• Jumat, 05 September 2025

Profil Nadiem Makarim, Dari Bos Gojek Kini Jadi Tersangka Korupsi

Kamis, 04 September 2025 - 16.56 WIB
83

Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook kembali menjadi sorotan publik setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, sebagai tersangka.

Penetapan ini disampaikan langsung oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, pada Kamis (4/9/2025).

Nadiem diketahui sudah beberapa kali dipanggil dan diperiksa sebagai saksi dalam kasus yang telah diselidiki sejak tahun 2019. Ia hadir di Kejagung pada 23 Juni dan 15 Juli 2025, dan terakhir menjalani pemeriksaan pada awal September. Pemeriksaan ketiga tersebut menjadi penentu hingga akhirnya statusnya dinaikkan menjadi tersangka.

Nadiem tiba di Gedung Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sekitar pukul 08.55 WIB. Ia tampak didampingi enam orang kuasa hukum, termasuk pengacara senior Hotman Paris Hutapea.

Dalam keterangan resmi, Kejagung mengungkapkan bahwa dugaan kerugian negara dalam pengadaan Chromebook mencapai Rp1,98 triliun. Jumlah ini berasal dari total anggaran pengadaan sebesar Rp9,3 triliun, yang bersumber dari APBN satuan pendidikan dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Adapun kerugian tersebut berasal dari dua komponen utama, yakni mark-up harga pengadaan perangkat keras, serta pengadaan software bernama Chrome Device Management (CDM) yang dinilai tidak sesuai spesifikasi dan tidak efisien dalam penggunaannya.

"Kerugian negara berdasarkan perhitungan metode illegal gain mencapai Rp1,98 triliun," ujar Anang dalam keterangannya.

Profil Singkat Nadiem Makarim

Lahir di Jakarta pada 4 April 1984, Nadiem merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara, dan satu-satunya putra dari pasangan Nono Anwar Makarim, seorang pengacara dan intelektual lulusan Harvard, serta Atika Algadrie. Ayahnya dikenal sebagai salah satu tokoh hukum terkemuka di Indonesia, berdarah Arab dari Pekalongan, Jawa Tengah.

Meski tumbuh di keluarga terpandang, Nadiem sejak kecil dikenal mandiri dan punya tekad kuat untuk berkembang. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Jakarta, ia melanjutkan studi ke jenjang SMA di United World College of Southeast Asia, Singapura.

Tak berhenti di situ, Nadiem kemudian melanjutkan pendidikannya ke Brown University, Amerika Serikat, dan meraih gelar sarjana (BA) di bidang Hubungan Internasional. Ia juga sempat mengikuti program pertukaran pelajar di London School of Economics, Inggris. Demi memperdalam pengetahuan bisnis, Nadiem lalu melanjutkan studi ke Harvard Business School, tempat ia meraih gelar MBA (Master of Business Administration), mengikuti jejak ayahnya yang juga lulusan Harvard.

Awal Karier dan Terjun ke Dunia Bisnis

Setelah menyelesaikan studinya, Nadiem kembali ke Indonesia dan langsung bergabung dengan McKinsey & Company, sebuah perusahaan konsultan manajemen internasional terkemuka. Di sana, ia menghabiskan waktu selama tiga tahun sebagai konsultan.

Setelah itu, ia menjabat sebagai Co-founder dan Managing Editor di Zalora Indonesia, serta menjadi Chief Innovation Officer di Kartuku, perusahaan penyedia layanan pembayaran digital.

Meski berasal dari keluarga non-pengusaha, naluri bisnis Nadiem begitu tajam. Ia memilih jalur berbeda dari latar belakang keluarganya dan melihat peluang besar dalam dunia transportasi berbasis teknologi. Pengalaman pribadinya menghadapi kemacetan di Jakarta memunculkan ide untuk membuat solusi praktis bagi masyarakat urban.

Lahirnya Gojek, Solusi Transportasi Inovatif

Pada tahun 2011, Nadiem resmi mendirikan GO-JEK, sebuah layanan pemesanan ojek berbasis aplikasi. Di awal kemunculannya, Gojek beroperasi secara sederhana dengan sistem pemesanan via call center. Namun, seiring perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat, Gojek berkembang pesat menjadi salah satu perusahaan teknologi terbesar di Asia Tenggara. Pada 2019, Gojek berhasil mencapai status decacorn dengan valuasi lebih dari 10 miliar dolar AS.

