• Jumat, 25 Juli 2025

Produksi Padi di Lampung 1,8 Juta Ton, Pengamat Soroti Nilai Tambah dan Ancaman Hama

Kamis, 24 Juli 2025 - 14.17 WIB
24

Pengamat ekonomi dari Universitas Lampung (Unila), Usep Syaifudin. Foto: Ist.

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Produksi padi atau gabah di Provinsi Lampung hingga 21 Juli 2025 tercatat mencapai 1,8 juta ton, atau sekitar 51 persen dari target tahunan sebesar 3,5 juta ton. Capaian produksi ini tersebar di 15 kabupaten/kota di seluruh wilayah provinsi.

Meskipun capaian ini dinilai cukup baik untuk pertengahan tahun, sejumlah pengamat menekankan bahwa keberhasilan produksi bukan satu-satunya indikator penting. Nilai tambah dari hasil pertanian, serta ancaman serangan hama terutama saat musim kemarau, menjadi sorotan serius.

Pengamat ekonomi dari Universitas Lampung (Unila), Usep Syaifudin, mengapresiasi capaian produksi yang telah diraih hingga pertengahan tahun.

Namun ia menekankan bahwa tantangan ke depan bukan hanya soal memenuhi target produksi, melainkan juga bagaimana hasil panen itu memberikan nilai tambah yang langsung dinikmati oleh petani dan masyarakat Lampung.

"Saya berharap target bisa tercapai. Tapi yang tidak kalah penting adalah nilai tambahnya, apakah dirasakan rakyat Lampung atau tidak. Misalnya, apakah hasil panen hanya dijual dalam bentuk gabah mentah, atau sudah dalam bentuk beras atau produk turunan lainnya,” ujarnya, Kamis (24/7/2025).

Baca juga : Hingga 21 Juli 2025, Produksi Padi di Lampung 1,8 Juta Ton

Menurutnya, agar pertanian Lampung benar-benar memberi manfaat ekonomi jangka panjang, maka harus ada desain program komprehensif.

Program itu mencakup peningkatan produktivitas lahan, pencegahan alih fungsi lahan pertanian, serta pemberian insentif nyata bagi petani, seperti benih unggul, subsidi pupuk, dan penetapan harga jual minimum yang adil.

Di sisi lain, pengamat pertanian Ahmad Suryanto mengingatkan bahwa musim kemarau membawa tantangan tersendiri bagi petani, salah satunya adalah meningkatnya ancaman serangan hama tikus.

Hal ini terjadi karena tikus berkembang biak pesat saat musim tanam pertama (rendeng) dan mulai menyerang tanaman saat memasuki musim tanam kedua (kemarau).

"Saat musim kemarau seperti sekarang, hama tikus rawan menyerang. Karena itu sebenarnya saat mulai tanam di musim kedua (MT II), seharusnya dilakukan gropyokan tikus secara massal,” katanya. (*)