• Kamis, 19 Juni 2025

Pasien BPJS Bayar Obat Sendiri di RS Belleza, BPJS Kesehatan: Seharusnya Ditanggung

Kamis, 19 Juni 2025 - 10.21 WIB
37

RS Belleza di Kedaton Bandar Lampung. Foto: Sri/Kupastuntas.co

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Malam itu Minggu (11/5/25), langit Bandar Lampung mendung. Hujan tak turun, tapi suasana hati Ahmad (nama disamarkan) sedang bergemuruh. Putrinya yang baru berusia 1 tahun 9 bulan, AL, mengeluh sakit perut disertai muntah-muntah.

Sekitar pukul 20.00 WIB, ia bergegas membawanya ke fasilitas kesehatan (Faskes) tingkat pertama, berharap segera mendapatkan pertolongan.

Setiba di Faskes, petugas medis memeriksa kondisi si kecil. Hasilnya membuat Ahmad cemas. Sang petugas menyarankan agar anaknya segera dirujuk ke rumah sakit karena gejala yang dialami memerlukan penanganan lebih lanjut. Tanpa berpikir panjang, Ahmad membawa anaknya ke RS Advent sesuai saran petugas.

“Dokternya nanya, rawat inap atau rawat jalan. Saya bilang, yang terbaik aja, kalau memang perlu dirawat, ya dirawat,” kata Ahmad, mengulang percakapan malam itu.

Namun takdir berkata lain. Ruang di RS Advent malam itu penuh. Tidak ada kamar tersedia untuk anaknya. Maka, Ahmad menerima rujukan untuk berpindah ke rumah sakit lain dengan tipe yang sama yakni C.

Ahmad memilih membawanya ke RS Belleza, karena berjarak tidak terlalu jauh. Ia tiba di sana sekitar pukul 01.00 WIB dini hari.

Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Belleza, anaknya kembali diperiksa. Kali ini oleh seorang dokter wanita. Lagi-lagi, Ahmad menyerahkan keputusan medis kepada dokter.

“Kalau bisa dirawat di rumah nggak apa-apa, saya ikut aja saran dokter,” ujarnya.

Dokter memutuskan untuk memberikan pengobatan jalan terlebih dahulu. Sebuah resep obat pun diberikan.

Ahmad menuruti saran dokter, rawat jalan. Ia diberi resep dan obat-obatan. Di awal, Ahmad dan istrinya mendaftarkan diri di bagian administrasi sebagai pasien BPJS.

Cerita belum selesai. Begitu resep ditebus di bagian farmasi, petugas menyampaikan bahwa Ahmad harus membayar sendiri biaya obat, sekitar Rp200 ribu. Ahmad sontak terkejut.

“Lho, saya pakai BPJS, kenapa harus bayar?” tanyanya dengan bingung.

Jawaban petugas membuat hatinya teriris. “Peraturan BPJS sekarang begitu, Pak. Kalau pasien tidak dirawat inap, maka tidak ditanggung BPJS. Jadi dihitung pasien umum,” begitu kata petugas, seperti ditirukan Ahmad.

“Saya nanya ke bagian administrasi, katanya peraturannya begitu. Pun, saat saya tanya ke bagian kasir dan farmasi tempat mengambil obat,” lanjutnya.

Di tengah kepanikan merawat anak yang masih mual, Ahmad menandatangani formulir penerimaan obat. Namun matanya menangkap sesuatu yang ganjil, formulir tersebut ternyata tertulis untuk peserta BPJS yang tertera dibagian paling atas di dalam garis kotak, padahal ia tellah membayar obat tersebut yang tandanya sebagai pasien umum.

Sebelum pulang, tepatnya di parkiran rumah sakit, ia kepikiran atas formulir tersebut dan segera kembali ke kasir untuk kembali meminta penjelasan dari petugas.

“Saya bayar kok, masa tetap pakai form peserta BPJS. Ini kayaknya ada yang nggak beres,” keluhnya.

Namun, Ahmad tetap mendapat jawaban yang sama. Bahwa rawat jalan tak ditanggung BPJS sehingga harus membayar secara umum.

Ahmad kemudian kembali ke farmasi tempat pengambilan obat dan meminta diperlihatkan kembali formulir tadi.

Benar saja, Ahmad memastikan bahwa ada tulisan BPJS di atas formulir tersebut. Sayangnya, saat Ahmad ingin mengambil poto formulir itu dihalangi oleh petugas.

“Saya mau poto gak boleh, sama petugas langsung di sembunyikan ke balik meja. Saya sempat adu argumen di sana,” ungkapnya.

Merasa dibohongi, Ahmad kemudian meminta petugas mengeluarkan formulir lain dengan keterangan UMUM di bagian atasnya.

“Nah, pas sudah pakai form UMUM dan ditandatangani, saya minta petugas merobek form BPJS tadi. Kan aneh, pas mau saya poto gak boleh, tapi pas saya minta robek, sama dia langsung di robek,” katanya dengan nada sedikit kesal.

Peristiwa ini diungkapkan Ahmad terjadi pada Pertengahan Mei 2025, namun baru diungkapnya sekarang lantaran dirinya baru mendapat informasi dari BPJS tentang peraturan tersebut.

