• Selasa, 24 Juni 2025

Polisi Ingatkan Potensi Kriminalitas Akibat Peredaran Miras di Kota Metro

Selasa, 24 Juni 2025 - 13.38 WIB
77

Petugas gabungan terpadu saat melakukan monitoring ke salah satu kios minuman beralkohol di Kota Metro. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Metro - Legalisasi terbatas peredaran minuman beralkohol di Kota Metro berpotensi memantik polemik baru.

Di satu sisi, regulasi ini diklaim sebagai langkah penataan dan pengawasan. Namun di sisi lain, aparat penegak hukum mengingatkan adanya peningkatan risiko penyalahgunaan oleh kelompok rentan, terutama remaja.

Kasat Reskrim Polres Metro, AKP Hendra Safuan, melalui Kanit Tipidter IPDA Solihin, menegaskan bahwa legalisasi tanpa pengawasan ketat hanya akan membuka celah bagi meningkatnya tindak kriminalitas yang dipicu oleh konsumsi alkohol, terutama di kalangan anak di bawah umur.

"Target kami dari kepolisian adalah melakukan edukasi. Kami mendorong agar setiap penjual minuman beralkohol memastikan bahwa pembeli menunjukkan KTP,” kata dia saat dikonfirmasi awak media, Selasa (24/6/2025).

"Ini bukan sekadar formalitas, tetapi untuk menekan potensi tindak pidana yang disebabkan oleh anak-anak yang masih labil secara emosional,” imbuhnya.

Menurutnya, angka keterlibatan remaja dalam konsumsi alkohol di Metro sudah pada tahap mengkhawatirkan. Data dari sejumlah razia menunjukkan tren penyalahgunaan miras oleh anak-anak yang terlibat aksi balap liar.

"Kami pernah temukan botol air mineral biasa yang isinya miras. Anak-anak sekarang cerdik mengkamuflase. Mereka tahu betul cara menyelundupkan minuman keras ke ruang publik,” ucapnya.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa aparat masih berjibaku dengan modus-modus baru yang terus berkembang. Tidak hanya soal botol kemasan air mineral, tapi juga pola konsumsi sembunyi-sembunyi yang dilakukan di gang-gang sempit, taman kota, dan lahan kosong di pinggiran Metro.

Kepolisian menyoroti fakta bahwa minuman keras sering kali menjadi pemantik dalam berbagai kasus kekerasan remaja, pelecehan, hingga perkelahian antargeng pelajar.

"Kita bukan hanya bicara pelanggaran administratif, tapi ini sudah menyentuh wilayah kriminalitas murni. Di sinilah pentingnya sinergi antara pemerintah, aparat, tokoh masyarakat, dan orang tua,” ucap IPDA Solihin.

Ke depan, Polres Metro akan meningkatkan patroli dan operasi gabungan dengan instansi terkait. IPDA Solihin mengingatkan agar para penjual tidak semata-mata mengejar keuntungan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap keamanan sosial.

"Kalau mereka jual ke anak-anak hanya karena iming-iming untung, maka bukan hanya mereka yang salah, tapi juga kita semua yang lalai mengawasi,” terangnya.

Pemerintah Kota Metro memang tidak tinggal diam. Regulasi peredaran minuman beralkohol dibingkai dalam ketentuan izin yang ketat. Namun, pertanyaan besar tetap menggelayut tentang sejauh mana pengawasan bisa efektif.

Fungsional Umum BPOM Provinsi Lampung, Zamroni, menjelaskan bahwa distribusi minuman beralkohol di Metro dan Lampung secara umum masih dalam jalur yang dikendalikan.

“Ada aturan yang mengikat, dari sisi perizinan hingga batas usia pembeli. Namun kita semua tahu, yang sering kali melanggar itu bukan sistemnya, melainkan oknum di lapangan, baik penjual maupun pembelinya,” tegas Zamroni.

Ia mendukung langkah Pemerintah Kota Metro yang melakukan monitoring terpadu secara rutin. Menurutnya, kebijakan yang melonggarkan distribusi minuman beralkohol harus diimbangi dengan kontrol sosial dan administratif yang kuat.

Pemerintah Kota Metro hingga kini belum mengeluarkan pernyataan resmi yang membenarkan adanya perluasan izin edar miras secara terbuka. Namun, keberadaan kios dan toko tertentu yang menjual minuman beralkohol di pusat kota dan pinggiran tidak lagi menjadi rahasia umum.

Sejumlah warga yang ditemui di lapangan mengaku resah, terutama karena minuman keras kini semakin mudah didapatkan, bahkan oleh pelajar SMP dan SMA.

“Dulu kalau beli miras itu malu-malu. Sekarang anak-anak nongkrong bawa botol air, tapi isinya bukan air. Orang tua harus lebih peduli,” kata Yani (45), warga Hadimulyo Barat, Metro Pusat.

Peredaran minuman keras di Metro kini bukan lagi sekadar isu perizinan, melainkan sudah masuk dalam ranah kebijakan publik dan ketahanan sosial masyarakat. Meskipun diatur, legalitas miras menuntut ketegasan dan kehadiran negara di tingkat paling bawah, seperti RT, RW, hingga sekolah.

Tanpa langkah preventif yang menyeluruh, legalisasi ini bisa menjadi pisau bermata dua. Dilema pun mencuat. Di satu sisi pemerintah ingin menata peredaran demi kepastian hukum dan pendapatan, namun di sisi lain masyarakat dibayangi potensi gelap dari penyalahgunaan di kalangan generasi muda. (*)