Metro Pusat Jadi Episentrum Kemiskinan, Aktivis Soroti Kebijakan Pemkot

Kepala Dinas Sosial Kota Metro, AC Yuliati dan Pengamat Kebijakan Publik, Toma Alfa Edison. Foto: Arby/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co,
Metro - Data terbaru dari Dinas Sosial (Dinsos) Kota Metro memunculkan ironi.
Kecamatan Metro Pusat, yang selama ini dikenal sebagai jantung pemerintahan,
pusat perdagangan, sekaligus etalase kota pendidikan, justru menjadi wilayah
dengan jumlah penerima bantuan sosial (bansos) terbanyak.
Tercatat ada
281 keluarga pra sejahtera di Metro Pusat yang menerima bansos baik melalui
Program Keluarga Harapan (PKH) maupun bantuan sembako. Angka ini jauh melampaui
kecamatan lain yaitu Metro Timur dengan 144 keluarga, Metro Barat dengan 94
keluarga, Metro Utara dengan 93 keluarga, dan Metro Selatan dengan 56 keluarga.
Secara
keseluruhan, jumlah penerima bansos di Kota Metro mencapai 668 keluarga,
terdiri dari 394 penerima PKH dan 274 penerima sembako.
Kepala Dinsos
Kota Metro, AC Yuliati memastikan penyaluran sudah sesuai data tunggal nasional
hasil integrasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan Registrasi Sosial
Ekonomi (Regsosek).
“Anggarannya
dari Kementerian Sosial, dipastikan tepat sasaran. Semua penerima diverifikasi
berdasarkan data pusat, sehingga tidak ada ASN yang menerima. Kalau ada,
langsung dicoret,” kata Yuliati, Selasa (26/8/2025).
Ia menambahkan,
bantuan dicairkan tiap triwulan dengan nominal Rp200 ribu per bulan yang
ditransfer langsung ke rekening penerima. Meski begitu, ia mengakui potensi
kekeliruan tetap bisa terjadi.
“Kalau ada data
tidak sesuai, pasti akan diverifikasi ulang. Tapi sejauh ini, data yang masuk
sudah sesuai,” ujarnya.
Tingginya angka
kemiskinan di Metro Pusat memantik kritik dari kalangan aktivis. Toma Alfa
Edison, pengamat kebijakan publik menyebut kondisi ini sebagai ironi sosial
sekaligus tamparan politik bagi Pemerintah Kota Metro.
“Metro Pusat
adalah pusat perdagangan, jasa, dan pemerintahan. Namun di balik geliat
ekonomi, ratusan keluarga masih hidup dalam kekurangan. Ini menunjukkan
distribusi kesejahteraan yang timpang,” ungkapnya.
Menurut Toma,
warga miskin justru terkonsentrasi di wilayah yang seharusnya paling mudah
dijangkau program pemberdayaan.
“Seharusnya
Metro Pusat paling cepat merasakan dampak pembangunan. Tapi faktanya, masih ada
kantong-kantong kemiskinan yang tak tersentuh. Pemerintah perlu memetakan akar
masalahnya: apakah soal akses pekerjaan, pendidikan, atau faktor lain,”
katanya.
Toma
menekankan, bansos hanya bersifat jangka pendek dan tidak mampu memutus rantai
kemiskinan.
“Bansos
meringankan beban hidup, tapi tidak mengangkat masyarakat keluar dari
kemiskinan. Dibutuhkan langkah lebih berani: penciptaan lapangan kerja,
pelatihan keterampilan, hingga penguatan UMKM lokal,” tegasnya.
Ia
memperingatkan, tanpa strategi pemberdayaan yang nyata, Metro Pusat akan terus
mencatatkan rekor ironis sebagai kantong kemiskinan terbesar di tengah klaim
sebagai Kota Cerdas berbasis jasa dan budaya yang religius. (*)
Berita Lainnya
-
Sandang Predikat Kota Pendidikan, Seperempat Penduduk Metro Tak Sekolah
Selasa, 26 Agustus 2025 -
Diduga Gegara Bakar Sampah, Lahan Pemakaman Tionghoa di Metro Terbakar
Senin, 25 Agustus 2025 -
Wakil Walikota Ungkap Ada ASN di Metro 10 Hari Bolos Kerja
Senin, 25 Agustus 2025 -
Dikeluhkan Petani, Wali Kota Metro Janji Benahi Irigasi
Senin, 25 Agustus 2025