• Kamis, 03 Juli 2025

Orang Tua Siswa di Tanggamus Sambut Positif Penghapusan Uang Komite Sekolah

Rabu, 02 Juli 2025 - 15.43 WIB
21

Calon siswa SMAN 2 Kotaagung saat daftar ulang sekolah. Foto: Sayuti/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Tanggamus – Di halaman SMAN 2 Kotaagung, Kabupaten Tanggamus, deretan calon siswa baru tampak duduk rapi mengenakan seragam SMP mereka masing-masing. Sebagian membawa map berisi dokumen, sebagian lain tampak didampingi orang tua yang menenteng payung, tas kresek, dan sebotol air mineral. Pagi itu bukan sekadar ritual daftar ulang seperti tahun-tahun sebelumnya, ada suasana baru yang menyelimuti: ringan, lega, dan haru.

Tak terdengar lagi gumaman soal pungutan. Proses daftar ulang berlangsung cepat dan sederhana, tanpa ada pertanyaan, “Berapa besar bayar sumbangan tahun ini?”

“Saya sempat tanya ke petugas, benar enggak tahun ini enggak ada uang komite? Dan jawabannya: iya, gratis. Saya sampai diam sebentar, rasanya seperti mimpi,” ujar Yani Suhartini (42), warga Kecamatan Kotaagung Timur yang mendampingi putrinya, lulusan SMPN 1 Kotaagung Timur, daftar ulang.

Yani bukan satu-satunya. Banyak orang tua di Tanggamus yang hari itu merasakan hal serupa yakni kelegaan yang belum pernah hadir pada awal tahun ajaran sebelumnya.

Semuanya berkat gebrakan Pemerintah Provinsi Lampung di bawah kepemimpinan Gubernur Rahmat Mirzani Djausal, yang resmi menghapus pungutan uang komite bagi SMA, SMK, dan SLB negeri mulai tahun ajaran 2025/2026.

Langkah ini bukan sekadar janji di atas podium. Pemerintah tengah memfinalisasi revisi Peraturan Gubernur Nomor 61 Tahun 2020 yang selama ini menjadi dasar pungutan dari orang tua siswa. Begitu revisi diteken, pungutan dalam bentuk apapun oleh komite sekolah akan dilarang secara tegas.

“Tidak boleh lagi ada pungutan uang komite. Semuanya akan ditanggung oleh pemerintah,” ujar Gubernur Mirzani dalam pertemuan bersama seluruh kepala sekolah se-Provinsi Lampung baru-baru ini.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, Thomas Amirico, menyebut regulasi baru ini sedang berada di meja akhir Biro Hukum dan akan segera ditandatangani sebelum tahun ajaran baru dimulai. Tujuannya jelas,  memastikan tak ada lagi alasan biaya yang menghalangi anak-anak menuntut ilmu.

“Tidak boleh ada alasan kekurangan operasional. Semua akan dibiayai melalui Dana BOS dan APBD. Sekolah tinggal mengelola secara transparan dan akuntabel,” tegas Thomas.

Kebijakan ini membawa angin segar bagi masyarakat kelas bawah di Tanggamus seperti petani, nelayan, buruh harian yang selama ini harus memutar otak di awal tahun ajaran hanya untuk menyekolahkan anak.

Rasid (47), buruh di Kecamatan Wonosobo, mengaku tahun lalu ia terpaksa menunggak iuran komite karena penghasilannya tak cukup. “Kadang malu sama sekolah, tapi kalau nggak makan, anak nggak bisa sekolah juga. Sekarang, kami orang kecil rasanya dihargai,” ujarnya.

Di balik kebijakan ini, Pemerintah Provinsi juga telah menyiapkan alokasi khusus dalam APBD 2025 untuk membiayai operasional sekolah selama masa transisi Juli–Desember 2025. Komite sekolah tidak diperkenankan lagi menetapkan sumbangan wajib. Bantuan dari pihak ketiga seperti CSR atau donatur tetap diperbolehkan, namun harus benar-benar sukarela dan tanpa tekanan.

Dampaknya akan dirasakan oleh lebih dari 200 ribu siswa di Lampung, termasuk ribuan anak dari Kabupaten Tanggamus yang tersebar di puluhan sekolah negeri, dari Pugung hingga Pematangsawa.

Kalangan guru pun menyambut baik langkah ini. Sri Wahyuni, guru di salah satu SMA negeri di Tanggamus menyebut kebijakan ini membantu meringankan beban psikologis di sekolah.

“Kami guru sering ikut tidak enak hati kalau ada orang tua belum bisa bayar. Padahal anaknya pintar dan semangat. Kalau nanti benar-benar gratis, kami bisa lebih fokus mendidik,” ungkapnya.

DPRD Provinsi Lampung juga menyatakan dukungan penuh terhadap program ini. Ketua DPRD, Ahmad Giri Akbar, menegaskan komitmennya untuk mengawal proses revisi regulasi dan memastikan pelaksanaan di lapangan berjalan tanpa hambatan.

Hari itu, ketika para calon siswa SMAN 2 Kotaagung pulang dengan wajah berseri, dan para orang tua melangkah ringan keluar dari gerbang sekolah, ada satu beban besar yang telah mereka tinggalkan, uang komite.

Dan bagi mereka yang selama ini hanya bisa berharap tanpa suara, kebijakan ini bukan hanya soal biaya melainkan tentang keadilan, tentang negara yang hadir di tengah kehidupan rakyatnya, dan tentang impian sederhana: agar anak-anak mereka bisa sekolah tanpa rasa takut, tanpa utang, tanpa air mata. (*)