Saatnya Move On, KPDBU Solusi untuk Metro yang Baru, Oleh: Arby Pratama

Arby Pratama, Wartawan Kupas Tuntas di Kota Metro. Foto: Arby/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Metro - Kota Metro sedang berjalan di tempat. Potensi
aset yang bisa menghasilkan PAD miliaran rupiah setiap tahun masih tidur pulas.
Wisma Haji, Mal Pelayanan Publik (MPP), BLUD RSUD Ahmad Yani, TPAS Karangrejo,
penerangan jalan umum, hingga sektor pariwisata seperti Wisata Sumbersari.
Semua ada, semua terlihat megah, tapi hasilnya masih minim, bahkan nyaris tidak
signifikan.
Kenyataannya, aset daerah Metro lebih sering menjadi beban APBD ketimbang
mesin penghasil pendapatan. Di saat kas daerah terus tergerus oleh belanja
rutin, pembangunan infrastruktur tersendat, dan PAD stagnan, Pemerintah Kota
Metro masih saja nyaman dengan pola lama yaitu mengelola sendiri dengan
cara-cara birokratis yang terbukti tidak efisien.
Padahal, di era modern ini pihak ketiga bukan lagi pilihan, melainkan
sebuah keharusan. Skema Kerja Sama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha (KPDBU)
bukan sekadar jargon teknokratis, tetapi instrumen nyata untuk menyelamatkan
Metro dari lingkaran stagnasi fiskal.
Mari bicara blak-blakan, RSUD Ahmad Yani seharusnya bisa menjadi sumber
PAD ratusan miliar per tahun jika dikelola profesional, tetapi kenyataannya,
beban dan pelayanan tidak pernah seimbang dengan penerimaan. Wisata Sumbersari
yang potensial jadi ikon pariwisata Metro, kini malah lebih dikenal sebagai
kawasan terbengkalai dan berbalut mitos mistis.
Ironisnya, Pemkot Metro justru membiarkan aset-aset ini menjadi kuburan
anggaran. Alih-alih menghasilkan, malah menyedot dana pemeliharaan dan menambah
defisit pelayanan. Jika dibiarkan, Metro hanya akan menjadi kota dengan
gedung-gedung tanpa nyawa dan potensi ekonomi yang terbuang percuma.
Skema KPDBU memberikan peluang besar. Dengan menggandeng pihak ketiga,
Pemkot bisa membagi risiko, meningkatkan kualitas layanan publik, sekaligus
menambah PAD tanpa membebani APBD sepenuhnya. Tetapi harus diingat, KPDBU bukan
jaminan sukses.
Jika proyek disusun tanpa studi kelayakan yang serius, hanya berdasarkan
lobi politik dan aroma rente, maka KPDBU justru berubah menjadi jalan licin
menuju kebocoran anggaran model baru. Inilah bahaya yang harus diwaspadai.
Karena itu, Metro butuh roadmap yang disiplin. Mulai dari hukum harus
tegas. Semua proyek KPDBU harus masuk dalam RPJMD, RKPD, hingga RTRW. Jangan
ada proyek siluman. Lalu, simpul KPBU lintas OPD wajib dibentuk. Tanpa project
delivery unit, investor hanya akan melihat Metro sebagai daerah tanpa
kepastian.
Kemudian, disiplin fiskal tak bisa ditawar. Jika Metro nekat mengambil
beban di luar kemampuan APBD, yang lahir hanya bom waktu utang daerah. Lalu,
proyek bankable saja yang masuk. Jangan biarkan investor dipaksa menggarap
proyek tak layak hanya demi kepentingan pencitraan. Terakhir, monitoring harus
brutal. Risiko lahan, fiskal, dan operasional harus dipetakan sejak awal.
Pembayaran berbasis kinerja harus menjadi syarat mutlak.
KPDBU hanya bisa berhasil jika DPRD ikut menjadi pengawas kritis, bukan
tukang stempel politik. Selama ini DPRD Metro terlalu sering diam ketika
kebijakan eksekutif gagal menyentuh akar masalah. Jika KPDBU lahir tanpa
pengawasan legislatif yang ketat, bukan tidak mungkin proyek-proyeknya hanya
jadi ajang bagi segelintir pihak meraup keuntungan pribadi.
Kunci utama tetap ada di eksekutif. Wali Kota Metro harus berani
mengambil keputusan strategis, bukan hanya berbicara soal visi-misi tanpa aksi.
Leadership yang lemah hanya akan membuat KPDBU jadi dokumen di laci, bukan
proyek nyata di lapangan.
Metro butuh kepala daerah yang mampu menjelaskan kepada publik tentang
apa manfaat KPDBU untuk layanan kesehatan, air bersih, jalan terang, hingga
wisata daerah. Tanpa narasi publik yang jelas, dukungan sosial dan politik tidak
akan pernah terbentuk.
Kota Metro tidak lagi punya banyak waktu. Jika terus bergantung pada pola
lama, PAD akan stagnan, pembangunan melambat, dan aset daerah tetap menjadi
beban. KPDBU adalah jalan keluar, tetapi hanya jika dijalankan dengan niat bersih,
regulasi ketat, dan pengawasan brutal.
Sudah saatnya Metro berhenti berteori dan mulai bertindak. Gandeng pihak
ketiga, kelola aset dengan profesional, dan hentikan budaya nyaman dengan
kebocoran anggaran. Jika tidak, Metro akan terus jadi kota kecil dengan ambisi
besar tapi realisasi nol. Tabikpun. (*)
Berita Lainnya
-
5 Tahun Mati Suri Akibat Pandemi, Wisata Alas Puri Reborn Metro Mulai Bangkit
Senin, 08 September 2025 -
Walikota Metro Pastikan Anggaran Pelestarian Bahasa Lampung Tersedia dan Masuk RPJMD
Senin, 08 September 2025 -
Jalan Pattimura Metro Bakal Dirigid Beton Awal Tahun 2026
Senin, 08 September 2025 -
UIN Raden Intan dan Tantangan Hoaks Digital, Oleh: Koderi
Senin, 08 September 2025