Dorong Kepatuhan Industri, Akademisi Usul Penetapan Harga Minimum Singkong dan Payung Hukum Khusus

Akademisi Ekonomi Universitas Lampung (Unila), Usep Syaipudin. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Akademisi Ekonomi Universitas Lampung (Unila), Usep Syaipudin, mendorong pemerintah dan DPR RI agar segera mengambil langkah konkret dalam menata ulang tata niaga komoditas singkong nasional.
Hal ini menyusul terus berulangnya persoalan anjloknya harga singkong di tingkat petani yang tidak diimbangi dengan kepatuhan industri pengolahan.
Usep menegaskan bahwa penetapan harga minimum singkong yang adil dan transparan harus disertai dengan kebijakan yang mengikat secara hukum, agar perusahaan tidak semena-mena menekan harga di bawah ongkos produksi petani.
Ada tiga hal utama yang harus dibenahi secara bersamaan, Pertama, struktur tata niaga dan hubungan pasar; kedua, produktivitas dan efisiensi budidaya; dan ketiga, penguatan hilirisasi yang memberi nilai tambah bagi petani dan daerah.
Menurutnya, selama ini relasi antara petani dan pabrik cenderung timpang karena tidak adanya regulasi harga dasar yang berlaku secara nasional.
"Oleh sebab itu, perlu ada payung hukum khusus yang melindungi tata niaga dan industri singkong agar lebih berkeadilan dan berkelanjutan, " ujar Usep, Selasa (24/6/2025).
Di sisi lain, petani di sejumlah daerah mengeluhkan harga jual singkong yang terus merosot. Saat panen raya, harga bisa jatuh hingga di bawah Rp 800 per kilogram, jauh dari biaya produksi yang bisa mencapai Rp1.000 per kilogram.
Sehingga hal ini perlu mendorong investasi dalam industri pengolahan singkong lokal seperti mocaf, bioetanol, tepung modifikasi dan pakan ternak.
"Serta membina UMKM pengolah singkong berbasis desa atau koperasi, menyediakan akses pasar domestik dan ekspor bagi produk olahan, " jelasnya.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, ia mengusulkan pembentukan kemitraan kontraktual antara petani dan industri, yang difasilitasi pemerintah daerah. Kemitraan ini harus dilandasi oleh perjanjian harga minimum, volume serapan, dan jaminan pembayaran yang adil.
"Kalau perusahaan tidak mematuhi harga, harus ada sanksi. Sebaliknya, perusahaan yang patuh bisa diberi insentif seperti kemudahan perizinan, sertifikasi, atau promosi,” tambahnya.
Pertemuan lintas lembaga juga diharapkan dapat menghasilkan langkah strategis, termasuk penetapan singkong sebagai komoditas pangan strategis nasional, sinkronisasi kebijakan antar instansi (Kementerian Pertanian, Perdagangan, BUMN, BUMD), dan rencana jangka panjang penguatan hilirisasi melalui dukungan bagi UMKM pengolah singkong di tingkat desa dan koperasi.
"Sudah saatnya negara hadir lebih kuat dalam melindungi petani dari praktik pasar yang tidak adil. Jangan biarkan petani menjadi korban permainan harga,” pungkasnya. (*)
Berita Lainnya
-
Terekam CCTV, Aksi Remaja Putri Gagalkan Pencurian Motor di Bandar Lampung
Selasa, 24 Juni 2025 -
Kemensos Tambah Rombel Sekolah Rakyat di Lampung, Tiga Tempat Telah Disurvei
Selasa, 24 Juni 2025 -
Masyarakat Tidak Terima Pelayanan Lamban, Sekdaprov Lampung Tegaskan ASN Harus Berorientasi pada Hasil
Selasa, 24 Juni 2025 -
Bappenda Lampung Genjot Penagihan Empat Jenis Pajak Daerah: Potensi Tunggakan Capai Miliaran Rupiah
Selasa, 24 Juni 2025