• Senin, 18 Agustus 2025

‎80 Tahun Merdeka, 9 Pekon di Pematangsawa Tanggamus Masih ‘Belum Merdeka’ dari Keterisolasian

Minggu, 17 Agustus 2025 - 18.08 WIB
115

‎Kondisi jalan yang menghubungkan 9 pekon di Kecamatan Pematangsawa, Kabupaten Tanggamus. Fofo: Ist.

‎Kupastuntas.co, Tanggamus - Meskipun Indonesia telah merdeka selama delapan dekade, sembilan pekon di selatan Kecamatan Pematangsawa, Kabupaten Tanggamus, yakni Teluk Brak, Karang Brak, Kaurgading, Tirom, Way Asahan, Martanda, Tampang Tua, Tampang Muda, dan Pesanguan, masih terisolasi.

‎Warga di sana belum menikmati infrastruktur dasar seperti jalan aspal dan menghadapi kehidupan yang sangat terpencil.

‎Selama puluhan tahun, delapan pekon (selain Pesanguan) hanya bisa diakses melalui jalur laut. Perjalanan memakan waktu sekitar empat jam dan hanya tersedia sekali sehari.

‎Akibat perjalanan panjang dan terbatas ini banyak hasil bumi seperti kopi, kakao, cengkeh, pala, jengkol, durian, duku, dan kelapa, bahkan gabah, rusak karena terkena air laut, sehingga harga jual merosot drastis dan potensi ekonomi tidak bisa optimal dimanfaatkan.

‎Akses darat pun minim. Pekon-pekon ini masih dilalui dengan jalan tanah yang sulit dilalui, sehingga warga terpaksa memodifikasi sepeda motor untuk menembusnya.

‎Kehadiran mobil hampir tidak pernah terlihat karena jalan yang tidak memungkinkan kendaraan roda empat, mereka masih terjebak pada akses yang sangat terbatas.

‎“Kami tidak meminta muluk-muluk. Cukup jalan tembus yang diaspal agar hasil bumi bisa keluar dan kehidupan kami lebih layak. Selama ini kami merasa belum merdeka," kata Sigit, warga Pekon Karang Brak, saat ditemui di Pelabuhan Kotaagung, Minggu (17/8/2025).

‎Harapan masyarakat untuk mendapatkan status sebagai kecamatan definitif selama ini hanya wacana belaka.

Usulan pemekaran yang sering dibicarakan hanya menjadi “angin sorga” tanpa kejelasan realisasi. Kondisi ini memperbesar rasa keterabaian mereka dalam pembangunan.

‎"Sudah bertahun lalu ada rencana wilayah delapan Pekon ini jadi kecamatan definitif terpisah dari Kecamatan Pematangsawa. Tapi hanya angin sorga saja," ujar Sugiran, warga lainnya.

‎Kehidupan masyarakat di pekon-pekon tersebut digambarkan sehari-hari dalam kesederhanaan penuh tantangan.

Minimnya akses transportasi memaksa mereka hidup dengan keterbatasan. Transportasi darat dibayangkan seperti sesuatu yang mewah, yang hanya bisa dinikmati “saudara di luar sana.”

‎Beban hidup semakin kentara saat musim hujan tiba, jalan menjadi licin dan tidak dapat dilewati, dan saat kemarau jalan berdebu tinggi, semua menjadi hambatan nyata kehidupan.

‎“Kalau jalan masih tanah seperti ini, ban motor bisa langsung tergelincir dan jatuh. Selip sedikit bisa ketemu malaikat ijrail atau malaikat maut,” ungkap Usup, warga lain, menggambarkan medan yang berbahaya secara menyentuh.

‎Pemerintah Provinsi Lampung telah berupaya melakukan perbaikan infrastruktur di wilayah Tanggamus sebagai bagian dari program konektivitas.

‎Beberapa ruas jalan provinsi, seperti Teluk Kiluan–Simpang Umbar, Umbar–Putih Doh, dan Kuripan–Sukamara, telah masuk prioritas pembangunan dan direlokasikan anggarannya sejak tahun 2024–2025 .

‎Namun, dukungan konkret untuk mengakses pekon-pekon terpencil di Pematangsawa masih belum jelas hadir.

‎"Masyarakat di 9 pekon Pematangsawa masih belum 'merdeka' dari keterisolasian. Jalan rusak, transportasi terbatas, dan kehidupan penuh tantangan," Topik, dengan nada tinggi dan emosional.

‎Mereka terus berharap pada perhatian nyata dari pemerintah untuk membangun jalan aspal sehingga mereka bisa benar-benar merdeka dan sejahtera.

‎"Tolong pak Presiden Prabowo, Gubernur Lampung pak Kyay Rahmat Mirzani Djausal, Bupati pak Saleh Asnawi, tolong merdeka kan kami," kata Dayat, warga Pekon Tampang Muda. (*)