• Rabu, 03 September 2025

Banding Anggota Dewan Ditolak, Supriyati Tetap Divonis Bersalah atas Kasus Ijazah Palsu

Rabu, 03 September 2025 - 17.18 WIB
109

Anggota DPRD Lampung Selatan Supriyati saat menjalani persidangan atas kasus dugaan ijazah palsu. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Harapan Supriyati untuk lepas dari jerat hukum pupus sudah. Dalam sidang banding yang digelar di Pengadilan Tinggi (PT) Tanjungkarang pada Rabu (3/9/2025), majelis hakim menolak upaya hukum yang diajukannya dan menguatkan putusan sebelumnya dari Pengadilan Negeri Kalianda.

Majelis hakim menyatakan bahwa vonis terhadap Supriyati atas kasus penggunaan ijazah palsu telah sesuai hukum dan prosedur yang berlaku. “Putusan Pengadilan Negeri Kalianda telah tepat dan sah menurut hukum,” bunyi amar putusan yang dibacakan di ruang sidang.

Dalam putusan tersebut, hakim menyatakan menerima permohonan banding dari terdakwa dan jaksa penuntut umum secara administratif. Namun, inti dari putusan tetap tidak berubah. Supriyati tetap dinyatakan bersalah, masa tahanannya tetap diperhitungkan, dan ia tetap harus menjalani sisa hukumannya di balik jeruji besi.

Selain itu, Supriyati juga dibebankan membayar biaya perkara di tingkat banding sebesar Rp5.000. Meski jumlahnya kecil, putusan tersebut mempertegas bahwa vonis di tingkat pertama telah sah secara hukum.

Kasus yang menjerat Supriyati sempat menyita perhatian publik karena melibatkan seorang anggota legislatif yang seharusnya menjadi panutan dalam penegakan integritas dan etika politik. Dugaan pemalsuan ijazah mencuat saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan proses verifikasi administrasi pencalonan legislatif.

Setelah proses penyidikan dan persidangan berjalan, pengadilan menyatakan bahwa ijazah yang digunakan Supriyati untuk mendaftar sebagai calon anggota legislatif tidak sah alias palsu. Vonis tersebut langsung berdampak pada posisinya sebagai wakil rakyat dan kredibilitas lembaga legislatif secara umum.

Kini, setelah bandingnya ditolak, satu-satunya langkah hukum yang masih terbuka bagi Supriyati adalah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, proses kasasi pun tidak mudah dan harus memenuhi syarat-syarat hukum yang ketat.

Putusan ini menjadi preseden penting bagi penegakan hukum terhadap pelanggaran etika dan hukum oleh pejabat publik. Praktik manipulasi dokumen, terlebih untuk meraih jabatan strategis, tidak hanya mencederai demokrasi, tapi juga merupakan tindak pidana serius yang berujung pada sanksi hukum yang berat.

Dengan keputusan ini, Supriyati harus menerima kenyataan bahwa hukum berlaku tanpa pandang bulu, termasuk bagi mereka yang duduk di kursi kekuasaan. Ke depan, masyarakat berharap agar kejadian serupa tidak lagi terjadi dan proses seleksi pejabat publik dilakukan dengan lebih ketat dan transparan. (*)