Unila Usut Dugaan Kekerasan yang Sebabkan Mahasiswa Meninggal Saat Diksar MAHEPEL

Mahasiswa saat beraudiensi dengan Rektor Unila Prof Lusi menuntut penyelesaian kasus dugaan kekerasan yang menyebabkan mahasiswa meninggal dunia. Foto: Paulina/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co,
Bandar Lampung - Kasus meninggalnya Pratama Wijaya Kesuma mahasiswa Fakultas
Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila), diduga kuat terkait
kekerasan dalam kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) organisasi Mahasiswa Ekonomi
Pecinta Alam (MAHEPEL) pada November 2024 di Kaki Gunung Betung, Pesawaran. Hal
ini mendorong aksi solidaritas Mahasiswa FEB untuk menuntut keadilan dari pihak
universitas.
Wakil Rektor
III Unila, Sunyono, menyampaikan bahwa kampus telah menindaklanjuti desakan
mahasiswa atas kasus kekerasan dalam kegiatan Diksar MAHEPEL yang diduga
menyebabkan meninggalnya Pratama. Dalam audiensi di depan Gedung
Rektorat, Rabu (28/5/2025), Sunyono mengumumkan pembentukan tim investigasi
yang akan segera bekerja.
Ia
menjelaskan bahwa undangan pembentukan tim telah dikirimkan kepada unsur PPKPT
dan Ketua UPBK. Tim dijadwalkan terbentuk pada hari Senin ini, dan akan memulai
investigasi pada Selasa mendatang.
“Nanti malam
saya akan menyusun timeline untuk pelaksanaan investigasi. Paling lambat besok
pagi saya kirimkan ke BEM,” tegas Sunyono di hadapan massa aksi.
Sunyono juga
mengatakan bahwa pendekatan investigasi akan dilakukan secara hati-hati,
mengingat adanya kekhawatiran korban terhadap intimidasi. Ia menegaskan bahwa
tim investigasi bersifat independen dan tidak diumumkan ke publik untuk
mencegah intervensi dari pihak luar.
“Sama seperti
kepolisian, tim investigasi tidak diumumkan secara terbuka agar tidak
dipengaruhi oleh pihak manapun,” tambahnya.
Bukti awal
yang telah dikantongi pihak kampus meliputi screenshot percakapan WhatsApp,
foto, serta kronologis kejadian. Namun, ia belum menerima dokumen bukti
tertulis soal intimidasi atau pembungkaman dari pihak dekanat maupun ormawa,
dan menyatakan hal itu akan didalami dalam proses investigasi.
Mengenai
sanksi, Sunyono menegaskan bahwa kampus akan bersikap tegas jika ditemukan
pelanggaran. Penanganan akan mengacu pada Peraturan Rektor (Pertor) terkait
etika organisasi dan perilaku mahasiswa.
“Jika dalam
sidang etik ditemukan pelanggaran, sanksi diberikan berdasarkan tingkat
kesalahannya. Bisa ringan, sedang, atau berat tergantung hasil investigasi,”
jelasnya.
Ia
menambahkan bahwa jika pelanggaran terbukti sistemik atau berat, tidak menutup
kemungkinan organisasi pelaku dibekukan atau dibubarkan. Koordinasi dengan
aparat keamanan juga akan dilakukan, terutama saat mendatangi rumah korban demi
menjaga keselamatan tim investigasi.
“Yang
penting, kita jalankan proses ini seadil-adilnya. Jangan berandai-andai.
Percayakan pada hasil investigasi nanti,” tutupnya. (*)
Berita Lainnya
-
Buntut Kasus Dugaan Suap Zarof Ricar, Kejagung Geledah Rumah Bos Sugar Group Purwanti Lee
Kamis, 29 Mei 2025 -
Tingkatkan Bauran EBT hingga 2034, PLN Siap Jalankan RUPTL Terhijau Sepanjang Sejarah
Kamis, 29 Mei 2025 -
Tingkatkan Tata Kelola dan Kinerja, UIN RIL Gelar Evaluasi Kinerja dengan Dewas BLU
Kamis, 29 Mei 2025 -
Universitas Teknokrat dan KOMDIGI Gelar Pelatihan Pemasaran Digital Berbasis AI bagi Mahasiswa dan UMKM
Rabu, 28 Mei 2025