• Kamis, 17 Juli 2025

BPN Ungkap Lahan HGU PT SGC 84.523 Hektare, Beroperasi di Tuba dan Lamteng

Kamis, 17 Juli 2025 - 08.18 WIB
34

Kepala Kanwil BPN Provinsi Lampung, Hasan Basri Natamenggala. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Provinsi Lampung mengungkapkan bahwa total luas lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Sugar Group Companies (SGC) mencapai 84.523 hektare. Lahan tersebut merupakan milik empat perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Tulang Bawang (Tuba) dan Lampung Tengah (Lamteng).

Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk membahas masalah pertanahan bersama Kementerian ATR/BPN, Kanwil BPN Provinsi Lampung, dan Aliansi Komando Aksi Rakyat (AKAR) Lampung di Ruang Komisi II DPR RI, Jakarta, pada Selasa (15/7/2025).

Dalam RDPU yang dipimpin Wakil Ketua Komisi II, Dede Yusuf, Ketua AKAR Lampung, Indra Musta’in, mengungkap sejumlah persoalan yang melibatkan PT SGC.

Indra menyebut konflik agraria akibat HGU PT SGC sebagai masalah klasik yang hingga kini belum terselesaikan. Ia menegaskan bahwa inti persoalannya sederhana: masyarakat tidak ingin mengambil lahan perusahaan, dan perusahaan juga seharusnya tidak mengambil lahan milik warga.

Ia mengatakan, dampak konflik antara masyarakat dan PT SGC sangat luas, mulai dari keretakan sosial, persoalan politik, hingga persoalan hukum.

“Selama ini terjadi perbedaan data terkait luas lahan HGU PT SGC. Datanya beragam dan tidak ada sinkronisasi dari pemerintah. Jadi, data mana yang bisa dipercaya?” tegasnya.

“Misalnya, data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Lampung mencatat luas HGU 62.000 hektare. Kementerian ATR/BPN tahun 2019 mencatat 75.600 hektare. Kemudian data ATR/BPN Tulang Bawang 86.000 hektare. Bahkan, di website DPR RI, disebutkan luas HGU PT SGC 116.000 hektare, dan menurut data BPS tahun 2013 mencapai 141.000 hektare. Lalu, angka mana yang harus dipegang?” papar Indra.

"Jadi sangat sulit mengetahui berapa sebenarnya lahan HGU yang dimiliki SGC saat ini," lanjutnya.

Indra berharap DPR RI dapat merekomendasikan pengukuran ulang terhadap lahan HGU PT SGC. “Kami harap yang melakukan pengukuran ulang adalah pihak independen. Saya yakin di Jakarta banyak yang mampu,” ujarnya.

Ia juga meminta agar PT SGC dipanggil oleh Komisi II DPR RI untuk memberikan penjelasan demi keterbukaan informasi kepada publik.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Kanwil BPN Provinsi Lampung, Hasan Basri Natamenggala, menjelaskan bahwa luas HGU PT SGC mengacu pada data sinkronisasi Komputerisasi Kegiatan Pertanahan (KKP) Kantor Pertanahan.

“Dalam PT SGC terdapat empat perusahaan, yakni PT SIL, PT Garuda Panca Arta, PT ILP, dan PT GPM yang beroperasi di Kabupaten Tulang Bawang dan Lampung Tengah. Berdasarkan Aplikasi Bumi ATR/BPN, terdapat 22 nomor identifikasi bidang di Tulang Bawang dan 3 di Lampung Tengah. Total luas HGU SGC adalah 84.523,900 hektare, berdasarkan data yang diunduh pada 14 Juli 2025,” jelasnya.

Hasan mengatakan, jika ada usulan pengukuran ulang lahan, maka akan ada konsekuensinya, seperti penataan batas, pengukuran ulang, serta pembiayaan. Ia menyebut pihaknya menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada Komisi II DPR RI.

Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupaten Tulang Bawang menambahkan, sesuai data KKP, luas HGU PT SGC di wilayah itu adalah 70.028 hektare. Sementara Kantah Lampung Tengah menyebutkan ada 14.495 hektare HGU di wilayah tersebut yang dipegang oleh PT GPM.

Hasan menambahkan, HGU merupakan produk tata usaha negara yang di dalamnya melekat instrumen korektif, sehingga jika terjadi perbedaan batas, dapat dilakukan pengukuran ulang.

Ia menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2021, pengukuran ulang hanya dapat dilakukan jika diajukan oleh subjek atau pemegang hak, dalam hal ini PT SGC.

“Berdasarkan Permen tersebut, pengukuran ulang memerlukan pembiayaan dan harus diajukan oleh pemilik lahan, bukan oleh BPN, kecuali ada persetujuan dari perusahaan maupun DPR RI,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana, mengungkapkan bahwa biaya pengukuran ulang untuk lahan HGU seluas 60.000 hektare mencapai Rp3,57 miliar, untuk 80.000 hektare sebesar Rp7,5 miliar, dan untuk 100.000 hektare sekitar Rp10 miliar.

“Pengalaman kami, untuk identifikasi perkebunan tebu harus ada kejujuran dari pihak perusahaan mengenai batas-batasnya. Pengukuran bisa dilakukan dengan dilineasi peta, dan hasilnya tidak akan terlalu jauh,” jelasnya.

Sebelum menutup rapat, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, meminta Kementerian ATR/BPN melakukan pengukuran ulang lahan HGU PT SGC.

“Silakan pakai satelit atau peta, yang penting hasilnya harus 95 persen akurat,” tegasnya.

Dede Yusuf juga membacakan kesimpulan rapat, bahwa untuk menyelesaikan konflik HGU PT SGC seperti yang disampaikan AKAR, Komisi II DPR RI meminta Kementerian ATR/BPN menertibkan seluruh HGU milik SGC di Provinsi Lampung dengan melakukan inventarisasi, identifikasi, termasuk pengukuran ulang, agar tidak terjadi konflik dengan masyarakat.

Ketua Komisi II DPR RI, M. Rifqinizamy Karsayuda, menambahkan bahwa pengukuran ulang dilakukan demi menghindari konflik antara perusahaan dan masyarakat, serta untuk memaksimalkan penerimaan negara dari sektor pertanahan melalui PNBP.

“Ini agar ke depan tidak terjadi lagi konflik antara perusahaan dan masyarakat, serta negara mendapatkan penerimaan sesuai peraturan perundang-undangan,” tegasnya.

Ia menyatakan bahwa teknis pelaksanaan pengukuran ulang diserahkan sepenuhnya kepada Kementerian ATR/BPN.

“Kita serahkan teknis kepada pemerintah. Mudah-mudahan semangat untuk melakukan penertiban bisa berjalan sesuai harapan,” imbuhnya. (*)

Berita ini telah terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Kamis 17 Juli 2025 dengan judul “BPN Ungkap Lahan HGU PT SGC 84.523 Hektar”