Dalam wawancaranya, Nadiem mengaku memilih keluar dari pekerjaannya karena ingin bebas menentukan arah hidupnya sendiri. “Saya tidak betah bekerja di perusahaan orang lain. Saya ingin mengontrol jalan saya sendiri,” ujarnya.

Gojek tak hanya berhenti sebagai layanan transportasi penumpang. Inovasi demi inovasi terus dilakukan. Perusahaan ini memperluas layanannya ke berbagai bidang seperti:

* Go-Food: layanan pesan antar makanan

* Go-Send: pengiriman barang

* Go-Med: layanan kebutuhan medis

* Go-Massage, Go-Clean, Go-Glam: jasa kebersihan dan gaya hidup

* Dan banyak lagi.

Hingga kini, Gojek memiliki lebih dari 2 juta mitra driver dan lebih dari 900.000 mitra usaha yang terdaftar di seluruh Indonesia, yang mencakup berbagai layanan seperti GoFood. Jumlah mitra ini terus bertambah untuk mendukung ekosistem digital GoTo dan memberikan kemudahan bagi pengguna untuk mengakses produk dan layanan. Aplikasi Gojek telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari jutaan masyarakat Indonesia, khususnya di kota-kota besar.

Dari CEO Gojek ke Menteri Termuda

Kesuksesan Gojek mengantarkan Nadiem ke panggung nasional. Pada 23 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo secara mengejutkan menunjuk Nadiem sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menjadikannya salah satu menteri termuda dalam sejarah kabinet Indonesia.

Di tengah tantangan dunia pendidikan, terutama saat pandemi COVID-19, Nadiem meluncurkan sejumlah kebijakan strategis, termasuk program "Merdeka Belajar", penghapusan Ujian Nasional, hingga transformasi digital dalam proses belajar mengajar.

Meski saat ini namanya kembali menjadi sorotan karena persoalan hukum, tak bisa dipungkiri bahwa kiprah dan kontribusinya dalam membangun ekosistem digital di Indonesia telah menjadi tonggak sejarah tersendiri.

Pengadaan Chromebook dan Polemiknya

Proyek pengadaan Chromebook dimaksudkan untuk mendukung pembelajaran digital di sekolah-sekolah. Chromebook merupakan laptop yang menggunakan sistem operasi Chrome OS dari Google, dan dinilai lebih ringan serta hemat biaya dibanding laptop konvensional.

Namun, dalam pelaksanaannya, ditemukan sejumlah kejanggalan. Beberapa sekolah penerima tidak memenuhi syarat seperti akses internet memadai. Selain itu, harga satuan perangkat disebut jauh lebih tinggi dari harga pasar. Fitur yang terbatas serta software yang tidak optimal juga membuat penggunaan perangkat tersebut tidak maksimal.

Dalam beberapa pernyataan sebelumnya, Nadiem menyatakan bahwa pemilihan Chromebook dilakukan karena dianggap lebih murah dan aman bagi siswa serta guru. Ia menyebut bahwa sistem operasi Chrome OS memberikan kontrol lebih terhadap aplikasi yang diinstal, guna mencegah akses terhadap konten negatif.

"Kami melakukan kajian menyeluruh dan pada saat itu Chromebook adalah solusi paling efisien dari sisi harga dan keamanan," ujar Nadiem dalam wawancara sebelumnya.

Namun demikian, Kejagung menilai adanya dugaan penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran dalam proses pengadaan, sehingga merugikan keuangan negara.

Penetapan Nadiem sebagai tersangka mengejutkan banyak pihak, mengingat rekam jejaknya yang selama ini dikenal sebagai tokoh muda inovatif. Namun, Kejagung menegaskan bahwa proses hukum akan terus berjalan sesuai dengan bukti yang ada.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Nadiem Makarim maupun tim kuasa hukumnya belum memberikan pernyataan resmi terkait penetapan status tersangka tersebut.

Kejagung menyatakan akan segera melimpahkan berkas perkara untuk proses hukum lebih lanjut. Jika terbukti bersalah, Nadiem dapat dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman penjara hingga 20 tahun. (*)