• Rabu, 09 Juli 2025

Judol di Balik Bansos: 571 Ribu Penerima Terciduk

Rabu, 09 Juli 2025 - 10.32 WIB
86

Judol di Balik Bansos: 571 Ribu Penerima Terciduk. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Di balik tujuan mulia pemerintah membantu masyarakat lewat program bantuan sosial (Bansos), tersingkap fakta mengejutkan, ratusan ribu penerima Bansos ternyata tercatat aktif bermain judi online.

Temuan ini bukan sekadar catatan statistik, ia mencerminkan potret menyedihkan penyalahgunaan bantuan negara untuk aktivitas ilegal.

Data terbaru dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan, sebanyak 571.410 orang penerima Bansos terindikasi sebagai pemain judi online.

Jumlah itu berasal dari hasil penelusuran terhadap 28,4 juta nomor induk kependudukan (NIK) penerima bansos sepanjang 2024.

Dari situ, terungkap 9,7 juta NIK yang berinteraksi dengan situs judi online, dan lebih dari setengah juta di antaranya tercatat sebagai penerima bansos aktif.

Tak berhenti di situ, total transaksi yang dilakukan mencapai lebih dari 7,5 juta kali, dengan deposit menembus angka Rp 957 miliar. Yang lebih mencengangkan: angka tersebut hanya berasal dari satu bank.

"Ini bukan lagi soal kesalahan administratif. Ini penyalahgunaan sistem bantuan negara untuk praktik ilegal,” tegas Ketua Tim Humas PPATK, M. Natsir, seperti dikutip dari kompascom.

Tujuan Bansos jelas, meringankan beban ekonomi masyarakat kurang mampu. Namun dalam praktiknya, sebagian penerima justru memanfaatkan celah untuk berjudi secara daring.

Di saat banyak warga benar-benar membutuhkan bantuan untuk makan hari itu juga, ada pula yang menyulap uang negara menjadi chip digital di meja judi.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) langsung merespons temuan ini. Ia menyatakan akan menjadikannya sebagai bahan evaluasi menyeluruh untuk memastikan penyaluran bansos lebih tepat sasaran.

"Ini bagian dari tindak lanjut atas arahan Presiden agar bansos tidak disalahgunakan,” ujar Gus Ipul.

Kementerian Sosial (Kemensos) juga telah membuka partisipasi publik untuk melaporkan dugaan penyimpangan bansos. Laporan bisa masuk lewat jalur formal, aplikasi, maupun call center.

Gus Ipul menegaskan, pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) pun harus ikut bertanggung jawab. Jika ditemukan penerima bantuan yang bermain judol, maka pendamping yang menangani juga akan dievaluasi. Bahkan, kontrak kerja mereka bisa saja tak diperpanjang.

Pemerintah juga mencurigai kejanggalan lain. PPATK menemukan banyak rekening penerima bansos yang memiliki saldo di atas Rp1 juta hingga Rp 2 juta, jumlah yang tak lazim untuk kelompok miskin ekstrem.

"Biasanya, Bansos langsung dipakai. Kalau dananya masih mengendap banyak, ini patut ditelusuri lebih dalam,” ujar Gus Ipul.

Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menyambut baik langkah pengecekan rekening bansos.

Ia menilai, baru kali ini upaya menyeluruh dilakukan untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan bantuan negara.

Namun, Trubus juga mengingatkan bahwa tidak semua penyimpangan harus dihukum berat. Ia menyarankan agar ada sanksi edukatif bagi pelanggaran ringan, seperti bermain judol karena ikut-ikutan. Sementara untuk kasus lebih serius, seperti dugaan adanya bandar, harus ada investigasi mendalam.

Kasus ini bukan hanya soal angka dan nominal. Ini adalah alarm keras bagi tata kelola bantuan sosial di Indonesia.

"Jika Bansos, yang ditujukan untuk menyelamatkan nyawa dan memberi harapan, bisa 'disulap' jadi modal judi online, maka kita punya masalah serius dalam verifikasi, pengawasan, dan edukasi penerima," terangnya.

Gus Ipul juga menegaskan pentingnya partisipasi masyarakat untuk melaporkan penyalahgunaan. Dalam enam bulan terakhir, Kemensos telah menerima lebih dari 500 ribu laporan masyarakat tentang potensi penerima yang tidak layak.

Laporan ini akan diverifikasi bersama Badan Pusat Statistik (BPS), dan dimasukkan ke sistem verifikasi data sosial nasional (DTSEN). Harapannya, Bansos di masa depan benar-benar menyentuh mereka yang membutuhkan.

Fakta bahwa hampir satu triliun rupiah dana judi online berasal dari rekening penerima bansos menggambarkan ironi besar dalam sistem bantuan kita.

Di satu sisi, negara berupaya hadir untuk rakyat. Di sisi lain, ada yang mempermainkan kepercayaan itu untuk kepentingan sesaat.

Jika tidak ada langkah tegas dan sistematis, maka bukan hanya bansos yang gagal mencapai sasaran, tetapi juga kepercayaan publik terhadap pemerintah yang akan tergerus.

"Kini, saatnya menjadikan evaluasi ini bukan sekadar berita sesaat. Tapi momentum pembenahan total. Karena yang dipertaruhkan bukan hanya anggaran, tapi juga nilai-nilai keadilan sosial di negeri ini," pungkasnya. (*)