• Selasa, 01 Juli 2025

Sepanjang Tahun 2023, 872 Perempuan dan Anak di Lampung Jadi Korban Kekerasan

Selasa, 20 Februari 2024 - 15.37 WIB
424

Ilustrasi

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Lampung mencatat, sepanjang tahun 2023 terdapat 786 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan jumlah korban 872 orang.

Kepala Dinas PPPA Provinsi Lampung, Fitrianita Damhuri mengatakan jika, laporan kasus tersebut berdasarkan rilis yang diupdate pada Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) milik Kementerian PPPA.

"Untuk jumlah korban kekerasan pada perempuan dan anak ada peningkatan setiap tahunnya. Dimana 2020 ada 485 korban, tahun 2021 ada 753 korban, tahun 2022 ada 664 korban dan tahun 2023 ada 872 korban," kata Fitrianita saat dimintai keterangan, Selasa (20/2/2024).

Sementara itu ,untuk jumlah kasusnya sendiri pada tahun 2020 ada 406 kasus, tahun 2021 ada 681 kasus, tahun 2022 mengalami penurunan menjadi 600 kasus dan pada tahun 2023 kembali mengalami kenaikan menjadi 786 kasus.

"Semakin padat jumlah penduduk pada suatu daerah maka jumlah kasusnya semakin banyak. Begitu juga sebaliknya, kalau jumlah penduduk nya tidak banyak maka jumlah kasusnya juga minim," jelasnya.

Fitri merincikan, jika pada tahun 2023 kemarin, jumlah kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak tersebar merata disemua daerah. Seperti di Bandar Lampung terdapat 125 kasus dengan jumlah korban 140 orang.

Kemudian Lampung Selatan ada 124 kasus dengan jumlah korban 127 orang, Lampung Tengah 100 kasus dengan jumlah korban 102 orang, Lampung Timur 69 kasus dengan jumlah korban 76 orang, Lampung Utara 61 kasus dengan jumlah korban 75 orang.

"Selanjutnya Tulangbawang Barat ada 60 kasus dengan jumlah korban 70 orang, Way Kanan 47 kasus dengan jumlah korban 48 orang, Pesisir Barat 38 kasus dengan jumlah korban 47 orang, Tanggamus 35 kasus dengan jumlah korban 43 orang," ungkapnya.

Dilanjutkan, Pesawaran ada 35 kasus dengan jumlah korban 43 orang, Tulang Bawang 25 kasus dengan jumlah korban 29 orang, Pringsewu 21 kasus dengan jumlah korban 23 orang.

Kemudian Metro 18 kasus dengan jumlah korban 20 orang, Mesuji 16 kasus dengan jumlah korban 17 orang dan Lampung Barat ada 12 kasus dengan jumlah korban 12 orang.

"Sementara itu presentase untuk jumlah korban berdasarkan pendidikan sebesar 51,1 persen terjadi pada jenjang SLTA, kemudian 8,4 persen perguruan tinggi, 11,7 persen PAUD, 4,5 persen SD dan 23,3 persen SLTP," imbuhnya.

Kemudian untuk presentase jumlah korban sendiri berdasarkan dengan bentuk kekerasannya sebesar 58,9 persen adalah kekerasan seksual, 16,4 persen kekerasan psikis, 17,7 persen kekerasan fisik dan 3,5 persen kekerasan lainnya.

"Untuk jumlah korban berdasarkan usia, 51 persen berusia antara 13 sampai 17 tahun, 8,4 persen berusia antara 18 sampai 24 tahun, 11,7 persen berusia antara 25 sampai 44 tahun, 23,3 persen berusia antara 6 sampai 12 tahun dan 4,5 persen berusia kurang dari 6 tahun," paparnya.

Untuk jumlah pelaku sendiri berdasarkan hubungan dengan korban, ada orang tua 46, keluarga atau saudara 59, suami atau istri 65, tetangga 88, pacar atau teman 254, guru 19, majikan 4, rekan kerja 3, lainnya 119 dan NA 168.

"Untuk jumlah kasus sendiri berdasarkan tempat kejadian itu berada di rumah tangga 525, tempat kerja 4, lainnya 151, sekolah 91, fasilitas umum 93 dan lembaga pendidikan kilat ada 8," kata Fitri.

Fitri memaparkan, jika dilihat dari sisi positif, adanya peningkatan jumlah kasus tersebut merupakan salah satu keberhasilan pihak nya dalam memaksimalkan keberadaan UPTD PPPA di seluruh kabupaten/kota.

"Jadi dua tahun yang lalu Provinsi Lampung ini termasuk provinsi yang pertama di seluruh kabupaten dan kota nya terbentuk UPTD PPPA. Secara bertahap kita memaksimalkan ketersediaan sarpras, kemudian ketersediaan tenaga dan dari sisi jangkauan serta pendampingan korban," tuturnya.

Selain itu di Desa Siger juga sudah memiliki kader sapa yang di harapkan bisa menjadi perpanjangan tangan pemerintah saat memberikan pendampingan kepada para korban.

"Jadi mereka adalah kader yang berasal dari masyarakat yang harapan nya dia yang bisa pertama kali melihat. Karena kalau UPTD dia tempat nya di kabupaten/kota kalau kader sapa ini yang bisa tahu situasi lingkungan nya," sebutnya.

Pada kesempatan tersebut, ia juga menjelaskan, jika pihak nya menargetkan 100 persen korban kekerasan di Lampung mendapatkan pendampingan baik dari pemerintah maupun dari lembaga masyarakat.

"Setiap tahun pasti ada PR kasus yang belum selesai, tapi kalau terdampingi target kita emang 100 persen kasus terdampingi. Jadi proses pendampingan itu  tidak hanya pemerintah daerah saja tapi ada juga lembaga masyarakat yang ikut mendampingi," pungkasnya. (*)

Editor :