saat melintasi di kawasan tersebut.
“Saya kaget saat lewat
daerah itu kok sudah gundul begini. Kemana ratusan pohon penghijauannya.
Dahulukan wilayah itu termasuk ruang terbuka hijau. Saya sangat prihatin dengan
peristiwa ini,” ungkapnya. (*)
Berita ini telah
terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Kamis 18 Januari 2024 dengan judul “Walhi: Ada Pelanggaran
Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup”
Berita Lainnya
-
Prodi Magister Ekonomi Syariah UIN RIL Raih Akreditasi Unggul
Jumat, 18 Juli 2025 -
Gubernur Lampung Siapkan Insentif Rp35 Miliar untuk Daerah Berprestasi
Jumat, 18 Juli 2025 -
KAI Tanjungkarang Terima 13 Lokomotif Baru dari Amerika untuk Dukung Angkutan Barang
Jumat, 18 Juli 2025 -
Disdikbud Lampung: SMA Siger Sekolah Swasta, Penunjukan Kepala Sekolah dan Guru Diserahkan ke Yayasan
Jumat, 18 Juli 2025