Walhi: Usut Tuntas Mafia Tanah di TNBBS, Pejabat yang Terlibat Harus Dihukum

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung, Irfan Tri Musri. Foto: Kupastuntas.co
Kupastuntas.co,
Bandar Lampung - Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Barat mengungkap temuan
mengejutkan berupa 121 Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan di atas
kawasan konservasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Temuan ini
memicu dugaan kuat adanya praktik mafia tanah yang melibatkan oknum pejabat,
termasuk dari lembaga pertanahan.
TNBBS
merupakan kawasan lindung yang tidak boleh dialihfungsikan menjadi kepemilikan
pribadi. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa ratusan SHM justru terbit
di dalamnya. Proses penerbitan ini dinilai janggal dan melanggar hukum, karena
kawasan taman nasional termasuk dalam kawasan hutan yang memiliki status
perlindungan ketat.
Direktur
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung, Irfan Tri Musri menilai
terbitnya ratusan sertifikat tersebut bukan terjadi secara kebetulan atau
kesalahan administrasi semata, melainkan mungkin saja merupakan hasil dari
praktik sistematis yang melibatkan jaringan mafia tanah.
“Ini bukan
hal yang sederhana. Terbitnya SHM di kawasan taman nasional sangat mungkin
merupakan hasil kerja sama antara mafia tanah dengan sejumlah oknum yang
memanfaatkan kelengahan sistem pengawasan,” ujar Irfan saat dikonfirmasi,
Selasa (17/6/2025).
Ia juga
menyoroti lemahnya koordinasi antar lembaga pemerintah, terutama terkait dengan
kebijakan satu peta (one map policy) yang hingga kini belum sepenuhnya
terintegrasi.
“Kebijakan
satu peta masih belum terkoneksi secara menyeluruh. Namun, seharusnya hal itu
tidak menjadi alasan. Kepala kantor ATR/BPN seharusnya bisa berkomunikasi
dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebelum menerbitkan
sertifikat,” tegasnya.
Irfan
menambahkan, dalam banyak kasus seperti ini, masyarakat kecil kerap menjadi
korban. Mereka membeli lahan atau tinggal di atas tanah yang sudah
bersertifikat, tanpa mengetahui bahwa lokasi tersebut masuk kawasan konservasi.
Akibatnya,
ketika terjadi penertiban atau konflik hukum, masyarakat menjadi pihak paling
dirugikan.
“Yang jadi
korban masyarakat bawah. Mereka tidak tahu kalau tanah yang mereka beli atau
tempati ternyata berada di kawasan taman nasional. Sertifikat sudah di tangan,
tapi statusnya ilegal,” katanya.
Walhi
mendesak agar Kejari Lampung Barat tidak berhenti pada pengungkapan
administrasi saja, tetapi juga mengusut tuntas semua pihak yang terlibat, baik
dari instansi pertanahan, pemerintahan daerah, hingga pihak yang mendapatkan
keuntungan langsung dari praktik ini.
“Kami
berharap Kejaksaan serius mengungkap jaringan mafia tanah ini. Siapapun yang
terlibat harus diproses hukum, termasuk dari internal ATR/BPN maupun pejabat
lainnya,” pungkas Irfan. (*)
Berita Lainnya
-
2 Paket Tembakau Sintetis Ditemukan di Semak-semak Tanjung Senang Bandar Lampung
Selasa, 17 Juni 2025 -
Peringati Bulan Bung Karno, Baguna DPP dan DPD PDI-P Lampung Gelar Bakti Sosial di Pringsewu Besok
Selasa, 17 Juni 2025 -
Pansus DPRD Lampung Sampaikan Rekomendasi Terkait LHP BPK 2024
Selasa, 17 Juni 2025 -
Pelantikan Sekda Definitif Dijadwalkan 20 Juni 2025, Nama Marindo Kurniawan Mencuat
Selasa, 17 Juni 2025