• Sabtu, 27 September 2025

Suap Itu Tak Bisa Menari Sendiri, Oleh: Herwanda Pratama

Rabu, 24 September 2025 - 11.45 WIB
35

Herwanda Pratama Wartawan Kupas Tuntas. Foto: Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Suap bukanlah cerita satu orang. Ia seperti tarian, selalu ada dua pihak yang saling berpasangan. Sayangnya, dalam praktik penegakan hukum, kerap hanya satu penari yang ditarik ke panggung pengadilan yakni penerima suap. Sementara penyuap, yang sama-sama menggerakkan irama korupsi, sering dibiarkan melenggang bebas.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa hukum sering tampak tajam ke bawah dan tumpul ke atas, atau bahkan tumpul pada pihak pemberi? Padahal, UU Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001) sudah tegas menyebutkan bahwa penyuap dan yang disuap sama-sama pelaku tindak pidana. Pasal 5 ayat (1) mengatur penyuapan aktif (pemberi), sedangkan Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 11-12 mengatur penyuapan pasif (penerima). Artinya, tidak ada alasan hukum untuk membedakan keduanya.

Namun, praktik hukum kita sering condong hanya menghukum orang si penerima. Alasan klasiknya, penyuap dianggap sebagai pihak yang terpaksa, demi melancarkan urusan atau menghindari hambatan birokrasi. Tak jarang pula, penyuap dijadikan justice collaborator, sehingga lolos dari jerat hukum.

Lebih jauh, menjerat hanya penerima tanpa menyentuh pemberi sama saja dengan membersihkan satu sisi koin yang tetap kotor di sisi lainnya. Pemberi dan penerima adalah dua tangan yang sama-sama kotor. Satu memberi, satu menerima—dan keduanya mencederai integritas hukum, menggerogoti kepercayaan publik, serta menghalangi lahirnya birokrasi yang bersih.

Oleh karena itu, penegakan hukum ke depan harus lebih tegas dan konsisten. Penyuap tidak boleh lagi berlindung di balik alasan terpaksa. Jika ia berani memberi, maka ia juga harus siap menerima konsekuensi hukum. Demikian pula penerima, yang menyalahgunakan jabatan untuk memperkaya diri.

Suap adalah lingkaran setan yang hanya bisa diputus bila kedua ujungnya sama-sama dipatahkan. Menangkap penerima saja tanpa menyentuh pemberi hanya akan melahirkan ketidakadilan baru. (*)