• Jumat, 18 Juli 2025

Pemkot Metro Genjot Reformasi Pajak Daerah Lewat Pemutakhiran Data dan Digitalisasi

Kamis, 17 Juli 2025 - 13.12 WIB
126

Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Metro, Ade Erwinsyah. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Metro - Di tengah tekanan ekonomi nasional dan global, Pemerintah Kota Metro terus memperkuat strategi fiskal dengan melakukan reformasi penerimaan pajak daerah, khususnya pada sektor Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang dinilai masih belum tergarap maksimal.

Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Metro, Ade Erwinsyah, menyebut bahwa fluktuasi ekonomi secara nasional berdampak langsung pada daya beli masyarakat dan kinerja dunia usaha, yang secara otomatis ikut menekan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

"Ketika inflasi meningkat dan daya beli masyarakat turun, maka aktivitas pelaku usaha melambat. Ini berdampak langsung pada penerimaan pajak," ujar Ade, Kamis (17/7/2025).

Selain itu, gangguan terhadap APBN juga berpotensi memengaruhi besarnya alokasi Dana Transfer ke Daerah, seperti DAU, DBH, dan insentif fiskal yang menjadi salah satu sumber utama pembiayaan daerah.

Menanggapi tantangan tersebut, BPPRD Metro mengusung lima langkah strategis untuk mempertahankan stabilitas fiskal lokal:

1.      Memenuhi persyaratan alokasi Dana Transfer baik dari pusat maupun provinsi.

2.      Pemutakhiran potensi pajak secara berkala agar basis data tetap relevan.

3.      Optimalisasi penagihan dan pengawasan terhadap wajib pajak.

4.      Percepatan digitalisasi pembayaran pajak melalui sistem transaksi non tunai.

5.      Penguatan kerja sama dengan Pemprov dalam pengelolaan PKB dan BBNKB.

Langkah-langkah tersebut dinilai tidak hanya administratif, tetapi juga strategis dalam memperkuat kemandirian fiskal daerah (local taxing power) yang sejalan dengan arahan pemerintah pusat.

Ade mengakui, sektor PBB-P2 merupakan tantangan tersendiri bagi daerah setelah pelimpahan kewenangan dari pusat.

“PBB-P2 butuh proses panjang dalam penyesuaian data. Tapi kami terus melakukan pemutakhiran agar pengelolaannya lebih optimal ke depan,” jelasnya.

Meski belum menunjukkan hasil maksimal, BPPRD optimistis sektor ini akan memberi kontribusi signifikan dalam jangka menengah, seiring dengan pembaruan sistem dan basis data.

Sebagai bentuk penyesuaian kebijakan, Pemkot Metro telah mengimplementasikan Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), turunan dari UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

Salah satu kebijakan penting adalah penghapusan denda PBB-P2 untuk masa pajak 2002–2024 melalui SK Wali Kota Metro Nomor 900.1.13.1-283 Tahun 2025.

"Ini bentuk keberpihakan terhadap masyarakat dan insentif agar wajib pajak lebih patuh,” tambah Ade.

Saat ditanya soal proyeksi pendapatan, Ade menyebut bahwa target realistis untuk 2026 akan dipasang lebih optimistis, seiring penguatan di tahun 2025. Meski belum menyebut angka spesifik, arah kebijakan menunjukkan dorongan serius menuju PAD yang sehat, adil, dan berkelanjutan.

Selain meningkatkan pajak, Metro juga terbuka untuk diversifikasi sumber pendapatan, namun tetap dalam koridor regulasi dari pemerintah pusat.

"Kita bisa kreatif, tapi tetap di jalur hukum,” ujarnya.

Dalam aspek akuntabilitas, Pemkot Metro telah menerapkan pembayaran non tunai untuk seluruh penerimaan daerah yang langsung masuk ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD).

Pemerintah juga menggunakan aplikasi Sippol untuk membantu wajib pajak memantau kewajibannya secara mandiri dan real-time.

Sementara dari sisi edukasi, berbagai media digunakan—dari billboard, banner, siaran suara di tempat publik, hingga pertemuan langsung dengan wajib pajak—untuk meningkatkan kesadaran pajak di tengah masyarakat.

Di sektor retribusi, BPPRD terus membangun koordinasi lintas OPD, karena pengelolaan unit retribusi tersebar di banyak dinas.

“Teknologi bukan hanya alat pembayaran, tapi juga instrumen akuntabilitas dan efisiensi,” tandasnya. (*)

1.      Memenuhi persyaratan alokasi Dana Transfer baik dari pusat maupun provinsi.

2.      Pemutakhiran potensi pajak secara berkala agar basis data tetap relevan.

3.      Optimalisasi penagihan dan pengawasan terhadap wajib pajak.

4.      Percepatan digitalisasi pembayaran pajak melalui sistem transaksi non tunai.

5.      Penguatan kerja sama dengan Pemprov dalam pengelolaan PKB dan BBNKB.

Langkah-langkah tersebut dinilai tidak hanya administratif, tetapi juga strategis dalam memperkuat kemandirian fiskal daerah (local taxing power) yang sejalan dengan arahan pemerintah pusat.

Ade mengakui, sektor PBB-P2 merupakan tantangan tersendiri bagi daerah setelah pelimpahan kewenangan dari pusat.

“PBB-P2 butuh proses panjang dalam penyesuaian data. Tapi kami terus melakukan pemutakhiran agar pengelolaannya lebih optimal ke depan,” jelasnya.

Meski belum menunjukkan hasil maksimal, BPPRD optimistis sektor ini akan memberi kontribusi signifikan dalam jangka menengah, seiring dengan pembaruan sistem dan basis data.

Sebagai bentuk penyesuaian kebijakan, Pemkot Metro telah mengimplementasikan Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), turunan dari UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

Salah satu kebijakan penting adalah penghapusan denda PBB-P2 untuk masa pajak 2002–2024 melalui SK Wali Kota Metro Nomor 900.1.13.1-283 Tahun 2025.

"Ini bentuk keberpihakan terhadap masyarakat dan insentif agar wajib pajak lebih patuh,” tambah Ade.

Saat ditanya soal proyeksi pendapatan, Ade menyebut bahwa target realistis untuk 2026 akan dipasang lebih optimistis, seiring penguatan di tahun 2025. Meski belum menyebut angka spesifik, arah kebijakan menunjukkan dorongan serius menuju PAD yang sehat, adil, dan berkelanjutan.

Selain meningkatkan pajak, Metro juga terbuka untuk diversifikasi sumber pendapatan, namun tetap dalam koridor regulasi dari pemerintah pusat.

"Kita bisa kreatif, tapi tetap di jalur hukum,” ujarnya.

Dalam aspek akuntabilitas, Pemkot Metro telah menerapkan pembayaran non tunai untuk seluruh penerimaan daerah yang langsung masuk ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD).

Pemerintah juga menggunakan aplikasi Sippol untuk membantu wajib pajak memantau kewajibannya secara mandiri dan real-time.

Sementara dari sisi edukasi, berbagai media digunakan—dari billboard, banner, siaran suara di tempat publik, hingga pertemuan langsung dengan wajib pajak—untuk meningkatkan kesadaran pajak di tengah masyarakat.

Di sektor retribusi, BPPRD terus membangun koordinasi lintas OPD, karena pengelolaan unit retribusi tersebar di banyak dinas.

“Teknologi bukan hanya alat pembayaran, tapi juga instrumen akuntabilitas dan efisiensi,” tandasnya. (*)

Berita Lainnya

-->