• Minggu, 14 September 2025

Tuntut Kepastian Nasib, Ratusan Honorer Non Database Metro Akan Turun ke Jalan Lusa

Minggu, 14 September 2025 - 11.55 WIB
416

Ketua Forum THL Non Database Kota Metro, Raden Yusuf. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Metro - Gelombang keresahan dari Tenaga Harian Lepas (THL) Non Database di Kota Metro akhirnya pecah. Selasa (16/9/2025) kusa, ratusan honorer yang selama bertahun-tahun mengabdikan diri di berbagai lini pelayanan publik, bakal turun ke jalan menggelar aksi damai.

Informasi yang dihimpun Kupastuntas.co menyebutkan, mereka akan menggelar aksi di depan Gedung DPRD Kota Metro. Massa aksi juga mendesak agar Wali Kota Metro, H. Bambang Iman Santoso, hadir langsung ke lokasi untuk memberikan kejelasan terkait nasib ratusan THL yang kini terancam menjadi pengangguran.

Aksi ini bukan sekadar simbol perlawanan, tetapi merupakan bentuk akumulasi frustrasi yang sudah lama dirasakan. Sejak pemerintah pusat menggulirkan kebijakan rekrutmen PPPK Paruh Waktu, ribuan honorer di berbagai daerah terombang-ambing tanpa kepastian, termasuk di Kota Metro.

Situasi di Metro kian pelik karena sebanyak 540 THL Non Database dinyatakan tidak masuk dalam usulan pengangkatan, meski sebagian besar telah mengabdi lebih dari lima tahun. Nasib mereka kini berada di ujung tanduk, tanpa kepastian status dan tanpa solusi alternatif.

Ketua Forum THL Non Database Kota Metro, Raden Yusuf, menegaskan bahwa aksi damai tersebut merupakan bentuk perjuangan terakhir. Ia menyoroti tenggat waktu pengusulan NIP PPPK Paruh Waktu ke BKN RI yang akan ditutup pada 30 September 2025.

“Salah satu alasan kami turun ke jalan adalah karena tenggat usulan tinggal hitungan hari. Kalau tidak ada keputusan cepat, ratusan rekan kami bisa terbuang begitu saja,” ujar Yusuf, Minggu (14/9/2025).

Ia mengatakan, Pemkot Metro masih memiliki ruang untuk menyelamatkan nasib para THL. Para honorer ini tersebar di berbagai organisasi perangkat daerah (OPD), mulai dari kelurahan, dinas teknis, hingga sekolah. “Sebelum 30 September, masih ada celah waktu. Kami meminta Wali Kota dan DPRD tidak hanya diam menunggu bola mati, sementara kami kehilangan pekerjaan,” tegasnya.

Mirisnya, banyak dari THL Non Database ini justru menjadi tulang punggung pekerjaan di lingkungan pemerintahan. Bahkan tak jarang ASN bergantung pada kerja mereka. Namun ironis, dedikasi mereka selama ini tak mendapat pengakuan formal hanya karena persoalan administratif.

“Padahal mereka bekerja sama keras dan loyalnya. Tapi karena tidak masuk database, dianggap tidak layak. Ini diskriminatif,” lanjut Yusuf.

Persoalan honorer kini bukan sekadar urusan birokrasi, tapi telah menjadi bom waktu sosial. Jika ratusan honorer ini kehilangan pekerjaan secara serempak, dampaknya akan dirasakan oleh ratusan rumah tangga di Kota Metro. Kemandekan solusi hanya akan memicu gejolak sosial dan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.

“Kalau Pemkot tidak segera ambil sikap, suara perlawanan akan semakin besar. Ini bukan ancaman, tapi realitas dari rasa kecewa yang mendalam,” pungkas Yusuf.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Kota Metro. Aksi damai yang akan digelar Selasa mendatang menjadi ujian nyata bagi kepemimpinan Wali Kota Metro: apakah akan hadir dan berpihak kepada rakyat, atau kembali bersembunyi di balik tameng regulasi pusat.

Bagi para honorer, ini bukan sekadar soal administrasi. Ini pertaruhan hidup: tetap bekerja demi keluarga, atau terjatuh ke jurang pengangguran. (*)