Industri Hotel di Lampung Tertekan, Omzet Anjlok 50 Persen Akibat Belanja Pemerintah Ditiadakan

Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Lampung, Friandi Indrawan. Foto: Ist
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Industri perhotelan di Provinsi Lampung tengah menghadapi tantangan berat sepanjang awal tahun 2025. Penurunan pendapatan hingga 50 persen dialami oleh sejumlah hotel di daerah ini, seiring dihentikannya belanja pemerintah karena efisiensi, yang selama ini menjadi andalan utama bagi sektor perhotelan.
Sekretaris Perhimpunan
Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Lampung, Friandi Indrawan, menyampaikan
kondisi industri hotel di Lampung sangat bergantung pada kegiatan belanja
pemerintah.
Dengan adanya
pengurangan atau bahkan penghentian belanja tersebut, omzet hotel turun drastis
dan berdampak pada kelangsungan usaha.
“Lampung termasuk
provinsi yang sangat bergantung pada belanja pemerintah. Ketika belanja ini
ditiadakan, otomatis pendapatan hotel menurun signifikan. Meskipun ada sedikit
bantuan dari kunjungan wisatawan dari daerah seperti Palembang dan lainnya,
namun jumlahnya masih sangat kecil dan belum cukup menutupi penurunan omzet,”
jelas Friandi, Selasa (3/6/2025).
Ia menambahkan bahwa
okupansi hotel turun hingga hampir setengahnya dibandingkan periode normal.
Penurunan 50 persen omzet ini tentu berimbas langsung pada pengelolaan
operasional hotel.
“Biaya listrik bisa
sedikit dihemat seperti lampu bisa dimatikan, namun untuk fasilitas seperti AC
dan lain-lain sulit untuk dikurangi tanpa mengurangi kenyamanan tamu,” ujarnya.
Berbeda dengan
destinasi wisata seperti Yogyakarta yang relatif stabil karena banyaknya turis
domestik dan mancanegara, Lampung masih belum memiliki daya tarik wisata yang
cukup besar untuk menahan penurunan tersebut.
“Lampung belum
sepopuler Jogja atau Bali, sehingga ketergantungan terhadap belanja pemerintah
menjadi sangat dominan,” tambah Friandi.
Di DKI Jakarta,
sejumlah hotel bahkan sudah terpaksa dijual karena tekanan finansial yang
semakin besar. Namun, di Lampung, sejauh ini belum ada hotel yang sampai dijual,
meski kondisi tetap sulit.
Para pengelola hotel
di Lampung memilih melakukan berbagai upaya penghematan, seperti meniadakan
layanan delivery worker (kurir pengantar makanan dan minuman hotel), mengurangi
penggunaan energi, dan memotong biaya operasional lainnya.
PHRI Lampung berencana
menggelar pertemuan dengan pemerintah daerah dan anggota DPR untuk mengusulkan
keringanan pajak bagi sektor perhotelan selama masa sulit ini.
“Kita mengusulkan agar
pajak hotel dan restoran bisa ditangguhkan sementara waktu, karena jika tidak,
kita khawatir banyak pelaku usaha yang akan gulung tikar,” ungkap Friandi.
Ancaman PHK dan
pengurangan tenaga kerja juga menjadi momok yang mengkhawatirkan. Dampak
dominonya akan menyentuh para pemasok dan pelaku usaha pendukung lainnya yang
selama ini bergantung pada hotel sebagai pelanggan utama mereka.
“Kalau pemerintah tidak
hadir membantu, bisa dibayangkan betapa parahnya dampak sosial dan ekonomi yang
terjadi,” kata Friandi.
Selain itu, Friandi
berharap agar Presiden terpilih Prabowo Subianto dan jajaran pemerintah pusat
dapat segera membuka mata dan memberikan perhatian serius terhadap kondisi
industri perhotelan, yang tidak hanya berperan dalam sektor pariwisata tapi
juga dalam penggerak ekonomi daerah.
“Jangan hanya terfokus
satu program MBG saja, tapi yang lainnya juga diperhatikan. Karena seperti belanja
pemerintah sangat penting untuk menggerakkan ekonomi daerah, termasuk sektor
perhotelan. Kami berharap ada kebijakan yang proaktif agar sektor ini bisa
bertahan dan pulih kembali,” tutup Friandi. (*)
Berita Lainnya
-
Enam Pejabat Eselon II Pemprov Lampung Ikuti Uji Kompetensi
Kamis, 05 Juni 2025 -
Perkara Korupsi PDAM Way Rilau, Daniel Sanjaya Divonis 12 Tahun Penjara
Rabu, 04 Juni 2025 -
Universitas Saburai dan Bank Lampung Kolaborasi Permudah Pendaftaran Kuliah Lewat Digitalisasi
Rabu, 04 Juni 2025 -
Unila Bekukan Sementara Mahapel FEB, Sanksi Terberat Pengeluaran dari Kampus
Rabu, 04 Juni 2025