• Senin, 19 Mei 2025

Istri Anggota DPRD Metro Dipolisikan Karena Diduga Sebar Hoaks Perselingkuhan Suami

Senin, 19 Mei 2025 - 16.19 WIB
205

Anggota LSM GMBI Wilter Lampung saat melaporkan dugaan penyebaran informasi hoaks oleh istri anggota DPRD Kota Metro ke Mapolda Lampung. Foto: Dok.GMBI Wilter Lampung

Kupastuntas.co, Metro - Jagat politik Kota Metro kembali diguncang skandal yang menyeret nama istri salah satu anggota legislatif. Asmara Dewi alias AD, istri sah dari Deswan alias DN, anggota DPRD Kota Metro dari Fraksi Partai NasDem sekaligus Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD, resmi dilaporkan ke Polda Lampung.

Tuduhannya tidak main-main. Ia diduga menyebarkan laporan palsu dan berita bohong alias hoaks yang dinilai menimbulkan keonaran di tengah masyarakat. Laporan tersebut dilayangkan oleh LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Wilayah Teritorial (Wilter) Lampung, Senin (19/5/2025).

Kadiv Humas LSM GMBI Wilter Lampung, Imausah, menegaskan bahwa tindakan hukum harus segera diambil agar tidak menjadi preseden buruk bagi penegakan etika dan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif di Kota Metro.

Dalam rilisnya kepada media, Imausah menyitir sejumlah pasal dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Di antaranya, Pasal 14 ayat (1) dan (2) UU No. 1 Tahun 1946 yang menyatakan bahwa siapa pun yang dengan sengaja menyebarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran di tengah masyarakat dapat dipidana hingga 10 tahun penjara.

Ia juga merujuk pada revisi UU ITE, Pasal 28 ayat (3) jo. Pasal 45A ayat (3), yang menyebutkan bahwa penyebaran informasi elektronik yang bersifat hoaks dan menimbulkan keresahan dapat dihukum maksimal 6 tahun penjara dan/atau denda Rp1 miliar. Tak hanya itu, ia juga mengutip Pasal 390 KUHP tentang penipuan melalui penyebaran berita palsu demi keuntungan pribadi.

“Unsur delik yang kami lihat sangat terang benderang. Apalagi ini menyangkut nama baik lembaga DPRD, yang dalam beberapa hari terakhir dijadikan bahan olok-olokan publik gara-gara isu yang ternyata berujung pada penarikan laporan,” ujar Imausah saat dikonfirmasi awak media, Senin (19/5/2025).

Ia membeberkan bahwa pengaduan awal dilayangkan oleh Asmara Dewi pada 5 Mei 2025. Ia secara resmi menyurati Badan Kehormatan DPRD Metro dengan tudingan bahwa suaminya, DN, menjalin hubungan di luar kewajaran dengan RH, yang juga disebut-sebut sebagai pimpinan DPRD. Surat tersebut diterima langsung oleh Sekretaris DPRD, Ade Erwinsyah.

“Besoknya, 6 Mei 2025, laporan tersebut sudah menjadi konsumsi media massa. Wakil Ketua BK DPRD Metro, Wasis Riadi, dalam keterangan resminya menyatakan bahwa laporan telah diterima dan sedang dikaji. Asmara Dewi bahkan disebut melampirkan bukti percakapan WhatsApp antara DN dan RH yang menggambarkan kedekatan mereka sejak 2021,” jelasnya.

Ledakan isu pun tak terbendung. Media lokal, grup WhatsApp warga, hingga kolom komentar di Facebook ramai memperdebatkan kasus ini. Nama-nama politisi yang sebelumnya tak terdengar, tiba-tiba jadi sorotan publik—penuh ejekan dan kekecewaan.

“Namun puncaknya muncul saat berita pencabutan laporan tersebar pada 7 Mei 2025. Melalui perwakilan keluarga, Asmara Dewi menyatakan menarik kembali laporan tersebut dari BK DPRD tanpa penjelasan rinci. Keesokan harinya, 8 Mei 2025, pernyataan pencabutan dibenarkan melalui konferensi pers resmi oleh jajaran BK,” terang Imausah.

“Pencabutan sepihak tanpa penjelasan substansial setelah menciptakan kegaduhan besar adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab. Ini berpotensi sebagai rekayasa informasi atau fitnah publik yang digunakan untuk tujuan tertentu,” imbuhnya.

Ia mendesak Polda Lampung untuk turun tangan secara langsung. Imausah menegaskan bahwa laporan mereka dilengkapi dengan dokumen dan tautan berita dari media daring yang memuat kronologi tudingan hingga pencabutan laporan. Langkah hukum diambil agar isu ini tidak berakhir di meja lobi politik atau dalam kesepakatan senyap di balik gedung dewan.

“Kami menilai ini bukan sekadar urusan rumah tangga, tetapi menyangkut integritas lembaga DPRD dan kepercayaan publik. Harus dibuka secara terang benderang. Jika terbukti bohong, ini adalah bentuk penyesatan opini publik yang berbahaya,” tegasnya.

Aktivis pro-rakyat itu juga menilai kasus ini sarat dengan aroma konflik internal politik. Ia menyoroti lemahnya penegakan kode etik di tubuh DPRD Metro yang memungkinkan isu personal mencemari institusi. Ia bahkan menyarankan pembentukan tim investigasi independen atau audit etik terhadap pihak-pihak yang terlibat.

“Ada dua yang jadi korban di sini. Pertama, institusi DPRD sendiri, dan kedua adalah publik Kota Metro yang terus disuguhi drama tanpa akhir, tanpa penuntasan,” ujar Imausah.

Sementara itu, warga di media sosial menumpahkan kegeraman mereka atas drama yang dianggap memalukan dan mencoreng marwah DPRD.

“Kalau tidak benar, kenapa lapor? Kalau benar, kenapa dicabut? Ini pelecehan terhadap rasa keadilan publik,” tulis salah satu warganet dalam unggahan yang viral.

Kasus ini juga menjadi pelajaran penting bahwa hoaks tidak selalu berasal dari media anonim atau buzzer liar. Ketika aktornya adalah orang dekat kekuasaan, efeknya justru bisa lebih destruktif. Kepercayaan masyarakat dapat runtuh seketika.

GMBI dan masyarakat sipil kini menanti sikap tegas aparat penegak hukum. Mereka tidak ingin kasus ini menguap begitu saja, apalagi jika ada indikasi bahwa laporan palsu digunakan sebagai alat tekanan politik atau bentuk persaingan kekuasaan di tubuh legislatif.

Satu hal yang pasti: publik tidak akan diam. Dan Kota Metro kini menanti apakah kebenaran akan ditegakkan, atau kembali dikubur oleh kepentingan elite. (*)