Ombak Besar dan Angin Kencang Hantam Pantai Kotaagung, Puluhan Kapal Nelayan Rusak

Sejumlah nelayan di Dusun Kapuran, Kelurahan Pasarmadang, Kotaagung, mengais puing-puing dari kapalnya yang hancur dihantam ombak besar. Foto: Sayuti/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Tanggamus - Malam itu, angin
menggila. Langit tak bersahabat. Gelombang pasang datang tanpa jeda, menghantam
kapal-kapal kecil yang bersandar di pesisir Teluk Semaka. Deru badai dan
gelegar ombak menghapus tidur para nelayan. Mereka tak sedang bermimpi buruk,
ini kenyataan.
Wasim, seorang nelayan jaring rampus di
pesisir Muara Indah, Kelurahan Baros, Kecamatan Kotaagung, Kabupaten Tanggamus,
masih mengingat jelas detik-detik kapal miliknya diseret ombak ke tengah gelap.
Wajahnya mengeras saat menceritakan peristiwa itu.
“Ombaknya tinggi, datang berkali-kali. Kami
tak sempat selamatkan apa-apa. Semua habis,” ujarnya dengan suara serak,
seperti ditelan angin malam itu. Jumat (1/8/25).
Cuaca ekstrem yang melanda pesisir Kabupaten
Tanggamus pada malam Senin (28/8/2025)
hingga Selasa (29/7/2025) bukan hanya menguji nyali, tapi juga menghapus
penghidupan.
Ombak setinggi tiga meter, diiringi hujan
deras dan angin tenggara yuhang tak kenal ampun, memporakporandakan lebih dari
34 kapal nelayan tradisional di dua titik utama, Muara Indah di Kelurahan
Baros, dan Pantai Kapuran di perkampungan nelayan Dusun Kapuran, Kelurahan
Pasarmadang, keduanya berada di wilayah Kecamatan Kotaagung, Kabupaten
Tanggamus.
Kawasan-kawasan ini bukan sekadar tempat
bersandar kapal. Di situlah denyut ekonomi ratusan keluarga nelayan berpijak.
Mereka tidak sekadar kehilangan perahu mereka kehilangan harapan.
Erwin, nelayan pancing yang biasa berangkat
dini hari saat bintang masih menggantung, kini hanya bisa memandang kosong ke
arah laut yang dulu setia memberinya penghidupan.
“Kami hanya bisa berharap pemerintah tidak
tutup mata,” ucapnya lirih saat rombongan dari Dinas Perikanan datang meninjau.
Hari Kamis (31 Juli 2025), Kepala Dinas
Perikanan Kabupaten Tanggamus, Darma Setiawan, turun langsung menyusuri pesisir.
Ia datang bukan membawa keajaiban, melainkan membawa daftar. Bersama timnya, ia
mendata kerusakan demi menyusun langkah pemulihan.
Mereka menelusuri lokasi-lokasi terdampak di
Muara Indah dan Pantai Kapuran. Nama-nama nelayan dicatat. Kapal yang tenggelam,
rusak, dan hilang ditelusuri satu per satu.
“Kami sedang menyusun data secara menyeluruh.
Para nelayan kami minta tetap waspada, karena gelombang tinggi masih mungkin
terjadi,” kata Darma.
Di antara daftar kerusakan itu, bukan hanya
angka yang tercantum. Ada kisah perjuangan, ada jerih payah yang karam bersama
ombak.
Kapal KM. Sumber Jaya milik Maryanto dari
Kelompok Payang hancur total. KM. Londang Jaya 99 milik Sahudin tenggelam. KM.
Saripah milik Suadi dari Kelompok Bagan rusak berat.
Bahkan perahu-perahu fiber yang selama ini
jadi andalan kelompok Bong-Bongan, seperti milik Herdi, Boncel, hingga Satria,
kini tinggal serpihan.
Dari kelompok jaring rampus, nama-nama
seperti Gendon, Kasjan, hingga Casmadi kehilangan seluruh armadanya. Kapal
milik Rosadi dan Ipul dari kelompok jaring udang bahkan dinyatakan hilang tanpa
jejak.
Kerugian ditaksir mencapai miliaran rupiah.
Bukan hanya karena kapal-kapal itu berbahan fiber dengan harga mesin yang
tinggi, tetapi juga karena alat tangkap, jaring, dan seluruh perlengkapan yang
menyertainya ikut musnah. Sebagian besar nelayan kini terpaksa berhenti melaut.
Di sebuah rumah sederhana di Dusun Kapuran,
Kelurahan Pasarmadang, seorang nelayan tua bernama Aceng duduk di tikar lusuh,
mengelus jari-jarinya yang pecah karena garam laut. Ia tak banyak bicara. Di
sudut matanya mengendap kekhawatiran: bagaimana memberi makan cucunya minggu
depan?
BMKG telah mengeluarkan imbauan agar nelayan
tidak melaut sampai kondisi benar-benar membaik. Tapi di tengah laut yang
murka, mereka bukan hanya menunggu cuaca reda. Mereka menunggu keadilan.
Pemerintah memang telah hadir, mencatat dan
memverifikasi. Namun, bagi para nelayan, waktu adalah lawan kedua setelah
gelombang. Tanpa bantuan konkret, waktu akan mengikis sisa-sisa ketahanan
mereka.
Di pesisir Tanggamus, deru ombak tak pernah
benar-benar berhenti. Tapi malam itu, gelombang tak hanya membawa badai,
melainkan juga cerita duka yang kini mengendap di perahu-perahu patah dan
mata-mata nelayan yang redup.
Laut masih bergelora. Tapi para nelayan tetap
menunggu. Bukan pada langit, tapi pada negara. (*)
Berita Lainnya
-
Sebanyak 340 KK di Atar Lebar Tanggamus Terisolir, Warga Seberangi Sungai Manual Setelah Jembatan Diterjang Banjir
Kamis, 31 Juli 2025 -
Gelar Aksi di Depan Kantor Bupati, GPN Tuntut Sekda Tanggamus Dicopot
Kamis, 31 Juli 2025 -
Forum Tanggamus Menyala Demo di Kantor DPRD, Bawa Lima Tuntutan
Kamis, 31 Juli 2025 -
Jembatan Ambruk Diterjang Banjir, Warga Desa Sampang Turus di Tanggamus Terisolir
Kamis, 31 Juli 2025