• Selasa, 26 Agustus 2025

Metro Pusat Jadi Episentrum Kemiskinan, Aktivis Soroti Kebijakan Pemkot

Selasa, 26 Agustus 2025 - 09.27 WIB
100

Kepala Dinas Sosial Kota Metro, AC Yuliati dan Pengamat Kebijakan Publik, Toma Alfa Edison. Foto: Arby/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Metro - Data terbaru dari Dinas Sosial (Dinsos) Kota Metro memunculkan ironi. Kecamatan Metro Pusat, yang selama ini dikenal sebagai jantung pemerintahan, pusat perdagangan, sekaligus etalase kota pendidikan, justru menjadi wilayah dengan jumlah penerima bantuan sosial (bansos) terbanyak.

Tercatat ada 281 keluarga pra sejahtera di Metro Pusat yang menerima bansos baik melalui Program Keluarga Harapan (PKH) maupun bantuan sembako. Angka ini jauh melampaui kecamatan lain yaitu Metro Timur dengan 144 keluarga, Metro Barat dengan 94 keluarga, Metro Utara dengan 93 keluarga, dan Metro Selatan dengan 56 keluarga.

Secara keseluruhan, jumlah penerima bansos di Kota Metro mencapai 668 keluarga, terdiri dari 394 penerima PKH dan 274 penerima sembako.

Kepala Dinsos Kota Metro, AC Yuliati memastikan penyaluran sudah sesuai data tunggal nasional hasil integrasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek).

“Anggarannya dari Kementerian Sosial, dipastikan tepat sasaran. Semua penerima diverifikasi berdasarkan data pusat, sehingga tidak ada ASN yang menerima. Kalau ada, langsung dicoret,” kata Yuliati, Selasa (26/8/2025).

Ia menambahkan, bantuan dicairkan tiap triwulan dengan nominal Rp200 ribu per bulan yang ditransfer langsung ke rekening penerima. Meski begitu, ia mengakui potensi kekeliruan tetap bisa terjadi.

“Kalau ada data tidak sesuai, pasti akan diverifikasi ulang. Tapi sejauh ini, data yang masuk sudah sesuai,” ujarnya.

Tingginya angka kemiskinan di Metro Pusat memantik kritik dari kalangan aktivis. Toma Alfa Edison, pengamat kebijakan publik menyebut kondisi ini sebagai ironi sosial sekaligus tamparan politik bagi Pemerintah Kota Metro.

“Metro Pusat adalah pusat perdagangan, jasa, dan pemerintahan. Namun di balik geliat ekonomi, ratusan keluarga masih hidup dalam kekurangan. Ini menunjukkan distribusi kesejahteraan yang timpang,” ungkapnya.

Menurut Toma, warga miskin justru terkonsentrasi di wilayah yang seharusnya paling mudah dijangkau program pemberdayaan.

“Seharusnya Metro Pusat paling cepat merasakan dampak pembangunan. Tapi faktanya, masih ada kantong-kantong kemiskinan yang tak tersentuh. Pemerintah perlu memetakan akar masalahnya: apakah soal akses pekerjaan, pendidikan, atau faktor lain,” katanya.

Toma menekankan, bansos hanya bersifat jangka pendek dan tidak mampu memutus rantai kemiskinan.

“Bansos meringankan beban hidup, tapi tidak mengangkat masyarakat keluar dari kemiskinan. Dibutuhkan langkah lebih berani: penciptaan lapangan kerja, pelatihan keterampilan, hingga penguatan UMKM lokal,” tegasnya.

Ia memperingatkan, tanpa strategi pemberdayaan yang nyata, Metro Pusat akan terus mencatatkan rekor ironis sebagai kantong kemiskinan terbesar di tengah klaim sebagai Kota Cerdas berbasis jasa dan budaya yang religius. (*)