Larung Sesaji Teluk Semaka: Kala Laut Menjadi Tempat Doa dan Harapan Nelayan

Larung Sesaji Teluk Semaka: Kala Laut Menjadi Tempat Doa dan Harapan Nelayan. Foto: Sayuti/kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Tanggamus - Laut Teluk Semaka pagi itu tak hanya menyambut gelombang dan cahaya matahari. Ia juga menerima ratusan doa yang dilayangkan dari hati para nelayan.
Doa-doa itu larut dalam darah kerbau, hasil bumi, dan simbol-simbol adat yang dilarung sebagai persembahan, menandai tradisi sakral Larung Sesaji, sebuah wujud syukur dan permohonan keselamatan yang telah diwariskan turun-temurun di pesisir Kotaagung, Kabupaten Tanggamus.
Tradisi Syukuran Laut Teluk Semaka yang digelar setiap 1 Muharam ini kembali menghidupkan semangat kolektif warga pesisir.
Sejak pagi, TPI Pasarmadang dipadati ratusan perahu nelayan dari berbagai penjuru. Kapal-kapal itu telah dihias semarak oleh tangan-tangan sederhana, membawa serta anak-anak, istri, dan kerabat nelayan, semua larut dalam satu harapan yang sama: keselamatan dan rezeki dari laut.
Sebelum sesaji dilarung ke tengah laut, sebuah arak-arakan dimulai dari Kampung Nelayan Kebun Kelapa. Seekor kerbau jantan dikalungi bunga, diiringi musik tradisional dan barisan pembawa sesaji, diapit oleh "pengantin laut" berupa sepasang warga berpakaian adat sebagai simbol persembahan. Prosesi ini dilepas langsung oleh Wakil Bupati Tanggamus, Agus Suranto.
"Tradisi ini bukan sekadar budaya, tapi ekspresi syukur yang mendalam dari para nelayan kepada Tuhan. Kami berharap seluruh nelayan diberi kemudahan dan keselamatan dalam mencari nafkah di laut," ujar Agus saat melepas arak-arakan.
Di titik sakral Karang Kuku, di perairan Teluk Semaka, ratusan kapal berhenti. Perahu utama yang membawa dongdang (perahu hias berisi kepala kerbau dan hasil bumi), mengambil posisi terdepan. Doa bersama pun dilantunkan, membungkus laut dengan nuansa sakral.
Tak lama kemudian, dongdang dilarung. Saat kepala kerbau tenggelam perlahan, nelayan mulai berebut air laut yang bercampur darah.
Sebagian menyiramkannya ke badan kapal, sebagian membasuh wajah, bahkan tak sedikit yang membawa air dalam jerigen untuk disimpan di rumah.
"Ini bukan mistik. Ini tentang keyakinan kami kepada simbol-simbol keberkahan yang telah diwariskan leluhur. Darah kerbau adalah pengingat bahwa laut butuh dihormati, karena dari sanalah kami hidup," ungkap Rahmat, nelayan setempat.
Kemeriahan tak berhenti di tengah laut. Sebelum prosesi larung, acara telah diisi dengan berbagai kegiatan: Debus, Pencak Silat, kuda kepang, pelayanan kesehatan gratis, sunatan massal, pemberian santunan, dan pameran UMKM hasil laut.
Rohani Sanusi, Ketua Panitia Ruatan Laut, menyampaikan bahwa tahun ini panitia berkomitmen memperkuat nilai sosial dan religius dalam kegiatan.
"Kami tidak hanya melarung kepala kerbau, tapi juga melarung kepedulian. Ada 69 anak yatim dan 31 janda jompo yang kami santuni, serta 42 anak yang dikhitan gratis. Semua dananya murni dari sumbangan nelayan dan pedagang ikan," terang Rohani.
Ia menambahkan bahwa tradisi ini adalah bentuk ikhtiar spiritual masyarakat pesisir. "Kami percaya, selama syukur dan doa masih kami jaga, laut pun akan tetap memberi berkah," tambahnya.
Menjelang siang, langit Teluk Semaka mulai teduh. Satu per satu kapal kembali ke dermaga, membawa pulang lebih dari sekadar tubuh yang lelah, tapi juga jiwa yang lebih lapang.
Di tengah badai ekonomi dan ketidakpastian cuaca, ritual seperti ini menjadi oase spiritual, yang menyatukan harapan manusia dengan kehendak alam.
"Selama laut masih ada, kami akan terus melarung doa setiap tahunnya," kata Nurhayati, seorang istri nelayan, dengan mata yang berbinar.
Dan laut, seperti biasa, tak pernah menolak doa. Ia menerimanya dalam diam, menyimpannya di kedalaman, lalu perlahan mengembalikannya dalam bentuk rezeki, keselamatan, dan keberkahan. (*)
Berita Lainnya
-
Pencuri Motor di Talang Sepuh Tanggamus Ditangkap Satu Jam Usai Beraksi
Jumat, 27 Juni 2025 -
Sinar Harapan dari Petani Muda di Lereng Batutegi Tanggamus
Sabtu, 31 Mei 2025 -
Polisi Olah TKP Penemuan Mayat di Kebun Karet Tanggamus, Diduga Meninggal karena Sakit
Senin, 19 Mei 2025 -
Identitas Mayat di Kebun Karet Pugung Tanggamus Terungkap
Senin, 19 Mei 2025