• Selasa, 30 September 2025

Pakar Hukum: Keputusan Baleg DPR RI Atas Putusan MK Adalah Pembangkangan Konstitusi

Rabu, 21 Agustus 2024 - 14.47 WIB
490

Pakar Hukum dari Universitas Lampung, Muhtadi. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengadakan rapat Panitia Kerja (Panja) untuk membahas revisi Undang-Undang Pilkada di gedung parlemen Jakarta pada Rabu, (21/8/2024).

Salah satu hasil rapat ini adalah kesepakatan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat partai politik dalam mengusung calon kepala daerah hanya berlaku bagi partai yang tidak memiliki kursi di DPRD.

Panja ini juga membahas usulan perubahan substansi Pasal 40 dalam UU Pilkada setelah keluarnya putusan MK tersebut.

Menanggapi keputusan ini, Pakar Hukum dari Universitas Lampung, Muhtadi, menyatakan bahwa tindakan Baleg DPR RI merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi.

"Pengaturan yang dibuat DPR RI dengan memperlakukan perbedaan antara partai di parlemen dan yang tidak ada di parlemen adalah bentuk pembangkangan terhadap kedaulatan konstitusi," tegas Muhtadi pada Rabu, (21/8/2024).

Baca juga : Baleg DPR Sepakat Syarat Minimal Usia Cagub-Cawagub Ikut Putusan MA, Bukan Putusan MK

Ia menambahkan bahwa tindakan ini bertentangan dengan prinsip konstitusi yang telah disepakati saat penyusunan UUD 1945, di mana Mahkamah Konstitusi dibentuk sebagai penjaga konstitusi untuk memastikan penyelenggaraan negara berjalan sesuai dengan konstitusi.

Muhtadi juga menyoroti bahwa keputusan Baleg DPR RI yang menyatakan bahwa putusan MK Nomor 60 hanya berlaku bagi partai non-parlemen adalah semata-mata tafsir politik.

"DPR hanya memberikan tafsir politik saja. Putusan Nomor 60 secara terang dan detail menuliskan ambang batas pemilih di daerah untuk mengajukan calon kepala daerah, tanpa membedakan apakah partainya memiliki kursi di parlemen atau tidak," jelasnya.

Ia menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat (final and binding) sejak dibacakan, serta berlaku bagi semua pihak, termasuk lembaga negara. Putusan MK adalah satu-satunya interpretasi konstitusional yang memiliki daya ikat.

"Putusan MK tidak dapat dibatalkan oleh upaya hukum lain atau oleh penerbitan UU yang menolak isi putusan tersebut. Putusan MK adalah putusan tingkat pertama dan terakhir dalam pengujian UU serta tiga kewenangan lainnya," tegas Muhtadi.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Lampung, Budiyono, menekankan bahwa putusan MK harus dijalankan.

Menurutnya, keputusan Baleg yang hanya menerapkan putusan tersebut bagi partai non-parlemen bisa dianggap sebagai pelanggaran undang-undang.

"Jika putusan MK tidak dilaksanakan, hal ini bisa mengakibatkan pilkada dinyatakan tidak sah. Sesuai dengan pertimbangan dalam putusan MK, ini bisa dikatakan sebagai pelanggaran UUD 1945," ujar Budiyono.

Budiyono menambahkan bahwa putusan MK sudah sangat jelas, sehingga Baleg seharusnya tidak perlu membuat keputusan lain seperti yang dilakukan hari ini.

"Putusan MK sudah jelas dan tegas, jadi tinggal dilaksanakan saja," pungkas Budiyono. (*)