• Kamis, 05 Juni 2025

Industri Hotel di Lampung Tertekan, Omzet Anjlok 50 Persen Akibat Belanja Pemerintah Ditiadakan

Selasa, 03 Juni 2025 - 13.26 WIB
34

Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Lampung, Friandi Indrawan. Foto: Ist

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Industri perhotelan di Provinsi Lampung tengah menghadapi tantangan berat sepanjang awal tahun 2025. Penurunan pendapatan hingga 50 persen dialami oleh sejumlah hotel di daerah ini, seiring dihentikannya belanja pemerintah karena efisiensi, yang selama ini menjadi andalan utama bagi sektor perhotelan.

Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Lampung, Friandi Indrawan, menyampaikan kondisi industri hotel di Lampung sangat bergantung pada kegiatan belanja pemerintah.

Dengan adanya pengurangan atau bahkan penghentian belanja tersebut, omzet hotel turun drastis dan berdampak pada kelangsungan usaha.

“Lampung termasuk provinsi yang sangat bergantung pada belanja pemerintah. Ketika belanja ini ditiadakan, otomatis pendapatan hotel menurun signifikan. Meskipun ada sedikit bantuan dari kunjungan wisatawan dari daerah seperti Palembang dan lainnya, namun jumlahnya masih sangat kecil dan belum cukup menutupi penurunan omzet,” jelas Friandi, Selasa (3/6/2025).

Ia menambahkan bahwa okupansi hotel turun hingga hampir setengahnya dibandingkan periode normal. Penurunan 50 persen omzet ini tentu berimbas langsung pada pengelolaan operasional hotel.

“Biaya listrik bisa sedikit dihemat seperti lampu bisa dimatikan, namun untuk fasilitas seperti AC dan lain-lain sulit untuk dikurangi tanpa mengurangi kenyamanan tamu,” ujarnya.

Berbeda dengan destinasi wisata seperti Yogyakarta yang relatif stabil karena banyaknya turis domestik dan mancanegara, Lampung masih belum memiliki daya tarik wisata yang cukup besar untuk menahan penurunan tersebut.

“Lampung belum sepopuler Jogja atau Bali, sehingga ketergantungan terhadap belanja pemerintah menjadi sangat dominan,” tambah Friandi.

Di DKI Jakarta, sejumlah hotel bahkan sudah terpaksa dijual karena tekanan finansial yang semakin besar. Namun, di Lampung, sejauh ini belum ada hotel yang sampai dijual, meski kondisi tetap sulit.

Para pengelola hotel di Lampung memilih melakukan berbagai upaya penghematan, seperti meniadakan layanan delivery worker (kurir pengantar makanan dan minuman hotel), mengurangi penggunaan energi, dan memotong biaya operasional lainnya.

PHRI Lampung berencana menggelar pertemuan dengan pemerintah daerah dan anggota DPR untuk mengusulkan keringanan pajak bagi sektor perhotelan selama masa sulit ini.

“Kita mengusulkan agar pajak hotel dan restoran bisa ditangguhkan sementara waktu, karena jika tidak, kita khawatir banyak pelaku usaha yang akan gulung tikar,” ungkap Friandi.

Ancaman PHK dan pengurangan tenaga kerja juga menjadi momok yang mengkhawatirkan. Dampak dominonya akan menyentuh para pemasok dan pelaku usaha pendukung lainnya yang selama ini bergantung pada hotel sebagai pelanggan utama mereka.

“Kalau pemerintah tidak hadir membantu, bisa dibayangkan betapa parahnya dampak sosial dan ekonomi yang terjadi,” kata Friandi.

Selain itu, Friandi berharap agar Presiden terpilih Prabowo Subianto dan jajaran pemerintah pusat dapat segera membuka mata dan memberikan perhatian serius terhadap kondisi industri perhotelan, yang tidak hanya berperan dalam sektor pariwisata tapi juga dalam penggerak ekonomi daerah.

“Jangan hanya terfokus satu program MBG saja, tapi yang lainnya juga diperhatikan. Karena seperti belanja pemerintah sangat penting untuk menggerakkan ekonomi daerah, termasuk sektor perhotelan. Kami berharap ada kebijakan yang proaktif agar sektor ini bisa bertahan dan pulih kembali,” tutup Friandi. (*)