• Kamis, 24 Juli 2025

Membaca Makna Rotasi Pejabat Parosil, Antara Integritas, Efisiensi dan Politik, Oleh : Echa Wahyudi

Rabu, 23 Juli 2025 - 15.11 WIB
396

Echa Wahyudi Wartawan Kupas Tuntas di Lampung Barat. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Lampung Barat - Rabu 23 Juli 2025 menjadi langkah penting yang diambil oleh Bupati Parosil Mabsus, yang melakukan pelantikan dan rotasi besar-besaran terhadap pejabat eselon II, III, dan IV di lingkungan pemerintah kabupaten setempat, yang digelar di Lamban Pancasila, Kecamatan Balik Bukit.

Pelantikan ini tidak hanya mengukuhkan nama-nama pejabat yang akan mengisi posisi strategis di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD), tetapi juga mencerminkan adanya niat dan arah kebijakan pemerintahan yang hendak mengedepankan penyegaran struktur birokrasi.

Langkah Berani dan Signifikansi Politis

Langkah ini terbilang berani. Tidak banyak kepala daerah yang mengambil keputusan untuk merotasi secara serentak ratusan pejabat dalam waktu bersamaan. Tentu saja, keputusan ini tidak diambil secara emosional atau semata-mata berbasis kekuasaan pribadi.

Seperti yang ditegaskan oleh Bupati Parosil, pelantikan ini dilakukan berdasarkan evaluasi kinerja, kebutuhan organisasi, serta dalam rangka peningkatan efektivitas pelayanan publik di Bumi Beguai Jejama Sai Betik.

Namun demikian, kita perlu mengkaji lebih jauh tentang dampak dari rotasi masif ini. Apakah benar keputusan ini akan mendorong profesionalisme dan kualitas birokrasi? Ataukah justru akan menciptakan potensi maladministrasi baru akibat keterkejutan struktur?

Penyegaran atau Penumpukan Struktur?

Rotasi tentu diperlukan, bahkan menjadi kewajiban bagi seorang kepala daerah dalam menjaga ritme kerja birokrasi agar tidak stagnan. Namun, pelantikan secara serentak dalam skala sebesar ini perlu dicermati dari beberapa sisi.

Pertama, kita harus melihat kesiapan pejabat yang ditempatkan. Tidak semua dari mereka berasal dari bidang teknis yang sejalan dengan posisi barunya. Misalnya, seorang pegawai berlatar pendidikan sosial bisa saja menduduki jabatan strategis di bidang infrastruktur atau riset.

Pertanyaannya, sejauh mana proses rotasi ini mempertimbangkan kesesuaian latar belakang dengan kebutuhan jabatan?

Kedua, dalam pelantikan ini terdapat 13 nama pejabat eselon II (jabatan tinggi pratama), puluhan eselon III, dan lebih banyak lagi di eselon IV. Perlu diingat, semakin besar struktur pemerintahan, maka semakin besar pula beban biaya operasional yang dibutuhkan.

Di sisi lain, efektivitas pelayanan justru sering kali lebih tercipta pada struktur ramping yang efisien, bukan pada struktur gemuk yang boros anggaran.

Tuntutan Terhadap Profesionalisme dan Kinerja Nyata

Dalam pidatonya, Bupati menekankan pentingnya loyalitas, integritas, serta adaptasi terhadap tantangan pelayanan publik. Ini tentu sebuah pengingat penting. Karena birokrasi hari ini tidak lagi bisa berjalan dengan sistem konvensional.

Dibutuhkan pemahaman terhadap teknologi, tata kelola modern, serta kemampuan berkomunikasi publik yang baik.

Beberapa posisi strategis yang telah diisi patut dicermati.

Misalnya, Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah yang kini dijabat oleh Ir. Sugeng Raharjo, M.T., diharapkan tidak hanya menjadi simbol lembaga, tapi mampu menghadirkan terobosan ilmiah dan program berbasis data untuk pembangunan berkelanjutan.

