• Selasa, 30 September 2025

Kadapi Didakwa Terlibat Perdagangan Narkotika Jaringan Internasional Fredy Pratama

Selasa, 20 Agustus 2024 - 13.53 WIB
121

Kadapi, seorang narapidana yang saat ini menjalani hukuman di Lapas Narkotika Banyuasin, Sumatera Selatan saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kadapi, seorang narapidana yang saat ini menjalani hukuman di Lapas Narkotika Banyuasin, Sumatera Selatan, didakwa terlibat dalam jaringan perdagangan narkotika berskala besar yang dipimpin oleh Fredy Pratama.

Pengadilan Negeri Tanjungkarang menggelar persidangan pada Senin (19/8/2024) dengan agenda pembacaan dakwaan terhadap Kadapi, yang merupakan suami dari selebgram asal Palembang, Adelia Putri Salma.

Perkara ini juga menyeret beberapa nama lainnya, termasuk Muhammad Nazwar Syamsu alias Letto, Hendra Yainal Mahdar, Muhammad Rivaldo Milianri Gozal Silondae, Fajar Reskianto, dan Angga Alfianza, yang masing-masing diadili dalam berkas terpisah.

Selain itu, Fredy Pratama alias The Secret alias Mojopahit alias Air Bag alias Koko Malaysia alias Miming, yang kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) berdasarkan Nomor: DPO/71/VI/2023/DITRESNARKOBA, juga disebut sebagai salah satu dalang utama dalam jaringan ini.

Menurut dakwaan Nomor 723/Pid.Sus/2024/PN Tjk, Jaksa Penuntut Umum Eka Aftarini menjelaskan bahwa perkara ini bermula pada awal Januari 2023.

Hendra Yainal Mahdar, yang juga berada di Lapas Narkotika Banyuasin, menghubungi Kadapi untuk mencari pembeli narkotika jenis sabu.

Komunikasi awal dilakukan melalui aplikasi BBM oleh Muhammad Nazwar Syamsu alias Letto, yang kemudian menghubungkan Hendra dengan Muhammad Rivaldo, anggota jaringan narkotika.

"Jadi Terdakwa Kadapi berperan sebagai penyedia uang jaminan yang diperlukan untuk melanjutkan transaksi, kemudian terdakwa juga berperan sebagai orang yang menghubungi pembeli yakni Debi (DPO), sekaligus berperan sebagai pengelola keuangan serta pengaturan distribusi narkotika jenis sabu tersebut," kata penuntut umum Eka Aftarini, dalam dakwaannya.

Dalam komunikasi tersebut, Kadapi diminta untuk menyiapkan uang jaminan sebesar Rp500 juta agar bisa mendapatkan pasokan sabu.

Kadapi kemudian mencari pembeli di Palembang dan berhasil mengamankan dana tersebut. Uang itu dikirimkan ke rekening yang diberikan oleh Muhammad Rivaldo, yang kemudian digunakan untuk mendapatkan 35 kilogram sabu dari Malaysia.

Sabu tersebut kemudian diselundupkan ke Indonesia melalui jalur laut menuju Tembilahan, Riau, dan didistribusikan ke berbagai pihak. Dari total 35 kilogram sabu, 10 kilogram di antaranya diberikan kepada Kadapi dan dijual di Palembang.

Kasus ini terungkap setelah Satreskrim Polda Lampung menangkap beberapa anggota jaringan tersebut, termasuk Fajar Reskianto dan Angga Alfianza, yang tertangkap membawa 21 kilogram sabu dari Lampung ke Jakarta.

Atas perbuatannya, Kadapi didakwa melanggar Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau pidana mati.

Proses hukum masih berlangsung di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, dan kasus ini terus menjadi sorotan publik mengingat skalanya yang besar dan keterlibatan jaringan internasional. (*)