• Sabtu, 05 Juli 2025

Pengamat Dorong Pembentukan Peradilan Khusus Agraria Atasi Sengketa Hutan Register

Rabu, 15 Januari 2025 - 14.37 WIB
61

Pengamat Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Lampung, M. Iwan Satriawan. Foto: Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pengamat Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Lampung, M. Iwan Satriawan, mendorong dibentuknya lembaga peradilan khusus agraria.

Menurutnya, dengan dibentuknya lembaga tersebut, akan mengatasi permasalahan konflik pengelolaan hutan register di Indonesia, termasuk Lampung, baik konflik perusahaan swasta, masyarakat, hukum adat, maupun pemerintah.

"Dari sisi regulasi harus diperbaiki, di sisi penegakan hukumnya harus dibuatkan lembaga khusus. Harus dilakukan penataan ulang terkait mana hutan milik negara, milik perusahaan, dan milik rakyat, karena selama ini data kita jelek sehingga selalu menimbulkan sengketa," ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (15/1/2025).

"Ketika saling klaim antara perusahaan dan rakyat atau adat terkait hutan, harus dibentuk tim khusus oleh Kementerian Agraria untuk menyelesaikan hal tersebut. Kalau perlu, dibentuk peradilan khusus sengketa agraria," sambungnya.

Dengan dibentuknya lembaga Peradilan Khusus Agraria, lanjutnya, segala permasalahan pengelolaan hutan dan tanah dapat diselesaikan oleh lembaga tersebut.

"Semua akan diselesaikan di lembaga peradilan agraria. Selama ini, kita selalu pakai peradilan umum, sehingga kalau masyarakat mengelola register, dianggap pidana karena mengambil atau mengelola barang yang bukan haknya. Sedangkan kalau perusahaan, hanya dikenai sanksi administratif dan denda," bebernya.

Menurutnya, sanksi yang diberikan oleh lembaga peradilan khusus agraria kemungkinan akan lebih besar jika dibandingkan dengan peradilan umum.

"Karena kan badan hukum, sanksinya kalau tidak dibekukan izinnya dalam artian dicabut ya didenda. Sedangkan pengurusnya bisa dipidana. Namun jarang sekali. Lebih banyak sanksi administratif," bebernya.

Menurutnya, dengan adanya lembaga ini akan lebih fokus menyelesaikan konflik agraria di Indonesia.

"Lembaga ini lebih fokus, karena lembaga ini hanya diberi tugas untuk menyelesaikan sengketa agraria di seluruh Indonesia," jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, sebanyak 12 hutan register di Provinsi Lampung kini sebagian besar sudah diduduki warga, dan sebagian lagi menjadi hutan produksi yang dikelola beberapa perusahaan.

Informasi dihimpun Kupastuntas.co, kawasan hutan lindung di Provinsi Lampung ini kemudian dibagi menjadi 12 hutan register meliputi Hutan Register 18 di Pesawaran, Hutan Register 42 di Way Kanan, Hutan Register 44 di Tulangbawang Barat dan Way Kanan, Hutan Register 45 di Mesuji, dan Hutan Register 46 di Way Kanan.

Selanjutnya, Hutan Register 40 di Lampung Selatan, Hutan Register 38 Gunung Balak di Lampung Timur, Hutan Register 47 dan Hutan Register 08 di Lampung Tengah, Hutan Register 22 di Pringsewu, Hutan Register 19 Gunung Betung di Pesawaran, dan Hutan Register 39 di Tanggamus.

Sayangnya, saat ini sebagian besar 12 hutan register ini sudah diduduki dan dikelola warga, serta sebagian lagi dikelola perusahaan menjadi hutan produksi.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung, Irfan Tri Musri menegaskan, sebanyak 12 hutan register di Provinsi Lampung kini sebagian besar sudah diduduki dan dikelola oleh warga. Sedangkan sebagian lainnya berubah menjadi hutan produksi yang dikelola perusahaan.

"Kerusakan ini bukan fenomena baru, melainkan telah berlangsung selama puluhan tahun," tegas Irfan. (*)