• Kamis, 17 Juli 2025

Alamat CV Bukit Pesagi Diduga Fiktif, Pengamat Hukum UBL Desak APH Turun Tangan

Kamis, 17 Juli 2025 - 14.30 WIB
250

Pengamat Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Zainudin Hasan. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Dugaan penggunaan alamat fiktif oleh CV Bukit Pesagi, pelaksana proyek rekonstruksi jalan provinsi ruas Liwa–Batas Sumatera Selatan (BTS) senilai lebih dari Rp5 miliar, kini menjadi sorotan utama. Pengamat hukum dari Universitas Bandar Lampung (UBL), Zainudin Hasan, mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengambil tindakan.

“Perusahaan pelaksana yang terbukti (menggunakan alamat) fiktif dapat dijerat Pasal 378 KUHP tentang penipuan, dan ke depan akan diperkuat menjadi Pasal 492 dalam KUHP baru tahun 2026,” kata Zainudin saat di konfirmasi melalui sambungan WhatsApp, Rabu (17/7/2025).

Kepala Pusat Studi Anti Korupsi itu juga menjelaskan bahwa, penggunaan identitas termasuk alamat fiktif dalam proses tender pengadaan barang dan jasa pemerintah bukan hanya melanggar hukum administrasi, tapi juga berpotensi merugikan negara secara signifikan. Apalagi jika dana dari proyek tersebut disalahgunakan.

“Jika dana proyek diselewengkan, pelakunya dapat dijerat UU Tipikor. Dan bila hasil kejahatannya disamarkan atau dialihkan, maka perbuatannya memenuhi unsur Tindak Pidana Pencucian Uang,” jelasnya.

Ia juga mengingatkan, pemalsuan dokumen atau keterangan palsu untuk mengikuti tender pengadaan pemerintah dapat dikenakan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat. “Ini pelanggaran serius. Negara bisa dirugikan, dan tanggung jawab pidana harus ditegakkan,” tegasnya.

Zainudin Hasan menekankan perlunya aparat penegak hukum segera turun tangan. “Harus ada penyelidikan menyeluruh. Jangan sampai praktik semacam ini terus berulang dan merugikan negara,” pungkasnya.

Pernyataan Zainudin ini merespons dugaan keberadaan CV Bukit Pesagi yang menjadi kontraktor pelaksana proyek rekonstruksi jalan provinsi ruas Liwa–Batas Sumatera Selatan (BTS) senilai lebih dari Rp5 miliar. Berdasarkan penelusuran tim Kupas Tuntas, alamat perusahaan tersebut tidak dapat ditemukan secara faktual di lapangan.

Dalam data resmi Direktori BPS Lampung, CV Bukit Pesagi tercatat beralamat di Jalan Taman Jaya No. 113, Kelurahan Liwa, Kecamatan Balik Bukit, Lampung Barat. Namun saat dicek langsung, tidak ditemukan kantor perusahaan, plang nama, maupun aktivitas usaha.

Warga sekitar juga menyatakan tidak pernah mengetahui keberadaan perusahaan tersebut. “Tidak ada aktivitas perusahaan konstruksi di sini. Kalau memang ada, pasti kami tahu. Tapi ini benar-benar tidak pernah terdengar,” ujar salah satu warga setempat, Rabu (16/7/2025).

Masyarakat juga mendesak Dinas Bina Marga dan instansi pengawas proyek di lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung untuk melakukan audit menyeluruh terhadap proyek dan legalitas perusahaan yang terlibat.

Sebelumnya, anggota DPRD Lampung Barat, Nopiyadi S.l.P secara tegas meminta agar pengerjaan proyek drainase tersebut segera dihentikan dan dievaluasi secara menyeluruh. Menurutnya, proyek tersebut tidak hanya gagal mengalirkan air secara efektif, tetapi juga memperparah kondisi di sekitar lokasi karena menyebabkan kerusakan lahan milik warga.

"Kita bersyukur saat uji coba turun hujan deras. Dari situ bisa kita lihat bahwa proyek ini tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Drainase yang dibangun malah memperparah longsoran, bukan mengatasinya," ujar Nopiyadi melalui sambungan WhatsApp, Selasa (15/07/2025).

Ia mengungkapkan bahwa bak penampungan air yang menjadi bagian dari proyek justru tidak mampu menahan tekanan derasnya aliran air hujan. Akibatnya, terjadi amblesan tanah cukup besar di sekitar konstruksi, yang bahkan berdampak pada lahan warga di sekitarnya.

"Bak penampungan tidak kuat menahan debit air tinggi, sehingga terbentuk lubang besar yang menyebabkan tanah di sekitarnya ambles. Ini sangat membahayakan dan tidak bisa dibiarkan," jelasnya.

Melihat kondisi tersebut, Nopiyadi menilai proyek drainase tersebut sudah tidak layak untuk diteruskan. Ia mendesak pemerintah propinsi  Lampung  dan pelaksana proyek untuk segera menghentikan seluruh aktivitas pembangunan terkait drenase hingga dilakukan evaluasi teknis secara menyeluruh.

"Proyek ini harus dihentikan dulu. Sudah terbukti gagal dari segi fungsi. Jangan dilanjutkan sebelum ada perencanaan ulang yang benar-benar matang dan mempertimbangkan kondisi lapangan," tegasnya.

Lebih lanjut, Nopiyadi meminta agar pemerintah propinsi  membuka seluruh dokumen proyek kepada publik, termasuk Rencana Anggaran Biaya (RAB), gambar teknis, dan dokumen perencanaan lainnya. Menurutnya, transparansi menjadi hal mutlak untuk menjawab keraguan masyarakat terkait kualitas proyek tersebut.

"Pemerintah harus terbuka. Tunjukkan RAB-nya, pajang gambar desain proyek di lokasi. Biar masyarakat tahu, apakah sesuai spesifikasi atau tidak. Jangan ada yang ditutup-tutupi," katanya.

Politikus yang dikenal vokal itu juga menyoroti dugaan lemahnya perencanaan proyek, terutama dalam memperhitungkan kondisi geografis dan struktur tanah di lokasi pembangunan. Ia menyebut bahwa tanah di lokasi pembangunan drainase tersebut tergolong labil dan rentan longsor, sehingga membutuhkan pendekatan teknis yang lebih spesifik.

"Tanahnya itu labil. Kalau tidak dihitung dengan benar, dampaknya seperti ini. Air datang, bak penampungan tidak mampu menahan tekanan, lalu struktur runtuh dan tanah ambles. Ini jelas kesalahan dalam tahap perencanaan," paparnya.

Menurut Nopiyadi, kegagalan proyek ini bisa disebabkan dua hal utama, yakni perencanaan yang tidak matang atau pelaksanaan teknis yang menyimpang dari dokumen RAB. Oleh karena itu, ia menilai penting dilakukan audit teknis dan investigasi menyeluruh oleh pihak terkait.

"Harus diidentifikasi. Apakah karena kesalahan perencanaan atau pelaksanaannya tidak sesuai dengan spesifikasi anggaran? Ini harus diuji secara terbuka," imbuhnya. (*)