Perusahaan Tapioka Abaikan Instruksi Gubernur Lampung, Beli Singkong di Bawah 1.350 per Kilogram

Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Provinsi Lampung, Dasrul Aswin. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sejumlah perusahaan tapioka di Provinsi Lampung tidak mematuhi Instruksi Gubernur Lampung Nomor 2 Tahun 2025 yang menetapkan harga ubi kayu atau singkong Rp1.350 per kilogram. Perusahaan membeli singkong petani hanya berkisar Rp1.000 per kilogram.
Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal telah menerbitkan Instruksi Gubernur (Ingub) Lampung Nomor 2 Tahun 2025 tentang penetapan harga ubi kayu yang resmi berlaku pada 5 Mei 2025 lalu.
Dalam Ingub tersebut disebutkan harga ubi kayu sebesar Rp.1350 per kg dengan potongan rafaksi maksimal 30 persen tanpa mengukur kadar pati.
Aturan itu berlaku sampai adanya keputusan menteri terkait penerapan kebijakan larangan dan pembatasan (Lartas) impor singkong dan harga yang berlaku secara nasional.
Sayangnya, dalam prakteknya hingga kini masih ada sejumlah perusahaan tapioka di Provinsi Lampung yang tidak bersedia mengikuti Ingub Lampung itu.
Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Provinsi Lampung, Dasrul Aswin, mengungkapkan saat ini petani singkong terus mengalami kerugian karena masih ada beberapa perusahaan membeli singkong di bawah harga Rp1.350 per kilogram (kg).
Bahkan perusahaan Muara Jaya membeli singkong petani hanya Rp1.000 per kilogram dengan potongan mencapai 40 persen.
"Bahkan Perusahaan Muara Jaya itu beli singkongnya hanya Rp1.000 per kg dengan potongan 40 persen. Jadi petani cuma dapat Rp600 belum dipotong ongkos cabut. Jadi bersih yang diterima petani itu cuma Rp350 per kg. Jadi rugi sudah," kata Dasrul, pada Selasa (24/6/2025).
"Memang ada perusahaan yang membeli Rp1.350 per kg, tapi potongan 35 sampai 40 persen. Jadi belum ada yang ikuti Instruksi Gubernur," lanjutnya.
Dasrul mengatakan, ada juga sejumlah nota penimbangan singkong yang menunjukkan pelanggaran rafaksi oleh lapak mitra pabrik.
“Di Rawajitu Timur, seorang petani bernama Agus hanya menerima Rp4,6 juta dari hasil penjualan 7,5 ton singkong, setelah dipotong 33 persen dan dikurangi biaya cabut serta angkut,” paparnya.
Ia melanjutkan, kasus serupa juga terjadi di Tulang Bawang. Pada 13 Juni 2025, PT Teguh Wibawa Bhakti Persada menetapkan potongan rafaksi hingga 43 persen atas penjualan 12,9 ton singkong.
Menindaklanjuti hal tersebut, sambung Dasrul, PPUKI akan bekerja sama dengan pengurus Koperasi Desa Merah Putih untuk membuat lapak di tingkat desa sehingga petani bisa langsung menjual ke lapak.
"Kita rencana mau buat lapak di desa kerjasama dengan Koperasi Desa Merah Putih. Jadi nanti petani langsung ke lapak. Kita bukan lapak perusahaan yang suka mempermainkan harga," tegasnya.
Sejumlah petani di Kabupaten Mesuji juga mengeluhkan harga singkong yang di bawah Rp1.350 per kg. Erwin, petani asal Kecamatan Simpang Pematang, Mesuji, mengatakan dirinya baru saja memanen singkong pekan lalu dan dijual ke lapak dengan harga Rp1.200 per kg.
"Minggu kemarin, saya menjual singkong ke salah satu lapak. Harga kotor Rp1.200 per kg, dan saya dapat bersihnya Rp800 per kg. Panen kali ini hancur, banyak singkong yang busuk akibat cuaca saat ini sering hujan," kata Erwin, pada Selasa (24/6/2025).
Erwin berharap, harga singkong bisa mengikuti aturan yakni sebesar Rp1.350 per kg. Sehingga petani singkong di Kabupaten Mesuji bisa sejahtera. "Harapannya ya bisa naik lagi, sehingga petani bisa sejahtera," katanya.
Keluhan serupa juga disampaikan Petani di Kabupaten Lampung Tengah, Tulang Bawang, dan Lampung Timur, yang masih menerima harga jual jauh dibawah ketentuan, bahkan dengan potongan melebihi 40 persen.
Harga singkong yang diterima petani berada di kisaran Rp900 hingga Rp1.100 per kilogram. Setelah dipotong rafaksi serta ongkos lainnya, hanya menyisakan sekitar Rp800 per kilogram.
“Kalau dihitung bersih, kami cuma dapat sekitar Rp800 per kilo. Padahal biaya produksi saja sudah lebih dari Rp700,” kata Sugeng, petani asal Kecamatan Rumbia, Lampung Tengah.
Situasi serupa terjadi di Tulang Bawang. Pada 13 Juni 2025, PT Teguh Wibawa Bhakti Persada diketahui menetapkan potongan rafaksi hingga 43 persen untuk penjualan 12,9 ton singkong. Harga akhir yang diterima petani hanya Rp769 per kilogram, jauh di bawah harga dasar yang ditetapkan.
Sementara itu, di PT Bumi Sukses Sejahtera Wibawa (BSSW), potongan rafaksi sebesar 32 persen diberlakukan pada 8,3 ton singkong. Meski harga dasar Rp1.350 diterapkan, nilai bersih yang diterima petani hanya sekitar Rp7,6 juta.
Beberapa lapak pengumpul yang diduga terafiliasi dengan Pabrik Muara Jaya di Lampung Timur turut menjadi sorotan petani. Distribusi lapak yang luas justru dinilai menjadi sarana praktik harga yang merugikan.
“Pabrik pasang harga bagus di nota, tapi kenyataannya sistem timbang dan potongan yang main. Ini bukan cuma soal kadar pati, tapi sistem yang dibiarkan,” kata seorang petani setempat. (*)
Berita ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Rabu 25 Juni 2025 dengan judul "Perusahaan Tapioka Abaikan Instruksi Gubernur Lampung”
Berita Lainnya
-
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UTI Gagas Kolaborasi Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Berdampak Bersama SBM ITB
Rabu, 25 Juni 2025 -
Baleg DPR RI Menilai Pemerintah Diam Soal Impor Tapioka: Rugikan Petani Singkong
Rabu, 25 Juni 2025 -
Universitas Teknokrat Indonesia Hadiri Milad ke-71 UMI Makassar, Perkuat Sinergi dan Kolaborasi
Rabu, 25 Juni 2025 -
Festival Krakatau 2025 Tanpa Trip ke Gunung Anak Krakatau
Rabu, 25 Juni 2025