• Jumat, 13 Juni 2025

PTPN I Regional 7 Nyatakan Aset Lahan di Way Berulu 'Klir'

Kamis, 12 Juni 2025 - 18.36 WIB
40

Agus Faroni (tengah), Kepala Bagian Sekretariat dan Hukum PTPN I Regional 7, Rabu (11/6/25). Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Manajemen PTPN I Regional 7 menyampaikan tanggapan atas aksi massa yang mengatas namakan Forum Masyarakat Pesawaran Bersatu (FMPB) yang menuntut hak atas lahan milik perusahaan di Kebun Way Berulu. Melalui pernyataan resminya, Unit Kerja dari Subholding PTPN III ini menyatakan lahan yang dipersoalkan warga tersebut memiliki status yang jelas dan berkekuatan hukum tetap berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia.

“Jadi, soal status lahan yang diusik melalui unjuk rasa tadi, kami menyatakan status lahan itu klir. Tidak ada perkara yang perlu diperdebatkan dalam hal hak kepemilikannya. Jadi, kalau ada pihak-pihak yang ingin melakukan upaya-upaya pengalihan hak atas lahan tersebut, tidak ada opsi lain kecuali di Pengadilan. Sebab, kita tahu Indonesia adalah negara hukum. Dan sebagai unit kerja dari BUMN yang nota bene kepemilikan sahamnya milik negara, kami taat dan patuh kepada hukum yang berlaku,” kata Agus Faroni, Kepala Bagian Sekretariat dan Hukum PTPN I Regional 7, Rabu (11/6/25).

Agus Faroni menjelaskan, lahan yang dipermasalahkan oleh massa tersebut memiliki legalitas berupa Hak Guna Usaha, yakni HGU Nomor 04. Secara kronologis, lahan tersebut diperoleh perusahaan (sebelum 1 Desember 2023 bernama PTPN VII) dari program nasionalisasi aset-aset eks Perusahaan Hindia Belanda. Program nasionalisasi itu, tambah Agus, dituangkan dalam Undang-Undang Nomor.86 Tahun 1958.

“Kita tidak mungkin mundur terlalu jauh ke zaman sebelum Belanda, ya. Sebab, kita ketahui perkebunan karet di Wabe (Way Berulu) ini sudah ada sejak zaman Belanda, termasuk pabrik karetnya. Dan yang harus menjadi dasar hukum kita, bahwa program nasionalisasi aset-aset eks Hindia Belanda itu berlaku secara nasional. Jadi, tidak ada dasar hukum yang bisa digunakan untuk melakukan penguasaan tanpa proses hukum,” kata Agus Faroni.

Secara lebih terperinci, Agus Faroni menyebut aset PTPN I Regional 7 Unit Way Berulu sejak dinasionalisasi, secara hukum diserahkan penguasaannya kepada Badan Pimpinan Umum (BPU) Republik Indonesia. Lalu, BPU menyerahkan kepada Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) Karet yang kemudian mengusahakan untuk kepentingan nasional. Lalu, perusahaan yang menjadi lembaga ekonomi negara berbasis padat karya itu bermetamorfosis menjadi PTP X, hingga terakhir menjadi Unit Kerja PTPN I di bawah Regional 7.

“Sejarahnya sangat jelas dan klir. Melalui program nasionalisasi, aset eks Belanda ini dikuasai secara hukum oleh BPU. Lalu, BPU menyerahkan kepada PPN. Terus, PPN berjalan sebagai lembaga ekonomi negara yang memberdayakan rakyat. Antara lain untuk membuka lapangan kerja, memperluas hasil pembangunan, dan menyumbang devisa negara. Itu terus berlangsung hingga saat ini menjadi PTPN I Regional 7. Jadi, semua klir sehingga tidak ada keraguan haknya ada pada siapa,” kata dia.

Dengan munculnya aksi sepihak oleh pihak lain, Agus Faroni menyatakan menolak segala bentuk upaya dengan model memaksakan diri. Hingga saat ini, Agus menyebut lahan tersebut masih produktif dan dikelola dengan prinsip good corporate governance (GCG) dengan melaksanakan seluruh kewajiban normatif sebagai entitas usaha.

“Kami jalankan amanah negara ini dengan prinsip GCG. Kami taat semua aturan atau regulasi yang ada, terutama membayar semua jenis pajak, melaksanakan CSR atau TJSL (Tanggung Jawab Sosial Lingkungan), dan menjadi simpul penting ekonomi kawasan. Dengan demikian, kami menyatakan apa yang dilakukan oleh para pihak tersebut tidak berdasar,” kata dia.

Merespons beberapa tuntutan dan wacana yang dibangun melalui aksi massa melalui DPRD Pesawaran, Agus Faroni mempersilakan dilakukan. Namun, pihaknya akan berpijak kepada kebenaran fakta lapangan dan fakta hukum serta akan mempertahankan hak-hak yang diamanahkan oleh negara.

“Ya, silakan saja (unjuk rasa). Itu kan hak setiap warga negara yang dilindungi konstitusi. Asalkan, semuanya tetap berada di koridor hukum yang berlaku. Hak kami untuk mempertahankan juga dilindungi konstitusi,” tutup dia. (**)