• Kamis, 28 Agustus 2025

‎6.800 Hektare Tanaman Kopi di Lampung Tua dan Rusak, Disbun Kembangkan Inovasi Sistem Pagar

Kamis, 28 Agustus 2025 - 19.11 WIB
16

‎Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, Yuliastuti, saat memberikan dimintai keterangan, Kamis (28/8/2025). Foto:Ria/kupastuntas.co

‎Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Lampung mengembangkan inovasi budidaya kopi untuk meningkatkan produksi sekaligus memperkuat posisi Lampung sebagai salah satu daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia.

‎Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, Yuliastuti, memaparkan berbagai langkah strategis yang dijalankan sepanjang tahun 2025, termasuk penerapan sistem budidaya pagar pada tanaman kopi robusta.

Menurut Yuli, sistem pagar memungkinkan jarak tanam lebih rapat sehingga populasi pohon per hektare dapat meningkat dua kali lipat.

Jika sebelumnya rata-rata 2.000 sampai 2.500 batang per hektare, kini bisa mencapai 4.000 batang.

‎"Dengan asumsi satu pohon menghasilkan satu kilogram kopi, maka produksi dapat meningkat hingga 4 ton per hektare," jelas Yuliastuti, saat konferensi pers bersama media di Ruang Video Confrence Dinas Kominfotik Provinsi Lampung, Kamis (28/8/2025).

Menurutnya, berdasarkan data BPS Lampung 2025, luas areal perkebunan kopi di Lampung mencapai 152.507 hektare. Dengan rincian tanaman belum menghasilkan 6.800 hektare, tanaman menghasilkan 138.000 hektare dan tanaman tua dan rusak 6.800 hektare.

‎Produksi rata-rata kopi Lampung saat ini sekitar 120.377 ton per tahun, atau masih di bawah 2 ton per hektare. Namun, sejumlah petani binaan sudah mampu menghasilkan hingga 3,5 ton per hektare melalui teknik budidaya yang lebih intensif.

‎"Untuk tanaman tua dan rusak dilakukan program replanting atau peremajaan dengan metode sambung samping. Sementara tanaman yang belum menghasilkan diberi perlakuan khusus agar cepat berproduksi," jelasnya.

‎Selain itu, pihaknya juga telah mengalokasikan anggaran untuk pembangunan demplot atau ahan percontohan kopi sistem pagar di Kabupaten Lampung Barat dan Tanggamus.

‎"Lahan percontohan ini diharapkan menjadi rujukan bagi petani dalam menerapkan pola tanam intensif, termasuk penggunaan pupuk organik dan teknik pemangkasan yang tepat," kata dia.

‎Pihaknya juga mendorong penggunaan metode petik merah untuk menjaga kualitas biji kopi serta mengarahkan petani agar tidak menjemur hasil panen di atas tanah secara langsung.

‎Pemerintah menyediakan bantuan berupa terpal, alat penggiling (grinder), dan huller untuk meningkatkan kualitas pasca panen.

‎"Kami juga menyiapkan program hilirisasi kopi berupa pelatihan roasting, pengemasan (packaging), dan akses pasar yang melibatkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan," jelasnya.

‎Menurut data BPS, nilai ekspor kopi Lampung pada 2025 mencapai lebih dari USD 400 juta, dengan tujuan utama Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Eropa.

‎“Dengan inovasi budidaya, peremajaan tanaman, dan penguatan hilirisasi, kami menargetkan peningkatan signifikan baik dari sisi volume maupun nilai ekspor kopi Lampung," jelasnya.

Meski kopi robusta menjadi komoditas unggulan, Lampung juga mulai mengembangkan kopi arabika di Kabupaten Lampung Barat, khususnya di Kecamatan Sekincau pada ketinggian 1.000–1.200 mdpl. (*)