• Senin, 16 Juni 2025

Normalisasi Sungai Way Perak Penyebab Banjir di Kota Metro Dimulai

Minggu, 15 Juni 2025 - 16.10 WIB
229

Anggota Komisi II DPRD Kota Metro, A. Cahyadi Lamnunyai saat mengawasi jalannya proses normalisasi sungai way perak di Kelurahan Margorejo, Metro Selatan. Foto: Arby/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Metro - Setelah bertahun-tahun menjadi sumber kekhawatiran dan penyebab rutin banjir di kawasan permukiman, Sungai Way Perak di Kota Metro akhirnya mulai dinormalisasi, Minggu (15/6/2025).

Dua unit excavator amfibi diturunkan langsung oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA), Kementerian PUPR, untuk mengeruk sedimentasi, membersihkan semak belukar, dan menormalisasi alur sungai.

Proyek ini menyasar titik kritis di wilayah RW 06, Kelurahan Margorejo, Kecamatan Metro Selatan, yang berbatasan langsung dengan Kelurahan Tejosari, Kecamatan Metro Timur. Lokasi ini telah berulang kali terdampak banjir selama musim penghujan, terutama sejak awal 2025.

Anggota Komisi II DPRD Kota Metro, A. Cahyadi Lamnunyai yang mewakili Dapil Metro Barat dan Selatan turun langsung ke lokasi proyek untuk memastikan bahwa pengerjaan berlangsung sesuai rencana dan memberi dampak nyata bagi masyarakat.

"Dari pantauan kami di lapangan, proses normalisasi berjalan lancar. BBWS menurunkan dua alat berat berupa excavator amfibi. Kami dari DPRD berperan mengawal prosesnya agar tuntas, sedangkan teknis dan anggaran sepenuhnya menjadi kewenangan pihak balai,” kata Cahyadi saat dikonfirmasi awal media, Minggu (15/6/2025).

Menurutnya, dari titik nol lokasi pengerjaan terlihat jelas endapan lumpur, sampah rumah tangga, dan semak belukar menjadi faktor utama yang memperparah pendangkalan sungai. Hal inilah yang selama ini menyebabkan aliran air tersendat dan akhirnya meluap ke permukiman warga saat intensitas hujan tinggi.

“Kami mengajak seluruh warga untuk tidak membuang sampah ke sungai. Ini masalah serius. Jangan sampai kolaborasi yang sudah kita bangun dalam penanganan banjir ini jadi sia-sia hanya karena perilaku tidak disiplin,” ujarnya menekankan.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut juga mengungkapkan bahwa pengerahan alat berat dari BBWS adalah hasil dari komunikasi intensif dan kolaborasi antara DPRD, Pemerintah Kota Metro, pamong kelurahan, serta masyarakat setempat.

Proses ini telah dibahas sebelumnya dalam berbagai forum lokal, termasuk musyawarah bersama tokoh masyarakat Kelurahan Margorejo.

"Kami sudah kumpul dengan para pamong, pemkot, dan pihak balai. Ini wujud sinergi konkret antara legislatif, eksekutif, dan pusat. Kami bersyukur aspirasi masyarakat direspons cepat,” ucapnya.

Meski tahap awal normalisasi berjalan lancar, Cahyadi mengingatkan bahwa persoalan banjir tidak bisa selesai dengan pengerukan sesaat. Ia menekankan pentingnya perawatan rutin sebagai komitmen jangka panjang.

"Setelah normalisasi ini tuntas, kami di DPRD akan mendorong Pemkot untuk kembali ajukan permohonan perawatan berkala ke BBWS. Sungai tidak bisa ditangani sekali lalu ditinggal. Harus dijaga terus,” tegasnya.

Lebih jauh, ia meminta agar pemerintah daerah tidak hanya mengandalkan bantuan dari pusat, tetapi juga mulai mengalokasikan anggaran daerah untuk pemeliharaan infrastruktur pengendali banjir, terutama sungai-sungai sekunder seperti Way Perak yang berdampak langsung ke permukiman.

Pria yang akrab disapa Kanjeng Yadi itu juga mengajak masyarakat untuk menjadi bagian dari solusi, bukan justru bagian dari masalah. Ia menyebut bahwa tantangan utama bukan hanya pendangkalan alamiah akibat sedimentasi, tetapi juga kebiasaan membuang sampah sembarangan ke aliran sungai.

“Terima kasih kepada semua pihak yang sudah berkolaborasi. Mudah-mudahan langkah yang kita ambil hari ini bisa bermanfaat besar untuk warga Metro, khususnya yang berada di wilayah rawan banjir seperti Margorejo dan sekitarnya,” tandasnya.

Normalisasi Way Perak menjadi langkah penting dalam mitigasi banjir di Kota Metro. Namun, sebagaimana pengalaman di banyak daerah lain, pekerjaan fisik semacam ini sering kali terhenti hanya pada tahap awal jika tidak disertai pemeliharaan berkelanjutan dan perubahan perilaku masyarakat.

Apresiasi pantas diberikan kepada BBWS, DPRD, dan Pemkot, namun tantangan sebenarnya justru datang setelah alat berat kembali ke garasi. Kota Metro membutuhkan pola pikir baru dalam mengelola air dan lingkungan.

Sungai tidak boleh lagi dipandang sebagai halaman belakang yang bisa diabaikan. Butuh konsistensi lintas sektor dan kesadaran kolektif untuk menjadikan Way Perak bukan hanya bebas banjir, tetapi juga kembali menjadi sumber kehidupan. (*)