Status Tersangka Agus Nompitu Gugur, LCW: Cermin Buruk Pemberantasan Korupsi di Lampung

Ketua Lampung Corruption Watch (LCW), Juendi Leksa Utama. Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang mengabulkan permohonan praperadilan Agus Nompitu, tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah KONI Lampung. Status tersangka Agus pun resmi dinyatakan gugur oleh hakim tunggal Dedy Wijaya Susanto.
Ketua Lampung Corruption Watch (LCW), Juendi Leksa Utama, menilai putusan ini bukan sekadar persoalan individu Agus Nompitu.
Menurutnya, gugurnya status tersangka mencerminkan lemahnya kualitas penyidikan dan mentalitas aparat penegak hukum di Lampung.
"Ini bukan hanya soal Agus Nompitu, tetapi soal integritas penegakan hukum kita. Kalau penetapan tersangka bisa dibatalkan begitu saja, publik berhak curiga terhadap keseriusan aparat dalam memberantas korupsi,” ujar Juendi, saat dihubungi, Senin (15/9/2025).
Juendi menegaskan, putusan praperadilan ini merupakan kritik keras terhadap aparat penegak hukum. Ia menyebut ada kelemahan mendasar, baik dalam aspek formil maupun materil penyidikan.
Hakim tunggal sebelumnya menyatakan bahwa alat bukti yang diajukan kejaksaan tidak memenuhi unsur kualitas dan relevansi. Bukti yang dipaparkan dinilai tidak cukup untuk membuat terang perkara dan justru menimbulkan keraguan terhadap keterlibatan Agus Nompitu.
Selain itu, hakim juga menyoroti lambatnya proses hukum. Agus ditetapkan sebagai tersangka sejak 27 Desember 2023, namun hingga 2025 perkaranya belum juga dilimpahkan ke pengadilan.
Menurut Juendi, kondisi ini jelas melanggar Pasal 50 KUHAP yang mewajibkan setiap perkara pidana segera diproses ke tahap penuntutan. Penundaan tanpa batas waktu bertentangan dengan asas litis finiri oportet, bahwa setiap perkara harus ada akhirnya.
"Hal ini juga bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia. Pasal 3 ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 1999 menegaskan setiap orang berhak atas perlindungan hukum yang adil dan kepastian hukum. Tapi dalam kasus ini, asas itu jelas dilanggar,” kata Juendi.
LCW menilai gugurnya status tersangka Agus mengindikasikan adanya ketidakcermatan prosedural. Bisa jadi syarat minimal alat bukti tidak terpenuhi, pemeriksaan tidak mendalam, atau terdapat cacat formil lainnya.
Juendi menambahkan, putusan ini berpotensi melemahkan penyelidikan kasus hibah KONI. Publik bisa menilai bahwa penetapan tersangka dilakukan secara serampangan tanpa dasar hukum yang kuat.
Lebih jauh, LCW mengingatkan bahwa putusan PN Tanjungkarang bisa menjadi preseden buruk. Jika praktik ini berulang, tersangka kasus korupsi lain bisa memanfaatkannya untuk menggugurkan status tersangka melalui praperadilan.
"Kami khawatir kasus ini akan dijadikan contoh oleh tersangka lain. Ini sinyal buruk bagi pemberantasan korupsi di Lampung,” ucap Juendi.
LCW juga menilai, kasus ini berdampak langsung pada citra aparat penegak hukum. Kepercayaan publik menurun karena profesionalitas aparat kembali dipertanyakan.
Selain itu, publik berhak mencurigai adanya faktor eksternal yang memengaruhi jalannya perkara, baik politik maupun kekuasaan.
Menurut Juendi, kecurigaan ini wajar mengingat lemahnya dasar penyidikan. Ia menegaskan aparat yang menetapkan tersangka tanpa dasar kuat harus dievaluasi.
"Kalau penyidik dan jaksa bekerja asal-asalan, itu harus ada sanksinya. Jangan sampai masyarakat yang menanggung akibatnya,” katanya.
Juendi juga menyinggung pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Jika kelak disahkan, ketidakcermatan aparat bisa lebih fatal karena penyitaan aset tanpa dasar hukum kuat berpotensi melanggar hak asasi manusia.
Menurutnya, putusan praperadilan ini seharusnya menjadi momentum evaluasi total bagi kejaksaan. Aparat harus memperbaiki tata cara penyidikan agar setiap penetapan tersangka benar-benar berbasis bukti kuat.
"Ini pukulan telak bagi integritas penegak hukum. Kejaksaan wajib melakukan evaluasi internal agar kesalahan seperti ini tidak terulang lagi,” tegas Juendi.
LCW juga mendesak adanya pengawasan internal dan eksternal yang lebih ketat terhadap aparat penegak hukum. Hal itu penting agar penetapan tersangka tidak dilakukan secara serampangan.
Dengan demikian, kasus gugurnya status tersangka Agus Nompitu menjadi peringatan keras. LCW menegaskan, publik berhak menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keseriusan aparat hukum dalam memberantas korupsi di Lampung. (*)
Berita Lainnya
-
Pemkot Bandar Lampung Bangun Tiga SPPG, Jadi Percontohan Program Makan Bergizi Gratis
Senin, 15 September 2025 -
Ketua Perpadi Lampung: Gabah ke Luar Daerah Berpotensi Naikkan Harga Beras
Senin, 15 September 2025 -
LBH Bandar Lampung: Putusan Praperadilan Agus Nompitu Tamparan Keras bagi Kejati
Senin, 15 September 2025 -
Pengamat Hukum: Kasus Agus Nompitu di KONI Lampung Bukti Lemahnya Profesionalitas Penyidik
Senin, 15 September 2025