• Jumat, 23 Mei 2025

Pedagang Kompak Tolak Penggunaan Tapping Box, DPRD Lambar Minta Pemda Lakukan Pendekatan Persuasif

Jumat, 23 Mei 2025 - 14.57 WIB
377

Anggota DPRD Lampung Barat Fraksi PDI Perjuangan, Ahmad Ali Akbar. Foto: Echa/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Barat - Polemik pemasangan alat perekam transaksi atau Tapping Box oleh Pemerintah Lampung Barat di Kecamatan Balik Bukit mendapat sorotan tajam. Sejumlah pelaku usaha yang tergabung dalam Persatuan Pedagang Kuliner Balik Bukit (PPKBB) menyatakan penolakan terhadap kebijakan tersebut.

Mereka bahkan mengancam akan mengerahkan hingga 300 orang untuk melakukan aksi jika pemerintah daerah tetap memaksakan penggunaan alat tersebut di tempat usaha mereka. Penolakan ini mencerminkan keresahan para pelaku usaha terhadap kebijakan yang dinilai belum disosialisasikan secara maksimal dan menyeluruh.

Para pedagang menganggap penerapan Tapping Box berpotensi menurunkan jumlah pelanggan serta belum ada kejelasan terhadap sistem retribusi yang selama ini sudah mereka jalankan. Menanggapi situasi ini, anggota DPRD Lampung Barat Fraksi PDI Perjuangan, Ahmad Ali Akbar, mengimbau pemerintah daerah untuk tidak mengambil langkah represif.

Ia menyarankan agar pendekatan persuasif dan komunikatif menjadi prioritas utama sebelum kebijakan ini diterapkan lebih lanjut. "Penolakan ini, kalau ditelaah dari pernyataan para pelaku usaha, sebenarnya mencerminkan adanya beberapa persoalan yang belum diselesaikan secara tuntas," ujar Ahmad Ali Akbar saat dikonfirmasi, Jumat (23/5/2025).

Menurut Akbar, persoalan pertama yang muncul adalah ketakutan pelaku usaha kehilangan pelanggan. Hal ini terjadi karena pemasangan Tapping Box belum merata di seluruh tempat usaha. Para pelaku usaha khawatir, pelanggan akan berpindah ke tempat usaha lain.

“Kekhawatiran itu wajar. Artinya, pemasangan Tapping Box harus dilakukan secara adil dan menyeluruh, agar tidak menimbulkan kesenjangan antar pelaku usaha,” terangnya.

Persoalan kedua, lanjutnya, adalah pernyataan sebagian pedagang yang mengancam akan melakukan perlawanan. Ini menunjukkan bahwa OPD terkait belum memberikan penjelasan yang jelas dan terbuka terkait maksud, tujuan, dan mekanisme penggunaan Tapping Box.

“Sosialisasi harusnya dilakukan secara komprehensif. Tidak hanya menjelaskan teknis penggunaan, tapi juga menyampaikan manfaat, dampak, dan bagaimana peran serta pelaku usaha dalam sistem baru ini,” ujarnya.

Ia juga menyoroti adanya pengakuan dari pelaku usaha bahwa mereka selama ini sudah membayar retribusi secara rutin. Menurutnya, hal ini perlu diinvestigasi lebih lanjut oleh pemerintah daerah, terutama untuk mengetahui ke mana dan bagaimana alur pembayaran tersebut berlangsung selama ini.

“Kalau mereka merasa sudah bayar, maka perlu ada kejelasan. Di mana mereka membayar, siapa yang menerima, dan apakah sudah masuk ke kas daerah atau belum. Ini penting agar tidak terjadi miskomunikasi dan kesalahpahaman,” tegas politisi tersebut.

Akbar menyatakan upaya pendekatan persuasif merupakan kunci keberhasilan implementasi kebijakan ini. Ia yakin jika pemerintah daerah melalui OPD terkait melakukan komunikasi yang baik, disertai edukasi yang tepat, maka pelaku usaha akan menerima dan memahami kebijakan tersebut.

“Ini bukan soal menolak perubahan, tapi bagaimana kita menyampaikan perubahan itu dengan cara yang tepat. Jika dilakukan dengan bijak, saya yakin penerapan Tapping Box bisa berjalan efektif dan diterima masyarakat,” pungkasnya. (*)