• Jumat, 30 Mei 2025

Unila Usut Dugaan Kekerasan yang Sebabkan Mahasiswa Meninggal Saat Diksar MAHEPEL

Rabu, 28 Mei 2025 - 18.49 WIB
294

Mahasiswa saat beraudiensi dengan Rektor Unila Prof Lusi menuntut penyelesaian kasus dugaan kekerasan yang menyebabkan mahasiswa meninggal dunia. Foto: Paulina/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kasus meninggalnya Pratama Wijaya Kesuma mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila), diduga kuat terkait kekerasan dalam kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) organisasi Mahasiswa Ekonomi Pecinta Alam (MAHEPEL) pada November 2024 di Kaki Gunung Betung, Pesawaran. Hal ini mendorong aksi solidaritas Mahasiswa FEB untuk menuntut keadilan dari pihak universitas.

Wakil Rektor III Unila, Sunyono, menyampaikan bahwa kampus telah menindaklanjuti desakan mahasiswa atas kasus kekerasan dalam kegiatan Diksar MAHEPEL yang diduga menyebabkan meninggalnya Pratama. Dalam audiensi di depan Gedung Rektorat, Rabu (28/5/2025), Sunyono mengumumkan pembentukan tim investigasi yang akan segera bekerja.

Ia menjelaskan bahwa undangan pembentukan tim telah dikirimkan kepada unsur PPKPT dan Ketua UPBK. Tim dijadwalkan terbentuk pada hari Senin ini, dan akan memulai investigasi pada Selasa mendatang.

“Nanti malam saya akan menyusun timeline untuk pelaksanaan investigasi. Paling lambat besok pagi saya kirimkan ke BEM,” tegas Sunyono di hadapan massa aksi.

Sunyono juga mengatakan bahwa pendekatan investigasi akan dilakukan secara hati-hati, mengingat adanya kekhawatiran korban terhadap intimidasi. Ia menegaskan bahwa tim investigasi bersifat independen dan tidak diumumkan ke publik untuk mencegah intervensi dari pihak luar.

“Sama seperti kepolisian, tim investigasi tidak diumumkan secara terbuka agar tidak dipengaruhi oleh pihak manapun,” tambahnya.

Bukti awal yang telah dikantongi pihak kampus meliputi screenshot percakapan WhatsApp, foto, serta kronologis kejadian. Namun, ia belum menerima dokumen bukti tertulis soal intimidasi atau pembungkaman dari pihak dekanat maupun ormawa, dan menyatakan hal itu akan didalami dalam proses investigasi.

Mengenai sanksi, Sunyono menegaskan bahwa kampus akan bersikap tegas jika ditemukan pelanggaran. Penanganan akan mengacu pada Peraturan Rektor (Pertor) terkait etika organisasi dan perilaku mahasiswa.

“Jika dalam sidang etik ditemukan pelanggaran, sanksi diberikan berdasarkan tingkat kesalahannya. Bisa ringan, sedang, atau berat tergantung hasil investigasi,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa jika pelanggaran terbukti sistemik atau berat, tidak menutup kemungkinan organisasi pelaku dibekukan atau dibubarkan. Koordinasi dengan aparat keamanan juga akan dilakukan, terutama saat mendatangi rumah korban demi menjaga keselamatan tim investigasi.

“Yang penting, kita jalankan proses ini seadil-adilnya. Jangan berandai-andai. Percayakan pada hasil investigasi nanti,” tutupnya. (*)