Mahalnya Biaya Politik, Kepala Daerah Rawan Terseret Kasus Korupsi

Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Lampung (UML), Candrawansah. Foto: Kupastuntas.co
Kupastuntas.co,
Bandar Lampung - Biaya politik yang tinggi menjadi salah satu faktor penyebab
sejumlah kepala daerah di Provinsi Lampung terjerat kasus korupsi. Dalam dua
dekade terakhir, sedikitnya sudah ada delapan kepala daerah di Lampung yang
tersangkut perkara korupsi.
Delapan
kepala daerah tersebut antara lain, mantan Bupati Mesuji Khamami, mantan Bupati
Lampung Selatan Zainudin Hasan, eks Bupati Lampung Utara Agung Ilmu
Mangkunegara, dan mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa yang terjerat kasus suap
atau menerima fee proyek infrastruktur.
Selain
itu, ada mantan Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan terkait gratifikasi
APBD/suap DPRD, mantan Bupati Lampung Timur Satono terkait mark-up dan
penyalahgunaan APBD, mantan Bupati Lampung Selatan Wendy Melya terkait
pengadaan tanah PLTU Sebalang, serta mantan Bupati Lampung Timur Dawam Rahardjo
terkait proyek pagar rumah dinas. Terakhir, mantan Gubernur Lampung Arinal
Djunaidi yang baru saja diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana
PI 10 persen dari PT PHE OSES untuk PT Lampung Energi Berjaya (LEB).
Menanggapi
hal itu, pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Lampung (UML),
Candrawansah, menyebut Lampung memang menjadi salah satu daerah yang cukup
banyak menyumbang kepala daerah terjerat kasus korupsi.
“Masyarakat
Lampung mengetahui bahwa beberapa kepala daerah yang bermasalah tersebut
berasal dari Lampung Selatan, Lampung Tengah, Mesuji, Lampung Timur, dan
Lampung Utara. Selain itu, baru-baru ini juga ada mantan Gubernur Lampung,”
kata Candrawansah, Senin (8/9/2025).
Menurutnya,
peran partai politik sangat signifikan dalam memfilter calon kepala daerah agar
kasus serupa tidak terus berulang.
“Partai
politik harus mempersiapkan kader untuk bisa menduduki jabatan politik, bukan
kader karbitan yang dijadikan kader setelah menang pilkada atau hanya karena
popularitas. Kader harus dipersiapkan sejak awal agar layak menjadi tokoh
bangsa maupun daerah,” ujarnya.
Candrawansah
menambahkan, tingginya biaya politik menjadi salah satu faktor penyumbang
maraknya kepala daerah terjerat korupsi.
“Calon
kepala daerah rentan terjebak dalam politik uang dan penggerakan aparatur sipil
negara. Politik uang inilah yang membuat biaya politik mahal, ditambah lagi
adanya mahar politik atau bahkan hutang politik,” jelasnya.
Ia
menerangkan, mahar politik biasanya berupa pembelian perahu untuk mencalonkan
diri sebagai kepala daerah. Sedangkan hutang politik lebih kepada pembiayaan
yang ditanggung pihak ketiga terlebih dahulu.
“Nantinya
ketika yang bersangkutan terpilih, programnya cenderung berdasarkan pesanan
dari pemberi modal. Inilah yang kerap membuat kepala daerah tersandung masalah
korupsi saat menjabat maupun setelah pensiun,” pungkasnya.
Sementara
itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat sejak 2024 hingga Mei 2025
sudah ada 201 kepala daerah, mulai dari wali kota, bupati hingga gubernur, yang
terjerat kasus korupsi.
“Kalau
melihat data dari 2024 sampai Mei 2025, KPK telah menjerat 363 anggota DPR dan
DPRD, 171 bupati dan wali kota, serta 30 gubernur,” ungkap Juru Bicara KPK,
Budi Prasetyo, Rabu (21/5/2025).
Budi
mengatakan, produk politik memang menjadi salah satu penyumbang terbesar pelaku
korupsi. Karena itu, KPK terus melakukan kajian untuk menekan jumlah kasus
korupsi yang bersumber dari ruang lingkup politik.
“Jika
melihat histori, sektor politik memang menjadi penyumbang besar pelaku korupsi.
Pada 2011, KPK pernah melakukan kajian soal bantuan keuangan partai politik
dari APBN maupun APBD. Untuk kajian tahun ini, cakupannya diperluas dengan
melihat pembiayaan politik secara keseluruhan, baik sebelum, saat maupun
setelah pemilu,” jelasnya.
Menurut
Budi, kajian tersebut dilakukan guna memetakan potensi korupsi yang muncul
akibat tingginya beban pembiayaan politik, sekaligus memperjelas mekanisme
penggunaan anggaran negara yang rentan disalahgunakan untuk kepentingan
elektoral.
“KPK juga berdiskusi dengan KPU, Bawaslu, DKPP, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, Mendagri, serta para pakar dan stakeholder lainnya. Selain itu, RUU Pemilu juga sudah masuk dalam Prolegnas, sehingga KPK berharap kajian ini bisa menjadi masukan penting dalam penyusunan undang-undang pemilu mendatang,” pungkasnya. (*)
Berita ini telah terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Selasa 9 September 2025 dengan judul "Mahalnya Biaya Politik, Kepala Daerah Rawan Terseret Kasus Korupsi"
Berita Lainnya
-
Dinkes Catat 7.982 Kasus DBD di Lampung, 22 Orang Meninggal Dunia
Selasa, 09 September 2025 -
Waspada! Mobil Grand Max Raib Dalam Hitungan Detik di Bandar Lampung
Selasa, 09 September 2025 -
Pemkot Bandar Lampung Salurkan Bantuan Rp1,2 Miliar untuk 24 Tempat Ibadah dan Lembaga Keagamaan
Selasa, 09 September 2025 -
Kemendikdasmen Buka Pendaftaran PPG Guru Tertentu, Begini Caranya
Selasa, 09 September 2025