• Selasa, 29 Juli 2025

Verifikasi Media Tanggamus, Transparansi yang Tertunda, Oleh: Sayuti Rusdi

Selasa, 29 Juli 2025 - 09.08 WIB
52

Sayuti Rusdi Wartawan Kupas Tuntas di Kabupaten Tanggamus. Foto: Sayuti/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Tanggamus - Sudah lebih dari sepekan sejak pengumuman yang dijanjikan pada 17 Juli 2025, namun daftar resmi hasil verifikasi media massa di Kabupaten Tanggamus tak kunjung dirilis. Proses yang semestinya menjadi tolok ukur kredibilitas media justru menyeret pemerintah daerah dalam pusaran pertanyaan publik.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Tanggamus, Suhartono, ketika dihubungi wartawan, hanya menyampaikan satu alasan,  hasil verifikasi masih berada di meja Bupati Mohammad Saleh Asnawi dan belum ditandatangani. “Beliau masih sibuk,” ujarnya singkat.

Pernyataan ini seolah menempatkan nasib puluhan media lokal di tangan birokrasi yang tidak sensitif terhadap waktu. Padahal, verifikasi bukan sekadar formalitas administratif. 

Ia adalah jantung dari Peraturan Bupati Tanggamus Nomor 19 Tahun 2024, yang mengatur standar kerjasama antara pemerintah dan pers, serta menjadi tonggak baru dalam menertibkan ekosistem informasi di daerah.

Aturan yang ditandatangani Pj. Bupati Mulyadi Irsan pada Mei 2024 itu cukup progresif. Ia mensyaratkan legalitas perusahaan pers, kompetensi wartawan, hingga eksistensi digital yang bisa diverifikasi. 

Persyaratan ini penting untuk menyingkirkan media abal-abal yang kerap menjadikan "wartawan" sebagai alat tekan, bahkan pemerasan.

Namun, ketika eksekusinya tersendat hanya karena alasan "meja pimpinan", publik wajar curiga. Mengapa proses administrasi yang telah rampung sejak Maret harus menunggu begitu lama? Apakah memang hanya karena kesibukan, atau ada tarik-menarik kepentingan di balik layar?

Keterlambatan ini menyimpan risiko besar. Media lokal yang telah memenuhi semua persyaratan menjadi korban ketidakpastian. 

Tanpa kejelasan status verifikasi, mereka kesulitan menyusun rencana kerja, menyusun anggaran, bahkan kehilangan legitimasi untuk menjalin relasi dengan perangkat daerah.

Di sisi lain, publik juga kehilangan pedoman untuk memilah mana media yang kredibel, mana yang sekadar papan pengumuman bermuatan kepentingan tertentu. 

Jika daftar verifikasi tidak diumumkan, maka misi untuk membangun kemitraan yang sehat antara pemerintah dan media bisa berakhir sebagai jargon kosong.

Pemerintah daerah, khususnya Bupati Mohammad Saleh Asnawi, mesti menyadari bahwa transparansi adalah hak publik dan kewajiban pejabat. 

Menunda pengumuman hasil verifikasi adalah menunda kepercayaan. Padahal, kepercayaan adalah modal paling mahal dalam membangun tata kelola informasi yang sehat di era digital.

Ketika pemerintah sibuk merancang aturan yang bagus tapi tak sanggup mengeksekusinya tepat waktu, maka publik punya alasan untuk skeptis. 

Jangan sampai verifikasi yang awalnya diniatkan sebagai upaya penertiban, justru menjadi ladang kompromi dan seleksi berdasarkan kedekatan, bukan kualitas.

Kini semua kembali kepada satu tanda tangan. Satu keputusan yang akan menentukan arah relasi antara pemerintah dan media di Tanggamus. 

Jika Bupati Mohammad Saleh Asnawi serius ingin membangun ekosistem informasi yang sehat, inilah momentum untuk membuktikannya.

Tanggamus tidak kekurangan jurnalis yang kompeten. Yang dibutuhkan hanya kepemimpinan yang jujur, transparan, dan berani menolak intervensi. Sebab tanpa itu, verifikasi hanya akan jadi selembar kertas tanpa makna. (*)