Royalti Lagu Bisa Jadi Beban UMKM, Akademisi Unila Sarankan Tarif Berbasis Omzet

Akademisi Ekonomi Universitas Lampung (Unila) Usep Syaipudin. Foto: Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Akademisi
Ekonomi Universitas Lampung (Unila) Usep Syaipudin menilai kewajiban pembayaran
royalti lagu dan musik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56
Tahun 2021 dan Undang-Undang Hak Cipta berpotensi menambah beban operasional
pelaku usaha di sektor restoran, kafe, dan hiburan malam, khususnya pelaku
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Aturan ini merujuk pada Keputusan Menteri
Hukum dan HAM Nomor HKI.2.OT.03.01.-02 Tahun 2016 serta Keputusan Lembaga
Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) tentang tarif royalti untuk pemanfaatan
komersial lagu dan musik. Tarif tersebut, misalnya, untuk restoran dan kafe
sebesar Rp60.000 per kursi per tahun untuk pencipta, dan Rp60.000 per kursi per
tahun untuk hak terkait.
Untuk pub, bar, atau bistro dikenakan
Rp180.000 per meter persegi per tahun, dan diskotek atau klub malam sebesar
Rp250.000 per meter persegi per tahun untuk pencipta, serta Rp180.000 per meter
persegi per tahun untuk hak terkait.
Menurut Usep, dari sisi usaha berskala besar
atau nasional, tarif yang berlaku tergolong proporsional, bahkan kecil
dibandingkan risiko pelanggaran hukum. Namun bagi UMKM, tarif tersebut cukup
memberatkan.
“Ini bisa memberi tekanan bagi usaha dengan
margin tipis, dan risiko terkena sanksi hukum juga ada. Tapi di sisi lain,
kebijakan ini memberikan perlindungan bagi industri musik lokal,” kata Usep
saat dimintai tanggapan Senin (11/8/2025).
Ia menjelaskan, penentuan tarif sebaiknya
mempertimbangkan tiga hal diantaranya dasar penetapan tarif, kemampuan bayar
pelaku usaha, dan kondisi ekonomi lokal.
Dari sisi kontribusi ekonomi, penerimaan
royalti di tingkat nasional cukup besar, namun untuk Lampung belum signifikan.
Meski begitu, kebijakan ini dapat mendorong
musisi lokal lebih aktif merekam dan mendaftarkan karyanya, sehingga dapat
meningkatkan perputaran ekonomi daerah serta memperkuat branding Lampung.
Agar kebijakan ini berjalan efektif tanpa
memberatkan UMKM, Usep menyarankan pemerintah mengatur mekanisme penarikan dan
distribusi royalti berdasarkan prinsip keadilan tarif, keterbukaan data, dan
kemudahan proses.
“Metode perhitungan berbasis jumlah kursi
atau luas bangunan memang mudah diterapkan, tapi tidak selalu adil. Model
hybrid berbasis kursi atau luas ditambah omzet akan lebih proporsional,
meskipun membutuhkan koordinasi dengan data pajak dan pendapatan usaha,"
jelasnya
Di Provinsi Lampung, dalam pernyataannya,
Usep juga menyarankan perlunya penyesuaian berbasis omzet atau kategori usaha
agar kepatuhan meningkat dan beban tidak timpang. (*)
Berita Lainnya
-
UIN Raden Intan Lampung Teguhkan Komitmen Penguatan Ekoteologi dalam Program KKN
Senin, 11 Agustus 2025 -
Walikota Bandar Lampung dan DPRD Sepakati KUA-PPAS Perubahan APBD 2025
Senin, 11 Agustus 2025 -
Angka Partisipasi Perguruan Tinggi Rendah, Lampung Targetkan 50 Persen Lulusan Masuk PTN
Senin, 11 Agustus 2025 -
Itera Sambut 4.929 Mahasiswa Baru, Rektor Tekankan Bangun Karakter dan Kolaborasi
Senin, 11 Agustus 2025