• Minggu, 06 Juli 2025

Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Lampung Capai 396, KPAI Tekankan Kerja Kolaboratif Semua Elemen

Minggu, 06 Juli 2025 - 11.54 WIB
14

Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Lampung Capai 396. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Lampung sejak awal tahun 2025 hingga 6 Juli 2025 tercatat sebanyak 396 kasus, dengan jumlah korban 430 orang diantaranya 369 perempuan dan 61 laki-laki.

Jumlah kasus dan korban tersebut berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) milik Kementerian Pemberdayaan Perempaun dan Perlindungan Anak RI, yang dikutip pada Minggu (6/7/2025).   

Dalam Simfoni PPA dijabarkan, dari 15 kabupaten/kota di Provinsi Lampung, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terbanyak terjadi di Kota Bandar Lampung yakni 130 kasus. Sedangkan terendah di Kabupaten Lampung Barat berjumlah 7 kasus.

Adapun bentuk kekerasan yang dialami korban adalah, kekerasan seksual 272 kasus, fisik 123, psikis 61, lainnya 11, penelantaran 5, trafficking 3, dan eksploitasi 2.

Anak di bawah umur banyak yang menjadi korban kekerasan berjumlah 322 orang. Sementara korban berusia 18-59 tahun berjumlah 108 orang. 

Berdasarkan tempat kejadian, rumah tangga merupakan yang paling banyak yaitu 234 kasus, lainnya 106 kasus, fasilitas umum 34 kasus, sekolah 16 kasus, tempat kerja 4 kasus, lembaga pendidikan kilat 2 kasus.

Sementara itu, Pemerintah Provinsi Lampung menggelar pertemuan dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam rangka mendukung upaya perlindungan anak secara menyeluruh melalui penguatan koordinasi lintas sektor dan pemberdayaan pemerintah desa.

Pertemuan dilakukan Sekretaris Daerah Provinsi Lampung Marindo Kurniawan dengan Komisioner KPAI Dian Sasmita di Ruang Kerja Sekretaris Daerah, Komplek Kantor Gubernur Lampung, Jumat (4/7/2025).

Pertemuan tersebut juga membahas penguatan sistem perlindungan anak, khususnya dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak.

Komisioner KPAI, Dian Sasmita menyampaikan, kunjungan ini merupakan bagian dari tugas pengawasan pelaksanaan sistem perlindungan anak di daerah.

Ia menekankan pentingnya kerja kolaboratif antara semua pemangku kepentingan di tingkat daerah, termasuk pemerintah provinsi, kabupaten/kota, hingga desa.

"Kami memang ditugaskan untuk melakukan pengawasan, tapi kami lebih senang ketika bisa berdialog seperti ini. Banyak temuan kami di lapangan yang sebenarnya bisa menjadi bahan advokasi ke tingkat nasional," ujarnya.

Dian juga mengapresiasi sejumlah inisiatif positif yang telah dilakukan di Lampung, khususnya melalui penguatan desa dan Forum PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) yang telah terbentuk di ratusan desa di tiga kabupaten, termasuk Pesisir Barat.

"Di Lampung, penguatan desa melalui PATBM cukup menjanjikan. Komunitas ini sudah bergerak di berbagai lini, mulai dari tokoh masyarakat, perempuan, nelayan, bahkan melibatkan forum anak. Ini potensi luar biasa,” jelasnya.

Namun demikian, Dian juga menyoroti tantangan yang dihadapi PATBM, terutama dalam hal penguatan kelembagaan. Menurutnya, gerakan masyarakat yang bersifat sukarela tetap memerlukan dukungan struktural dan kelembagaan yang kuat dari pemerintah.

Ia mencontohkan, di beberapa wilayah, struktur PATBM mulai diperkuat melalui lembaga kemasyarakatan desa agar program edukasi dan pencegahan dapat berjalan lebih efektif dan berkelanjutan.

Selain itu, KPAI mencatat bahwa beberapa pekon di Lampung telah mulai mengalokasikan dana desa untuk mendukung perlindungan anak. 

Dian menilai langkah ini sangat strategis, mengingat selama ini urusan perlindungan anak seringkali hanya dibebankan pada satu dinas saja, yakni Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).

“Padahal isu perlindungan anak itu menyangkut pendidikan, kesehatan, kependudukan, bahkan keterlibatan pemerintah desa. Ini kerja lintas sektor,” tegasnya.

KPAI juga menyoroti tantangan kekinian yang dihadapi anak-anak, seperti maraknya eksploitasi seksual berbasis siber.

"Trafficking sekarang tidak lagi pada tubuh anak, tapi pada gambar. Tantangan ini makin kompleks, sehingga pencegahan dan pengurangan risiko harus ditingkatkan,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Dian juga memberikan apresiasi terhadap keberadaan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) serta Satgas di sekolah-sekolah di Lampung. 

Menurutnya, pendekatan ini menjadi langkah awal penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan ramah anak. (*)