“Keluarga saya kan ada kenalan orang BPJS, jadi ditanya lah kejadian yang saya alami itu. Nah, ternyata hal itu gak dibenarkan. Dirawat atau tidak, ternyata memang harus gratis kalau pakai BPJS,” jelasnya.

Ahmad menduga hal tersebut dilakukan ke banyak pasien BPJS lainnya. Untuk itu ia berharap agar peristiwa serupa tak terulang kepada orang lain.

“Saya kan jadi menduga-duga, jadi berburuk sangka, dikhawatirkan form tadi dipakai untuk klaim, sementara kita sebagai pasien BPJS tetap disuruh bayar,” lanjutnya.

“Yang begini harus diperjelas, supaya pasien BPJS tak lagi mudah dibohongi dengan dalih tak dirawat inap,” tegasnya.

Uang Rp200 ribu itu tidak sedikit bagi Ahmad. Sebab dirinya sendiri berprofesi sebagai driver taksi online yang penghasilannya tak menentu.

Baginya, BPJS adalah harapan untuk meringankan beban biaya berobat. Bukan untuk dikecewakan.

Sementara itu, Humas RS Belleza Bandar Lampung, Henny Mariantika, menyampaikan bahwa pihak rumah sakit telah menjalankan prosedur sesuai regulasi yang berlaku. Ia menjelaskan bahwa dalam sistem pelayanan BPJS Kesehatan, pasien wajib mengikuti alur rujukan berjenjang, yakni dimulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama sebelum dirujuk ke rumah sakit tipe C.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Instalasi Gawat Darurat (IGD) bukanlah tempat untuk pelayanan rawat jalan, melainkan hanya untuk pasien dengan kondisi kegawatdaruratan. Jika kondisi pasien tidak memenuhi kriteria gawat darurat, maka seharusnya diarahkan kembali ke faskes pertama atau diberikan pengobatan rawat jalan.

Terkait kasus pasien anak atas nama AL, Henny menjelaskan bahwa awalnya pasien didaftarkan sebagai peserta BPJS dan masuk IGD pada pukul 01.23 WIB. Karena itu, rumah sakit menerbitkan Surat Eligibilitas Peserta (SEP) sebagai penjaminan BPJS.

Setelah pemeriksaan dilakukan, dokter menyimpulkan bahwa pasien tidak dalam kondisi gawat darurat. Maka, sekitar pukul 01.38 WIB, metode pembayaran diubah dari BPJS menjadi pasien umum.

"Namun, mendekati pukul 02.00 WIB, pasien kembali menunjukkan gejala muntah di lobi dan keluarga meminta agar dilakukan rawat inap. Maka, status pasien dikembalikan menjadi peserta BPJS. Setelah itu, statusnya kembali lagi menjadi pasien umum," jelas Henny.

Henny berdalih dengan adanya tiga kali perubahan status penjaminan, yaitu dari BPJS ke Umum, kembali ke BPJS, lalu ke Umum lagi, terjadi ketidaksinkronan data antarunit pelayanan. Bagian farmasi, menurut Henny, menarik data penjaminan awal yang masih tercatat sebagai BPJS karena proses perubahan ke status umum masih berlangsung dalam sistem.

“Perlu dipahami bahwa semua pencatatan di rumah sakit sudah menggunakan sistem digital, tidak ada formulir manual. Jadi, jika ada perbedaan data, itu biasanya karena proses pembaruan yang masih berlangsung,” jelasnya.

Ia juga meluruskan bahwa informasi mengenai "BPJS hanya menanggung jika pasien dirawat inap" adalah pernyataan yang terpotong dan tidak sepenuhnya tepat. Menurut Henny, BPJS tetap menjamin biaya pengobatan selama terdapat indikasi medis yang sesuai, termasuk rawat jalan, asalkan pasien mengikuti saran medis dari dokter.

“Jika pasien memenuhi indikasi rawat inap namun memilih untuk pulang, maka itu masuk kategori APS (Atas Permintaan Sendiri) dan tidak dijamin BPJS. Atau jika tidak memenuhi kegawatdaruratan, maka BPJS juga tidak menjamin pelayanan di IGD,” pungkasnya.

BPJS Kesehatan: Harusnya Ditanggung

Ketika dikonfirmasi mengenai hal ini, BPJS Kesehatan Cabang Bandar Lampung menyatakan keprihatinan atas kejadian tersebut. Staf Komunikasi dan Kesekretariatan BPJS Kesehatan Cabang Bandar Lampung, Nando menegaskan bahwa tidak ada aturan yang menyatakan peserta BPJS hanya ditanggung bila dirawat inap.

Dengan jelas, Nando mengatakan bahwa semua tindakan dan obat sudah semestinya dijamin BPJS.

“Selama ada indikasi medis dan rujukan sesuai prosedur, semua tindakan dan obat seharusnya dijamin BPJS," tegasnya.

Ia menyayangkan informasi menyesatkan dari petugas rumah sakit yang menyebut pengobatan non-rawat inap tidak ditanggung.

“Tidak boleh ada pernyataan seperti itu. Apalagi sampai membebani peserta untuk membayar sendiri. Itu tidak benar,” ucapnya.

Nando juga memastikan pihaknya akan menindaklanjuti dan turun langsung ke RS Belleza. Bila ditemukan pelanggaran administratif atau manipulasi, sanksi akan diberikan sesuai ketentuan. (*)