• Selasa, 01 Juli 2025

Tiga Pengamat Unila dan UBL Desak APH Usut Pemotongan Dana TPS di Lambar

Rabu, 21 Februari 2024 - 15.07 WIB
1.5k

Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Tiga Pengamat Hukum dari Universitas Lampung dan Universitas Bandar Lampung meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung Barat dan Aparat Penegak Hukum (APH) mengusut dugaan pemotongan biaya operasional Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dilakukan Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kelurahan Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit, Lampung Barat.

Hal itu disampaikan oleh Pengamat Hukum Universitas Lampung (Unila), Yusdianto saat di hubungi Kupastuntas.co, ia mengatakan, bahwa apapun pungutan tanpa ada ketentuannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum.

"Sehingga pungutan yang tidak ada sandaran hukumnya tidak ada regulasinya, masuk ke dalam wilayah pelanggaran hukum salah satunya adalah pungli (Pungutan liar)," kata Yusdianto saat dimintai tanggapan melalui Whatsapp, Rabu (21/02/2024).

Yusdianto berharap, kepada pihak penyelenggara (KPU) untuk dapat menelusuri terkait dugaan pemotongan yang tidak ada ketentuan tersebut.

"Perlu kita dorong juga supaya dalam hal ini koordinator divisi yang bersangkutan dapat menindaklanjuti informasi yang beredar dan mengambil tindakan sesuai ketentuan yang ada," ujarnya.

Yusdianto menerangkan, dengan adanya peristiwa pungutan diluar dari ketentuan itu, tidak hanya masuk keranah pungli, bisa juga masuk ke tindak pidana korupsi yaitu mengkorupkan sesuatu yang bukan haknya.

"Terlebih lagi peristiwa seperti ini sangat kotor dan tidak bisa kita biarkan, apalagi dalam proses yang sangat menyita energi, menyita waktu dan mengorbankan semuanya," tuturnya.

Ia juga menegaskan, perbuatan tersebut tidak dapat di toleransi, pihak-pihak yang terlibat harus bertanggung jawab untuk mengembalikan kepada pihak yang wajib menerima anggaran tersebut.

Hal senada juga disampaikan oleh Pengamat hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Rifandy Ritonga menjelaskan, bahwa tidak ada namanya kesepakatan bersama untuk hal yang benar-benar melanggar hukum, terlebih peruntukan anggaran sudah jelas dan wajib diberikan semua.

"Jika dugaan ini benar ini sebuah kejahatan. Kita berharap APH untuk bergerak cepat, dan anggota KPPS juga bisa melaporkan dugaan tersebut kepada APH," kata Rifandy.

Lebih lanjut, Pengamat hukum UBL, Zainuddin juga menerangkan, bahwa secara normatif masalah pungli tersebut diatur dalam UU pemberantasan tindak pidana korupsi Pasal 12 huruf e yakni UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001. Yaitu menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri

"Ini masuk kategori pungli dan diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00," kata Zainuddin.

Diketahui sebelumnya, sejumlah anggota Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) mengeluhkan adanya dugaan pemotongan biaya operasional Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dilakukan oleh anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS).

Dugaan pemotongan biaya operasional itu muncul setelah salah satu anggota KPPS di Kelurahan Way Mengaku, kecamatan Balik Bukit buka suara. Biaya operasional yang seharusnya sebesar 4,3 juta hanya diterima 3,1 juta.

Sedangkan di Kelurahan Way Mengaku sendiri setidaknya ada 21 TPS yang menyelenggarakan Pemilu beberapa waktu lalu, jika dihitung setiap TPS dilakukan pemotongan 1,2 juta dikali 21 TPS saja angka nya sudah mencapai 25 juta lebih. (*)

Editor :