• Selasa, 12 Agustus 2025

Inspektorat Lampung Barat Telusuri Dugaan Kebocoran Retribusi Pasar Wisata Lumbok Seminung

Senin, 11 Agustus 2025 - 14.39 WIB
140

Pasar Tematik Wisata Lumbok Seminung. Foto: Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Barat - Pemerintah Kabupaten Lampung Barat melalui Inspektorat akan menindaklanjuti dugaan kebocoran retribusi pada Pasar Tematik Wisata Lumbok Seminung untuk memastikan pengelolaan retribusi transparan dan sesuai aturan.

Inspektur Pembantu (Irban) V Inspektorat Lampung Barat, Puguh Sugandi, mengatakan pihaknya akan mempelajari lebih lanjut laporan dugaan kebocoran tersebut sebelum mengambil langkah-langkah selanjutnya.

“Terkait hal tersebut (dugaan kebocoran retribusi) kami akan segera pelajari (laporan) terlebih dahulu," kata dia kepada Kupastuntas.co saat dimintai tanggapan melalui sambungan WhatsApp, Senin (11/8/2025).

Disinggung mengenai, apakah dalam waktu dekat Inspektorat akan melakukan pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait, ia mengatakan jika pihaknya harus terlebih dahulu mempelajari persoalan itu. "Kami sedang mempelajarinya," singkat dia.

Sebelumnya, Pengamat Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL) Benny Karya Limantara mendorong Aparat Penegak Hukum (APH) melakukan penyelidikan terkait adanya dugaan kebocoran retribusi Pasar Tematik Wisata Lumbok Seminung.

Hal itu disampaikan Benny menanggapi, adanya dugaan kebocoran retribusi di Pasar Tematik Wisata Lumbok Seminung, diketahui perputaran uang di salah satu destinasi wisata baru itu mencapai puluhan juta per bulan dan di taksir mencapai ratusan juta sejak diresmikan pada 14 Juni 2025.

Benny Karya Limantara menilai kasus ini tidak hanya berdampak pada kerugian keuangan daerah, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah jika tidak segera ditangani secara transparan dan tegas.

Menurut Benny, dugaan kebocoran retribusi pasar menyangkut dua aspek hukum yang perlu ditelusuri, ranah administratif dan pidana. Dalam aspek administratif, ia menjelaskan bahwa pemungutan retribusi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta peraturan daerah (Perda) yang menjadi dasar penetapan retribusi.

Apabila pemungutan atau penyetoran retribusi tidak sesuai prosedur, hal ini termasuk pelanggaran administratif yang dapat dikenai sanksi mulai dari teguran, denda, hingga pemberhentian pengelola. Dalam aspek pidana, Benny menyebut adanya potensi pelanggaran hukum jika terbukti terjadi penyalahgunaan atau penggelapan dana retribusi.

“Jika ditemukan adanya praktik pungutan liar atau penyalahgunaan kewenangan, maka perbuatan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 3 dan 8 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), serta Pasal 12 huruf e UU Tipikor mengenai pungutan liar oleh penyelenggara negara. Selain itu, perbuatan tersebut juga bisa dijerat dengan Pasal 372 dan 374 KUHP tentang penggelapan,” jelasnya. (*)