Begitu pula Reza Mahendra, S.H., M.H. sebagai Kepala BKPSDM, harus mampu menerjemahkan rotasi ini ke dalam mekanisme pengembangan SDM yang meritokratis, bukan politis.

Di bidang komunikasi dan informasi, Burlianto Eka Putra, S.H. diharapkan mampu menghidupkan kembali peran aktif Diskominfo sebagai corong pemerintah daerah yang transparan dan responsif terhadap kebutuhan informasi publik. Era digital menuntut informasi cepat, akurat, dan partisipatif. Tidak boleh lagi ada sekat antara pemerintah dan rakyatnya.

Antara Representasi Pemerintah dan Pengayom Masyarakat

Rotasi juga menyentuh sektor kewilayahan dengan dilantiknya 13 camat baru. Jabatan camat adalah yang paling dekat dengan masyarakat. Maka camat bukan sekadar pejabat administratif, melainkan pemimpin lokal. Mereka bertugas mendeteksi permasalahan warga sejak dini, menghubungkan pekon dan OPD, serta menjadi telinga dan tangan pemerintah dalam menjangkau rakyat di pelosok.

Namun, realita di lapangan sering kali berbeda. Tidak jarang camat yang baru menjabat kesulitan memahami dinamika sosial masyarakat setempat.

Ini menjadi tantangan utama: bagaimana camat dapat segera beradaptasi, menyusun program prioritas, dan membangun komunikasi aktif dengan aparat pekon serta tokoh masyarakat?

Wajib Ada Evaluasi Publik dan Akuntabilitas

Dalam pelantikan besar seperti ini, masyarakat tidak cukup hanya diberikan daftar panjang nama dan jabatan baru. Harus ada kontrak kinerja terbuka yang bisa dipantau secara periodik.

Pemerintah daerah perlu menyusun indikator keberhasilan dari masing-masing jabatan, serta menyediakan ruang pelaporan dari masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan.

Sebab, mutasi tanpa kontrol publik hanya akan menjadi rotasi biasa yang tak berdampak pada kesejahteraan. Pengawasan dan evaluasi secara berkala wajib dilakukan oleh DPRD, inspektorat, serta masyarakat sipil.

Selain itu, penting untuk dicatat bahwa promosi jabatan juga harus menghindari praktik nepotisme terselubung. Transparansi dalam proses seleksi dan pengangkatan pejabat akan membangun kepercayaan publik yang sangat penting bagi stabilitas dan legitimasi pemerintahan.

Momentum Reformasi Birokrasi yang Sesungguhnya

Meski diwarnai catatan kritis, kita tetap perlu memberikan ruang optimisme. Rotasi ini, jika dimanfaatkan dengan bijak, dapat menjadi tonggak awal reformasi birokrasi di Lampung Barat.

Reformasi bukan hanya soal ganti orang, tapi juga perubahan kultur kerja, efektivitas pelayanan, dan peningkatan kepercayaan rakyat kepada pemerintah.

Bupati Parosil telah membuka babak baru. Sekarang tugas seluruh pejabat yang dilantik adalah membuktikan bahwa kepercayaan yang diberikan bukanlah hadiah, melainkan amanah rakyat. Mereka harus bekerja lebih cepat, lebih tepat, dan lebih terbuka terhadap kritik.

Sebagai media dan elemen masyarakat, tugas kita adalah mengawal. Mengkritisi jika salah arah, memberi apresiasi jika tepat sasaran. Karena pada akhirnya, rotasi ini bukan tentang siapa yang duduk di mana, melainkan tentang sejauh mana pemerintahan mampu membawa perubahan nyata bagi rakyatnya.

Rotasi telah dilakukan, kini saatnya pembuktian.

Birokrasi harus bergerak lebih cepat dari masalah. Jika tidak, maka rotasi besar ini hanya akan menjadi catatan administratif tanpa makna pembangunan. (*)